BI Kerek Proyeksi Ekonomi Global Meski Jepang dan Inggris Resesi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2024 meski Jepang dan Inggris jatuh ke jurang resesi.
Gubernur BI Perry Warjiyo memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini ada di kisaran 3% secara tahunan (year on year/yoy) atau naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 2,8%.
"Perbaikan terutama ditopang lebih kuatnya kinerja ekonomi AS dan India sejalan dengan konsumsi dan investasi yang tinggi," ujar Perry dalam Pengumuman Hasil RDG BI Edisi Februari 2024, Rabu (21/2/2024).
Meski demikian ada banyak risiko yang terus diwaspadai, seperti pertumbuhan ekonomi China yang masih lemah serta resesi di Inggris dan Jepang yang telah terjadi dalam dua triwulan berturut-turut dapat menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia.
Tak hanya itu, ketegangan geopolitik yang masih berlanjut juga dapat mengganggu rantai pasok global berakibat pada meningkatnya harga komoditas pangan dan energi. Perkembangan ini mengakibatkan ketidakpastian pasar keuangan dunia yang masih tinggi.
Lebih lanjut, Yield US Treasury juga kembali meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang. Perkembangan tersebut menyebabkan menguatnya dolar AS secara global menahan berlanjutnya aliran masuk modal asing dan meningkatkan tekanan pelemahan nilai tukar di negara emerging market.
"Kondisi ini memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak negatif rambatan global tersebut termasuk di Indonesia," kata dia.
Gubernur BI Perry Warjiyo memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini ada di kisaran 3% secara tahunan (year on year/yoy) atau naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 2,8%.
"Perbaikan terutama ditopang lebih kuatnya kinerja ekonomi AS dan India sejalan dengan konsumsi dan investasi yang tinggi," ujar Perry dalam Pengumuman Hasil RDG BI Edisi Februari 2024, Rabu (21/2/2024).
Meski demikian ada banyak risiko yang terus diwaspadai, seperti pertumbuhan ekonomi China yang masih lemah serta resesi di Inggris dan Jepang yang telah terjadi dalam dua triwulan berturut-turut dapat menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia.
Tak hanya itu, ketegangan geopolitik yang masih berlanjut juga dapat mengganggu rantai pasok global berakibat pada meningkatnya harga komoditas pangan dan energi. Perkembangan ini mengakibatkan ketidakpastian pasar keuangan dunia yang masih tinggi.
Lebih lanjut, Yield US Treasury juga kembali meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang. Perkembangan tersebut menyebabkan menguatnya dolar AS secara global menahan berlanjutnya aliran masuk modal asing dan meningkatkan tekanan pelemahan nilai tukar di negara emerging market.
"Kondisi ini memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak negatif rambatan global tersebut termasuk di Indonesia," kata dia.
(nng)