RI Punya Pabrik Minyak Makan Merah Pertama, Diklaim Lebih Murah dari Migor dan Bergizi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja meresmikan Pabrik Minyak Makan Merah di Regional 1 PTPN I, Pagar Merbau II, Kecamatan Pagar Merbau, Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut), Kamis (14/3/2024). Kehadiran pabrik pertama minyak makan merah diharapkan memberikan nilai tambah bagi petani sawit .
Pabrik tersebut dirancang dan dibangun Holding Perkebunan Nusantara atau PTPN III melalui PT Riset Perkebunan Nusantara. Proyek ini didukung oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, serta Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
”Oleh sebab itu, kita bangun pabrik minyak makan merah, ini yang pertama kali dan ini kita harapkan dapat memberikan nilai tambah yang baik bagi para petani sawit, utamanya yang sudah dalam bentuk koperasi. Jadi, harga TBS (tandan buah segar) tidak naik dan turun karena di sini semuanya diolah menjadi barang jadi yaitu minyak makan merah,” ujar Jokowi.
Jokowi juga mengungkapkan, salah satu kelebihan Minyak Makan Merah yakni harganya yang lebih murah dibandingkan minyak pasaran. "Harga minyak goreng merah tadi harga minyak makan merah yang saya senang juga ada di bawah harga minyak goreng (migor) biasa," kata Jokowi dalam keterangan persnya seperti dilihat di YouTube Sekretariat Presiden.
Selain itu, kata Jokowi, kandungan gizinya juga yang tidak kalah dengan minyak lain. Jokowi berharap minyak merah menjadi tren dalam urusan goreng-menggoreng.
Presiden mengajak masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri ini untuk mendukung pasar dan konsumsi produk yang
berkelanjutan. “Ini sudah dicoba oleh beberapa chef dan mereka menyampaikan, ‘Pak, minyak makan merah ini beda. Lebih enak dan dicek gizinya lebih baik’,” papar Presiden.
Dia menyampaikan, pembukaan pabrik ini bagian dari upaya hilirisasi, yaitu proses peningkatan nilai tambah komoditas melalui pengolahan menjadi produk jadi. "Jangan jual TBS, jangan jual CPO , kalau bisa jadikan barang-barang jadi seperti ini. Ini bagus sekali," tegasnya.
Indonesia, sebagai negara dengan lahan kebun kelapa sawit seluas 15,3 juta hektare, dengan 40,5% di antaranya milik petani, terus berupaya meningkatkan nilai tambah produksi dalam negeri.
Pabrik tersebut dirancang dan dibangun Holding Perkebunan Nusantara atau PTPN III melalui PT Riset Perkebunan Nusantara. Proyek ini didukung oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, serta Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
”Oleh sebab itu, kita bangun pabrik minyak makan merah, ini yang pertama kali dan ini kita harapkan dapat memberikan nilai tambah yang baik bagi para petani sawit, utamanya yang sudah dalam bentuk koperasi. Jadi, harga TBS (tandan buah segar) tidak naik dan turun karena di sini semuanya diolah menjadi barang jadi yaitu minyak makan merah,” ujar Jokowi.
Jokowi juga mengungkapkan, salah satu kelebihan Minyak Makan Merah yakni harganya yang lebih murah dibandingkan minyak pasaran. "Harga minyak goreng merah tadi harga minyak makan merah yang saya senang juga ada di bawah harga minyak goreng (migor) biasa," kata Jokowi dalam keterangan persnya seperti dilihat di YouTube Sekretariat Presiden.
Selain itu, kata Jokowi, kandungan gizinya juga yang tidak kalah dengan minyak lain. Jokowi berharap minyak merah menjadi tren dalam urusan goreng-menggoreng.
Presiden mengajak masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri ini untuk mendukung pasar dan konsumsi produk yang
berkelanjutan. “Ini sudah dicoba oleh beberapa chef dan mereka menyampaikan, ‘Pak, minyak makan merah ini beda. Lebih enak dan dicek gizinya lebih baik’,” papar Presiden.
Dia menyampaikan, pembukaan pabrik ini bagian dari upaya hilirisasi, yaitu proses peningkatan nilai tambah komoditas melalui pengolahan menjadi produk jadi. "Jangan jual TBS, jangan jual CPO , kalau bisa jadikan barang-barang jadi seperti ini. Ini bagus sekali," tegasnya.
Indonesia, sebagai negara dengan lahan kebun kelapa sawit seluas 15,3 juta hektare, dengan 40,5% di antaranya milik petani, terus berupaya meningkatkan nilai tambah produksi dalam negeri.