Pioner Konstruksi Modern, Karya Hutama Karya Telah Mendunia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tujuhpuluh lima tahun Republik Indonesia merdeka, PT Hutama Karya (Persero) (Hutama Karya) terus berkarya membangun negeri melalui infrastruktur-infrastruktur terbaiknya. Proyek-proyek Hutama Karya tidak hanya di Indonesia namun meluas hingga ke mancanegara.
Sebelum menjalankan amanah pemerintah untuk membangun dan mengembangkan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) sepanjang 2765 Km yang akan terbentang dari Lampung hingga Aceh di tahun 2024, Hutama Karya telah dikenal dengan beberapa proyek monumental dan megaproyek yang mengiringi perjalanan Kemerdekaan Republik Indonesia yang saat itu sedang menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah sebuah kekuatan baru.
Sederet proyek besar diserahkan kepada Hutama Karya di awal berdirinya perusahaan, antara lain pembangunan Jembatan Semanggi di Jakarta (1961-1962), Jembatan Ampera di Palembang (1962-1965), Patung Dirgantara di Pancoran (1964-1966), dan Gedung DPR/MPR di Jakarta (1965-1968).
Jembatan Semanggi merupakan megaproyek pertama yang ditangani oleh Hutama Karya, dikerjakan oleh anak-anak muda Indonesia dengan telah menerapkan teknologi yang relatif baru di Indonesia, yaitu konstruksi beton prategang ala BBRV Swiss.
Pun Gedung Parlemen di Senayan juga salah satu pekerjaan bangunan dengan tingkat kesulitan yang tinggi pada masanya. Semua megaproyek tersebut relatif dikerjakan dalam waktu yang singkat dan penuh tantangan namun perlu keberanian dalam melakukan terobosan dan juga kompetensi yang tinggi.
Direktur Operasi II Hutama Karya, Novias Nurendra menyampaikan bahwa Hutama Karya lahir dan tumbuh karena tantangan besar yang bisa diselesaikan oleh Insan Hutama Karya.
“Perusahaan dimulai dengan mengerjakan sesuatu yang besar, diselesaikan karena kompetensi dan juga keberanian untuk terus melakukan inovasi. Tata nilai perusahaan (core values) AKHLAK (Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif dan Kolaboratif) yang diterapkan perusahaan sejak 13 Juli 2020, sebetulnya telah sejak lama mendarah daging di Hutama Karya,” terang Novias.
Tidak berhenti hanya mengerjakan proyek monumental di dalam negeri, sejak 1990 hingga sekarang, Hutama Karya terus mengembangkan kapabilitasnya untuk dapat bersaing di dunia internasional. Hutama Karya telah mengharumkan nama Indonesia dengan melebarkan sayapnya ke Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam hingga Timor Leste, menjadi kontraktor proyek infrastruktur jalan utama hingga jalan tol.
Awal tahun 1990 hingga 1993, Hutama Karya membangun Jalan Tol North South Expressway Ayer Hitam Malaysia, sepanjang 10 km dan selanjutnya Pada 1996 perusahaan memulai konstruksi pembangunan Jalan Tol Metro Manila Sky Way di Manila, Filipina sepanjang 9,5km yang diselesaikan dalam kurun waktu 3,5 tahun.
Pembangunan jalan tol baik di Malaysia maupun Filipina merupakan jalan tol pertama di negara tersebut. “Hutama Karya sudah sejak lama mendunia, kami memiliki pengalaman di beberapa negara dan menjadi kontraktor yang pertama kali membangun jalan tol di Malaysia dan Filipina,” jelas Novias.
Hutama Karya terpilih untuk mengerjakan jalan tol Metro Manila Sky Way karena menawarkan teknologi konstruksi Sosrobahu, karya anak bangsa yang merupakan insinyur terbaik Hutama Karya, Ir. Tjokorda Raka Sukawati.
“Teknologi yang kami tawarkan saat itu adalah teknologi LPBH (Landasan Putar Bebas Hambatan) atau lebih terkenal dengan Sosrobahu. Teknologi ini sudah diakui dan digunakan oleh berbagai perusahaan konstruksi di seluruh dunia hingga sekarang,” terangnya.
