Melihat Perempuan dalam Lensa Ekonomi, Satgas UU Cipta Kerja dan Iwapi Gelar Workshop
loading...
A
A
A
JAKARTA - Satgas Percepatan Sosialisasi Undang-undang atau UU Cipta Kerja menggelar workshop bersama Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia ( IWAPI ) di Jakarta, beberapa waktu lalu. Workshop kali ini mengangkat tema “Hubungan Perempuan Pengusaha dan Tenaga Kerja yang Inklusif dan Berkeadilan” yang bertepatan dengan peringatan Hari Perempuan Internasional.
Ketua Pokja Sinergi Substansi Soalisasi Satgas UU Cipta Kerja, Tina Talisa menjelaskan, bahwa gelaran workshop ini adalah sebagai bentuk pemberdayaan perempuan dari sisi ekonomi sehingga bisa menjadi perempuan berdaya dan mandiri.
“Kolaborasi dengan IWAPI tidak hanya kami lakukan sekali saja, tetapi setiap tahun satgas mengundang IWAPI untuk melaksanakan workshop terkait perempuan dalam lensa ekonomi,” ungkap Tina dalam sesi sambutannya.
Lebih lanjut Tina mengatakan bahwa tujuan workshop kali ini tidak hanya sosialisasi terkait pembuatan NIB ataupun SPP-IRT, tetapi bagaimana hubungan ketenagakerjaan secara sederhana sehingga IWAPI sebagai pelaku usaha dapat memahami isu-isu yang perlu ditangani harus seperti apa pendekatannya berdasarkan UU yang berlaku.
“IWAPI sebagai pelaku usaha mempunyai peran untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat, sehingga aturan terkait ketenagakerjaan perlu kami sampaikan,” jelas Tina.
Selanjutnya sambutan dari Ketua Pokja Koordinasi Data dan Informasi, I Ktut Hadi Priatna menegaskan, bahwa Satgas UU Cipta Kerja akan menerima berbagi macam masukan dari IWAPI, baik dalam konteks ketenagakerjaan maupun perizinan berusaha untuk menyempurnakan PP 5/2021.
“Ke depannya, banyak hal yang perlu disinergikan antara pemerintah dan IWAPI untuk mendorong Indonesia yang semakin maju dan bersahabat dengan para pengusaha,” ungkap Ktut.
Kemudian Ketua Umum IWAPI, Nita Yudi menyampaikan, dalam sambutannya bahwa para pelaku usaha perempuan yang tergabung di IWAPI menghadapi banyak kendala terkait permasalahan hukum antara pekerja dan pelaku usaha.
“Saya harap dengan adanya UU Cipta Kerja ini, masalah antara pekerja dan pelaku usaha bisa selesai, tidak lagi saling memviralkan suatu permasalahan.” Ujar Nita.
Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Agatha Widianawati, menyampaikan, bahwa perempuan di era industrialisasi sudah mampu menampakkan jati dirinya dan bisa beradaptasi dengan perubahan global.
“Saat ini kita sedang dihadapkan pada dunia yang sedang mengalami perubahan yang cepat, ketidakpastian dan kompleks,” ujar Agatha.
Agatha menambahkan, ada beberapa tantangan yang akan dihadapi perempuan yaitu tantangan pertumbuhan ekonomi global dan politik dunia, tantangan gig economy dan green economy, serta tantangan demografi dan kondisi ketenagakerjaan di Indonesia.
“Selain tantangan tadi, kita juga mengalami dinamika hubungan industrial. Di mana perusahaan melakukan transformasi bisnis yang akan berakibat pada pengurangan kesejahteraan pekerja,” beber Agatha dalam paparannya.
Tidak ketinggalan, Ia juga menghimbau kepada seluruh perempuan pengusaha Indonesia agar dalam mengambil keputusan yang tepat terkait dengan ketenagakerjaan dan secara serius mempertimbangkan dampaknya bagi pekerja di masa depan.
“Keterbukaan serta melibatkan pekerja dalam proses pengambilan kebijakan di perusahaan dan dialog bipartit dengan komunikasi yang baik, menjadi hal yang sangat penting harus dilakukan,” tegas Agatha.
Dari segi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi, perempuan memilliki kontribusi yang cukup tinggi. Hal ini dijelaskan oleh Yulius, Deputi Bidang Usaha Mikro, Kementerian Koperasi dan UKM yang menjabarkan, bahwa secara data UMKM yang dimiliki Perempuan sebesar 64,5% sedangkan jumlah pekerja yang bekerja di sektor informal sebesar 42,35%.
“UMKM di sektor kuliner yang dimiliki oleh perempuan berada di kisaran 50%. Jika dilihat dari PDB, hampir 50% merupakan sektor konsumsi, penetrasi di sektor kuliner bagus untuk meningkatkan UMKM,” jelas Yulius.
