Potensi Digitalisasi Transaksi di Sektor Kakao Indonesia Capai Rp11,1 Triliun

Jum'at, 10 Mei 2024 - 18:34 WIB
loading...
Potensi Digitalisasi...
Direktur OJK Institute, Bayu Bandono mengatakan, sektor kakao di Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Pasifik dan terbesar ketiga secara global. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Menurut laporan yang yang dirilis oleh Better Than Cash Alliance, Partnership for Indonesia's Sustainable Agriculture (PISAgro), dan Pemerintah Indonesia, lebih dari 1,4 juta petani kakao di Indonesia melakukan transaksi senilai USD700 juta atau setara Rp11,1 triliun (Kurs Rp15.936/USD) per tahunnya.



Laporan tersebut mengungkapkan bahwa mendigitalkan transaksi tersebut dapat membawa dampak baik bagi perekonomian Indonesia. Sayangnya, sebagian besar para petani kakao di Indonesia masih mengandalkan uang tunai saat bertransaksi.

Penggunaan uang tunai dapat menjadi keterbatasan yang signifikan dan menghambat potensi pertumbuhan sektor kakao, yang merupakan kontributor utama di bidang agrikultur Indonesia. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa para petani kakao di Indonesia sebagian besar masih mengandalkan uang tunai saat bertransaksi.

Sayangnya, penggunaan uang tunai dapat menjadi keterbatasan yang signifikan dan menghambat potensi pertumbuhan sektor utama di bidang agrikultur Indonesia. Direktur OJK Institute, Bayu Bandono mengatakan, sektor kakao di Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Pasifik dan terbesar ketiga secara global.

Di dalam negeri, sektor ini memiliki peran penting dalam perekonomian nasional dengan kontribusi mencapai USD700 juta terhadap PDB per tahunnya.

"Sektor ini juga menjadi mata pencaharian yang sangat penting bagi masyarakat daerah, terutama di Sulawesi yang menyumbang 70% dari produksi kakao secara nasional," urai Bayu Bandono, Rabu (8/5).

Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD), kata dia, memiliki tugas yang penting yaitu menjalankan 516 proyek inklusi keuangan di 38 provinsi.

"Berbagai inisiatif yang kami lakukan telah berhasil mengurangi kesenjangan indeks inklusi keuangan secara signifikan, dari 15% di tahun 2019 menjadi 4% di tahun 2022,” ujarnya.

Dr. Bayu juga mendorong para stakeholder untuk bersama-sama menerima rekomendasi yang dihadirkan dalam laporan ini dan berfokus menerapkan inovasi yang dapat mempercepat penerapan pembayaran digital yang dapat menggerakkan pembangunan berkelanjutan dan inklusi keuangan.

"Banyak perusahaan yang berkomitmen untuk meningkatkan efisiensi, sustainability, dan transparansi saat membeli pasokan kakao di Indonesia," imbuhnya.

Menurutnya, beberapa perusahaan global sedang mengupayakan agar 100% pasokan kakaonya sudah mendapat sertifikat sustainability pada tahun 2025.

"Tak hanya perusahaan besar, komitmen ini juga mulai diterapkan oleh para pemasok kakao, dan saat ini 40% pemasok kakao di Indonesia sudah memiliki sertifikat sustainability. Menimbang hal tersebut, penerapan pembayaran digital bagi para pemasok kakao tentunya akan membawa potensi ekonomi yang cukup besar," katanya.

Southeast Asia Lead, UN-Based Better Than Cash Alliance, Isvary Sivalingam mengatakan, penerapan pembayaran digital dan mengintegrasikan transaksi ke sistem keuangan formal dapat memperluas inklusi keuangan bagi petani kakao, terutama bagi mereka yang perempuan.

Hal ini lanjut dia, dilakukan dalam rangka memperkenalkan produk tabungan, pinjaman, dan asuransi.

"Laporan ini mengajak pemerintah Indonesia, pengusaha kakao, dan penyedia layanan keuangan untuk bersama-sama membangun model bisnis yang layak untuk penerapan pembayaran digital, terutama di daerah terpencil,” ujar Isvary.

Sayangnya, data terbaru menunjukkan adanya penurunan produksi kakao yang cukup besar selama sepuluh tahun terakhir di Indonesia sehingga perlu dilakukan investasi strategis untuk merevitalisasi sektor kakao ini.

"Namun, para petani kecil menghadapi tantangan dalam mengatur pengeluaran dan kebutuhannya karena rendahnya pendapatan dan terbatasnya akses layanan keuangan," ujarnya.

Berdasarkan survey, setiap hektare lahan perkebunan kakao membutuhkan biaya sebesar USD45 per tahun. Untuk memulihkan sektor ini, tambah Isvary, para petani setidaknya memerlukan pinjaman tambahan yang lebih besar dan berjangka panjang sebesar USD1.300 untuk setiap hektar lahan perkebunan.

Dana ini dapat digunakan untuk membantu penanaman kembali serta peremajaan pohon maupun tanah.

Executive Director, Partnership for Indonesia's Sustainable Agriculture (PISAgro), Insan Syafaat mengatakan, bahwa petani kakao dan pelaku usaha lainnya dalam supply chain sektor ini menghadapi tantangan besar dalam mengakses modal untuk kebutuhan perkebunan.

"Menerapkan pembayaran digital untuk penjualan hasil panen dan pengumpulan data dapat membantu penyedia jasa keuangan melakukan proses credit-scoring yang lebih baik dan mengurangi risiko saat memberikan pinjaman kepada para petani," tukas Insan Syafaat.

Selain itu, sambung Insan Syafaat, perusahaan yang berkomitmen untuk meningkatkan sustainability di sektor ini dapat ikut membantu memperluas inklusi keuangan bagi para petani dengan berbagi data.

"Untuk mengoptimalkan peluang dalam digitalisasi pembayaran, diperlukan komitmen yang kuat dan kemitraan kreatif yang melibatkan para stakeholder yaitu petani, pedagang, perusahaan kakao, penyedia jasa keuangan (FSP), dan pemerintah," tutupnya.

Pihaknya rekomendasikan uji coba pembayaran digital di sektor agrikultur melalui TPAKD. Selain itu, lanjut dia, perlu diperluas infrastruktur pembayaran digital berbiaya rendah seperti QRIS untuk memperkuat ekosistem pembayaran digital di daerah tepencil, dan penyaluran dana subsidi secara digital melalui Kartu Tani

"Kami juga memprioritaskan digitalisasi pembayaran untuk para pedagang dan petani saat melakukan pembelian kebutuhan mereka," imbuhnya.

Rekomendasi lain, tambahnya mencakup dukungan untuk melakukan collaborative data-sharing bersama dengan penyedia jasa keuangan untuk memperluas layanannya, terutama kredit usaha untuk para petani.

"Kami juga mengajak penyedia jasa keuangan untuk memanfaatkan peluang ini dengan menyediakan layanannya untuk pemasok yang ‘bersertifikat,' memenuhi kebutuhan likuiditas pedagang, dan meningkatkan transparansi arus keuangan serta mendorong penerapan pembayaran digital bagi petani kakao," bebernya.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1729 seconds (0.1#10.140)