Teknologi yang digunakan dalam membangun jalan layang ini menjamin tidak akan mengganggu arus lalu lintas selama pembuatan karena saat pengecoran, kepala tiang, bisa dilakukan dengan posisi sejajar arah jalan. Dengan posisi ini, maka tiang-tiang penyangga cetakan beton tidak akan menghalangi jalan di bawahnya.
Sebelum menjalankan amanah pemerintah untuk membangun dan mengembangkan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) sepanjang 2765 Km yang akan terbentang dari Lampung hingga Aceh di tahun 2024, Hutama Karya telah dikenal dengan beberapa proyek monumental dan megaproyek yang mengiringi perjalanan Kemerdekaan Republik Indonesia yang saat itu sedang menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah sebuah kekuatan baru.
Sederet proyek besar diserahkan kepada Hutama Karya di awal berdirinya perusahaan, antara lain pembangunan Jembatan Semanggi di Jakarta (1961-1962), Jembatan Ampera di Palembang (1962-1965), Patung Dirgantara di Pancoran (1964-1966), dan Gedung DPR/MPR di Jakarta (1965-1968).
Jembatan Semanggi merupakan megaproyek pertama yang ditangani oleh Hutama Karya, dikerjakan oleh anak-anak muda Indonesia dengan telah menerapkan teknologi yang relatif baru di Indonesia, yaitu konstruksi beton prategang ala BBRV Swiss.
Pun Gedung Parlemen di Senayan juga salah satu pekerjaan bangunan dengan tingkat kesulitan yang tinggi pada masanya. Semua megaproyek tersebut relatif dikerjakan dalam waktu yang singkat dan penuh tantangan namun perlu keberanian dalam melakukan terobosan dan juga kompetensi yang tinggi.
Direktur Operasi II Hutama Karya, Novias Nurendra menyampaikan bahwa Hutama Karya lahir dan tumbuh karena tantangan besar yang bisa diselesaikan oleh Insan Hutama Karya.
“Perusahaan dimulai dengan mengerjakan sesuatu yang besar, diselesaikan karena kompetensi dan juga keberanian untuk terus melakukan inovasi. Tata nilai perusahaan (core values) AKHLAK (Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif dan Kolaboratif) yang diterapkan perusahaan sejak 13 Juli 2020, sebetulnya telah sejak lama mendarah daging di Hutama Karya,” terang Novias.
Tidak berhenti hanya mengerjakan proyek monumental di dalam negeri, sejak 1990 hingga sekarang, Hutama Karya terus mengembangkan kapabilitasnya untuk dapat bersaing di dunia internasional. Hutama Karya telah mengharumkan nama Indonesia dengan melebarkan sayapnya ke Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam hingga Timor Leste, menjadi kontraktor proyek infrastruktur jalan utama hingga jalan tol.
Awal tahun 1990 hingga 1993, Hutama Karya membangun Jalan Tol North South Expressway Ayer Hitam Malaysia, sepanjang 10 km dan selanjutnya Pada 1996 perusahaan memulai konstruksi pembangunan Jalan Tol Metro Manila Sky Way di Manila, Filipina sepanjang 9,5km yang diselesaikan dalam kurun waktu 3,5 tahun.
Pembangunan jalan tol baik di Malaysia maupun Filipina merupakan jalan tol pertama di negara tersebut. “Hutama Karya sudah sejak lama mendunia, kami memiliki pengalaman di beberapa negara dan menjadi kontraktor yang pertama kali membangun jalan tol di Malaysia dan Filipina,” jelas Novias.
Hutama Karya terpilih untuk mengerjakan jalan tol Metro Manila Sky Way karena menawarkan teknologi konstruksi Sosrobahu, karya anak bangsa yang merupakan insinyur terbaik Hutama Karya, Ir. Tjokorda Raka Sukawati.
“Teknologi yang kami tawarkan saat itu adalah teknologi LPBH (Landasan Putar Bebas Hambatan) atau lebih terkenal dengan Sosrobahu. Teknologi ini sudah diakui dan digunakan oleh berbagai perusahaan konstruksi di seluruh dunia hingga sekarang,” terangnya.
Teknologi yang digunakan dalam membangun jalan layang ini menjamin tidak akan mengganggu arus lalu lintas selama pembuatan karena saat pengecoran, kepala tiang, bisa dilakukan dengan posisi sejajar arah jalan. Dengan posisi ini, maka tiang-tiang penyangga cetakan beton tidak akan menghalangi jalan di bawahnya.