Walaupun demikian, Yulius menekankan, bahwa pemerintah akan terus mendorong kontribusi perempuan dari sisi ekonomi dengan berbagai program yang sudah dilaksanakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM.
Ketua Pokja Sinergi Substansi Soalisasi Satgas UU Cipta Kerja, Tina Talisa menjelaskan, bahwa gelaran workshop ini adalah sebagai bentuk pemberdayaan perempuan dari sisi ekonomi sehingga bisa menjadi perempuan berdaya dan mandiri.
“Kolaborasi dengan IWAPI tidak hanya kami lakukan sekali saja, tetapi setiap tahun satgas mengundang IWAPI untuk melaksanakan workshop terkait perempuan dalam lensa ekonomi,” ungkap Tina dalam sesi sambutannya.
Lebih lanjut Tina mengatakan bahwa tujuan workshop kali ini tidak hanya sosialisasi terkait pembuatan NIB ataupun SPP-IRT, tetapi bagaimana hubungan ketenagakerjaan secara sederhana sehingga IWAPI sebagai pelaku usaha dapat memahami isu-isu yang perlu ditangani harus seperti apa pendekatannya berdasarkan UU yang berlaku.
“IWAPI sebagai pelaku usaha mempunyai peran untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat, sehingga aturan terkait ketenagakerjaan perlu kami sampaikan,” jelas Tina.
Selanjutnya sambutan dari Ketua Pokja Koordinasi Data dan Informasi, I Ktut Hadi Priatna menegaskan, bahwa Satgas UU Cipta Kerja akan menerima berbagi macam masukan dari IWAPI, baik dalam konteks ketenagakerjaan maupun perizinan berusaha untuk menyempurnakan PP 5/2021.
“Ke depannya, banyak hal yang perlu disinergikan antara pemerintah dan IWAPI untuk mendorong Indonesia yang semakin maju dan bersahabat dengan para pengusaha,” ungkap Ktut.
Kemudian Ketua Umum IWAPI, Nita Yudi menyampaikan, dalam sambutannya bahwa para pelaku usaha perempuan yang tergabung di IWAPI menghadapi banyak kendala terkait permasalahan hukum antara pekerja dan pelaku usaha.
“Saya harap dengan adanya UU Cipta Kerja ini, masalah antara pekerja dan pelaku usaha bisa selesai, tidak lagi saling memviralkan suatu permasalahan.” Ujar Nita.
Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Agatha Widianawati, menyampaikan, bahwa perempuan di era industrialisasi sudah mampu menampakkan jati dirinya dan bisa beradaptasi dengan perubahan global.
“Saat ini kita sedang dihadapkan pada dunia yang sedang mengalami perubahan yang cepat, ketidakpastian dan kompleks,” ujar Agatha.
Agatha menambahkan, ada beberapa tantangan yang akan dihadapi perempuan yaitu tantangan pertumbuhan ekonomi global dan politik dunia, tantangan gig economy dan green economy, serta tantangan demografi dan kondisi ketenagakerjaan di Indonesia.
“Selain tantangan tadi, kita juga mengalami dinamika hubungan industrial. Di mana perusahaan melakukan transformasi bisnis yang akan berakibat pada pengurangan kesejahteraan pekerja,” beber Agatha dalam paparannya.
Tidak ketinggalan, Ia juga menghimbau kepada seluruh perempuan pengusaha Indonesia agar dalam mengambil keputusan yang tepat terkait dengan ketenagakerjaan dan secara serius mempertimbangkan dampaknya bagi pekerja di masa depan.
“Keterbukaan serta melibatkan pekerja dalam proses pengambilan kebijakan di perusahaan dan dialog bipartit dengan komunikasi yang baik, menjadi hal yang sangat penting harus dilakukan,” tegas Agatha.
Dari segi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi, perempuan memilliki kontribusi yang cukup tinggi. Hal ini dijelaskan oleh Yulius, Deputi Bidang Usaha Mikro, Kementerian Koperasi dan UKM yang menjabarkan, bahwa secara data UMKM yang dimiliki Perempuan sebesar 64,5% sedangkan jumlah pekerja yang bekerja di sektor informal sebesar 42,35%.
“UMKM di sektor kuliner yang dimiliki oleh perempuan berada di kisaran 50%. Jika dilihat dari PDB, hampir 50% merupakan sektor konsumsi, penetrasi di sektor kuliner bagus untuk meningkatkan UMKM,” jelas Yulius.
Walaupun demikian, Yulius menekankan, bahwa pemerintah akan terus mendorong kontribusi perempuan dari sisi ekonomi dengan berbagai program yang sudah dilaksanakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM.
(akr)