Inalum Finalisasi Akuisisi Freeport

Kamis, 12 Juli 2018 - 11:24 WIB
Inalum Finalisasi Akuisisi Freeport
Inalum Finalisasi Akuisisi Freeport
A A A
JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan proses akuisisi saham PT Freeport Indonesia oleh PT Inalum (Persero) telah memasuki tahap finalisasi. Rencananya, akuisisi ini melalui pembentukan usaha patungan (joint venture).

Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan pembentukan usaha patungan dalam rangkaian akuisisi Freeport Indonesia, baru hanya dilakukan antara PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), pemerintah daerah (pemda) dan pemerintah provinsi (pemprov).

Menurutnya, usaha patungan antara Inalum, pemda dan pemprov tersebut yang akan menjadi pemegang saham di Freeport Indonesia. Nantinya, Freeport Indonesia akan menjadi joint venture antara konsorsium Inalum dan Freeport McMoran. “Jadi nanti Freeport Indonesia tetap menjadi operator, yang juga akan menjadi joint venture antara konsorsium Inalum dan Freeport-McMoran,” kata Fajar di Jakarta, kemarin.

Untuk komposisi jajaran direksi di PT Freeport Indonesia, menurut dia, nanti akan disesuaikan dengan kepemilikan saham antara konsorsium Inalum dan juga Freeport-McMoran. Selain itu juga akan diatur secara efektif sehingga pemda memiliki 10% saham di
Freeport Indonesia. Sebagai catatan, konsorsium Inalum telah mendapatkan angka valuasi dari 41,64% saham Freeport Indonesia yang akan diakuisisi. Angka tersebut sekaligus akan menggenapi saham pemerintah RI menjadi 51% di perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut.

Fajar menjelaskan, saat ini tahap akuisisi PT Freeport Indonesia melalui pembentukan usaha patungan telah memasuki tahap final. Sejumlah dokumen, seperti lampiran Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan lingkungan tengah diproses oleh masing-masing kementerian terkait. “Jadi semua dokumen tengah diproses oleh Kementerian Keuangan, lalu di Kementerian ESDM juga harus ada yang diubah. Begitu pula di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, semua akan dirangkum oleh Kementerian ESDM,” paparnya.

Terkait dengan sumber pendanaan dari konsorsium Inalum untuk mengakuisisi saham PT Freeport Indonesia, menurut Fajar, sejumlah perbankan dari dalam maupun luar negeri siap memberikan pinjaman. Setidaknya terdapat empat bank asing yang akan memberikan sindikasi perbankan.

Soal target pengambilalihan saham PT Freeport Indonesia hingga 51% ini diungkapkan Direktur Utama PT Inalum Budi Gunadi Sadikin. Bahkan Budi mengaku menerima tawaran menjadi dirut Inalum lantaran tertantang ingin sekali menuntaskan target pemerintah tersebut. Dia menilai, sudah saatnya tambang Freeport kembali ke Ibu Pertiwi dari pengelolaan pihak asing bertahun-tahun. "Mohon doa restu karena sedikit lagi, jadi kita bisa bawa balik setelah 50 tahun aset negara yang besar," kata Budi pada suatu kesempatan.

Vice President Corporate Communication Inalum Rendy Witular menjelaskan potensi Freeport Indonesia sangat besar. Terbukti cadangan kekayaan tambang Freeport Indonesia mencapai USD160 miliar yang terdiri dari tembaga USD116 miliar, emas USD42 miliar, perak USD2,5 miliar. Hal ini berdasarkan laporan keuangan PT Freeport Indonesia pada 2017. “Dana yang akan kita keluarkan di kisaran USD3 miliaran. Jadi apa yang kita keluarkan jauh lebih murah dari potensi bisnis yang akan kita dapat,” kata Rendy kepada KORAN SINDO.

Sesuai dengan kesepahaman antara pemerintah dan Freeport (FCX) pada tanggal 27 Agustus 2017, kedua belah pihak telah mencapai beberapa kesepakatan. Di antaranya PT Freeport Indonesia akan merubah KK ke IUPK dan akan mendapatkan jaminan operasi. Pemerintah akan membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun.

Selain itu, FCX bersedia mengurangi kepemilikan di PT Freeport Indonesia sehingga entitas Indonesia bisa memiliki 51% saham. Setelah empat kesepakatan tersebut disepakati, maka PT Freeport Indonesi akan mendapatkan perpanjangan masa operasi 2x10 tahun hingga 2041 mendatang. “Itu artinya divestasi hanya menjadi bagian dari sebuah paket. Kita optimistis dalam waktu dekat akan ada perkembangan sangat berarti,” katanya.

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan kesepakatan divestasi 51% saham Freeport Indonesia seharusnya menjadi momentum kendali operasi berada di tangan pemerintah. “Dari sisi teknis Freeport memang terlibat dalam kegiatan penambangan, tetapi yang mengendalikan tetap pemerintah. Itu sesuai dengan divestasi 51%,” ujar Fahmy Radhi, kemarin.

Hal senada juga dikatakan oleh Direktur Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara. Dia juga berharap pascadivestasi 51% seharusnya kendali penuh barada di tangan pemerintah. Namun pihaknya tidak yakin proses divestasi dapat segera selesai.
Pasalnya divestasi 51% saham Freeport sebesar USD3 miliar hingga USD4 miliar dinilai terlalu mahal sehingga menyudutkan pemerintah.

Marwan beranggapan, nilai 41,64% saham yang dibayar untuk kewajiban divestasi sangat mahal karena yang menjadi rujukan yaitu perhitungan harga saham periode Kontrak Karya (KK) KK hingga 2041. Seharusnya yang menjadi rujukan periode KK sampai 2021.

Dengan masa berlaku KK yang tersisa hanya tinggal 3-4 tahun tersebut, maka nilai aset dan bisnis Freeport mestinya jauh lebih rendah dari USD3-4 miliar. “Tentu saja Freeport menginginkan nilai saham lebih tinggi, karena itu yang dijadikan acuan adalah periode KK hingga 2041. Padahal tidak ada ketentuan dalam KK yang mewajibkan Indonesia harus memperpanjang KK hingga 2041,” kata dia.

Menurutnya hal ini bertujuan agar Freeport tetap bisa bercokol, serta menguasai dan mengeruk emas dan tembaga tambang Timika yang merugikan negara. Seharusnya, imbuh dia, pemerintah dapat meminta harga yang jauh lebih rendah, mengingat sebagian besar aset yang dibayar tersebut adalah milik negara. Tidak hanya itu, Freeport juga harus membayar sanksi akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. (Heru Febrianto/Nanang Wijayanto)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3252 seconds (0.1#10.140)