Atasi Krisis Kualitas Udara, Pengamat Energi Ingatkan Pentingnya Kualitas BBM

Jum'at, 23 Februari 2024 - 12:07 WIB
loading...
Atasi Krisis Kualitas...
Pengamat Energi, menerangkan, pemerintah seharusnya juga menyoroti aspek kualitas BBM kendaraan dalam rangka memperbaiki kualitas udara. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Pengamat Energi, Dr. Muhammad Badaruddin menerangkan, pemerintah seharusnya juga menyoroti aspek kualitas bahan bakar minyak (BBM) kendaraan. Sebab yang menjadi kontributor emisi terbesar adalah sektor transportasi.



Kebijakan pemerintah dalam rangka memperbaiki kualitas udara yang kian mengkhawatirkan bagi kesehatan masyarakat sejatinya tak hanya sebatas pada uji emisi kendaraan, rekayasa cuaca untuk memancing hujan, mendorong penggunaan kendaraan umum, serta mengawasi industri dan pembangkit listrik saja.

Bahkan Badaruddin mengungkapkan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pada tahun 2023 pernah melaporkan bahwa sektor transportasi berkontribusi sebesar 44% dari penggunaan bahan bakar di Jakarta, yang terdiri dari dari 17 juta sepeda motor, 4,2 juta mobil penumpang, 856 ribu truk, dan 344 ribu bus. Diikuti industri energi 31%, lalu manufaktur industri 10%, sektor perumahan 14%, dan komersial 1%.

"Ini menjadi bukti bahwa kebijakan uji emisi saja tidak akan menjadi solusi. Sebab, masalahnya bukan hanya pada persoalan mesin kendaraan yang kotor, namun juga disebabkan kualitas BBM yang tidak memenuhi standar Euro 4 yang telah ditetapkan oleh pemerintah," tutur pria yang karib disapa Badar ini di Jakarta, Kamis (22/2).



BBM jenis RON 92 atau Pertamax pun, menurut Badar, belum memenuhi standar bahan bakar untuk jenis mesin Euro 4, yang mampu mengeluarkan emisi yang lebih bersih dibandingkan dengan mesin lainnya.

Padahal, sebut Badar, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebenarnya telah mengeluarkan Peraturan yakni P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017, mengatur BBM harus berstandar emisi EURO IV, yang berlaku bagi kendaraan roda empat berbahan bakar bensin sejak Oktober 2020.

"Namun ironisnya, bahan bakar yang digunakan di Indonesia, baik itu bensin maupun solar masih belum memenuhi standar emisi Euro IV. Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) menyatakan bahwa Indonesia menjadi negara paling tertinggal di Asia Tenggara, dalam komitmen peralihan penggunaan BBM yang lebih ramah lingkungan," ujar Badar.

Badar mengungkapkan, berdasarkan data KPBB, saat ini Indonesia menjadi negara terakhir di Asia Tenggara yang belum mengadopsi standar Euro 4. Negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, Malaysia sudah mengadopsinya. Bahkan Singapura sudah mengadopsi standar Euro 5.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1437 seconds (0.1#10.140)