Sanksi Barat Memalukan, Tak Bisa Melumpuhkan Rusia

Jum'at, 17 Mei 2024 - 20:07 WIB
loading...
Sanksi Barat Memalukan,...
Presiden Rusia Vladimir Putin memberi isyarat saat berbicara dengan Presiden China Xi Jinping dalam KTT Organisasi Kerjasama Shanghai di Sarmarkand, Uzbekistan 16 September 2022. FOTO/AP/Sputnik
A A A
JAKARTA - Setelah Rusia menginvasi Ukraina pada 2022 lalu negara-negara Barat memberondong sanksi dan pembatasan perdagangan yang paling luas dalam sejarah Moskow. Namun, Rusia tampaknya baik-baik saja. Ekonomi Rusia tumbuh dengan mantap. Rusia tidak bisa mengimpor barang-barang seperti drone, peralatan pengawasan, chip komputer dan peralatan lain dari Barat tapi telah menemukan pemasok baru.

Begitu juga dengan penjualan minyak dan gas masih kuat, meskipun ada upaya untuk menghentikannya. Para pejabat Rusia mengatakan bahwa mereka memiliki banyak uang untuk membiayai perang mereka. Kekuatan Moskow yang terus berlanjut merupakan hasil yang memalukan bagi Amerika Serikat (AS) dan sekutunya. Negara-negara ini menguasai lebih dari separuh ekonomi global, dan mereka mencoba menggunakan pengaruhnya atas perdagangan dan keuangan untuk melemahkan Rusia.

Mereka berharap dapat membuat Presiden Rusia Vladimir Putin menjadi paria dan bahkan mungkin menghentikan perang. Namun upaya-upaya itu jelas gagal. Langkah-langkah terhadap Rusia jauh melampaui sanksi tradisional secara historis telah menargetkan perbankan besar dan kaum elit. Aturan-aturan tersebut membatasi seberapa banyak teknologi yang dapat diimpor Rusia dan mereka mengarahkan perusahaan-perusahaan pelayaran dan perusahaan asuransi untuk membatasi harga minyak Rusia di angka USD60 per barel jauh di bawah harga pasar.

Sanksi-sanksi tersebut sempat menaikkan harga banyak barang untuk warga sipil Rusia dan memaksa militer untuk membeli rudal dan semikonduktor yang lebih buruk. Ekspor perusahaan energi Rusia seperti Gazprom dan Rosneft ke Barat mengalami penurunan. Namun, ekonomi Rusia telah terbukti mampu beradaptasi dengan baik, sebagian berkat hubungannya dengan China. Mungkin terlihat mengejutkan bahwa Rusia dapat dengan cepat mengganti begitu banyak perdagangannya dengan AS, Jepang, dan Uni Eropa.

Namun, ekonomi global lainnya terutama China cukup besar sehingga pergeseran ini tidak membutuhkan waktu lama. China telah membuat sebagian besar dari apa yang dibutuhkan Rusia dan dapat membeli sebagian besar dari apa yang dijualnya.

Perdagangan antara China dan Rusia mencapai rekor tertinggi tahun lalu karena Rusia beralih ke mobil, elektronik, dan komponen senjata China. "China telah mengurangi rasa sakitnya," kata seorang ekonom perdagangan di Cornell University Eswar Prasad.

Perubahan lainnya adalah munculnya jaringan perusahaan pelayaran, perusahaan asuransi, dan pedagang minyak yang tidak tunduk pada aturan Barat. Jaringan ini, yang berbasis di negara-negara seperti Cina, India, dan Uni Emirat Arab, telah berkembang sejak perang dimulai untuk menyediakan saluran baru bagi minyak Rusia.

Baca Juga: Rusia Tegaskan China Terlalu Kuat untuk Hadapi Tekanan Barat

Berkat armada bayangan ini, Rusia dapat menyiasati batas harga minyak yang ditetapkan Barat dengan menggunakan perusahaan-perusahaan pelayaran yang tidak mematuhinya. Dan orang-orang Rusia masih mendapatkan TV, chip, dan ponsel melalui pedagang di Asia Tengah dan Timur Tengah yang membelinya dari Barat dan menjualnya dengan harga tinggi.

Barat memilih untuk tidak menerapkan beberapa tindakan keras, seperti embargo minyak penuh, karena khawatir hal itu dapat mengganggu ekonomi global. Tidak seperti beberapa negara yang pernah dijatuhi sanksi oleh AS sebelumnya seperti Kuba, Iran, dan Venezuela.

Rusia lebih terintegrasi ke dalam perdagangan dunia. Rusia mengekspor komoditas yang dibutuhkan negara lain, seperti baja dan pupuk. Dan Rusia masih menyediakan sebagian besar energi Eropa. Sanksi yang ditujukan kepada Rusia akan terasa hingga ke luar perbatasannya.

Sanksi Tak Bergigi

Sanksi-sanski tersebut terbukti tak bergigi. Sanksi yang mencoba membatasi akses Rusia ke teknologi dan penjualan minyak tidak efektif. AS memiliki pengaruh yang jauh lebih kecil terhadap sektor-sektor ini dibandingkan dengan sektor perbankan, yang terikat pada dolar. Langkah-langkah yang diberlakukan sejak 2022 membuat Rusia kesulitan. Namun, hal itu tidak cukup melukai ekonomi untuk membuat sebagian besar orang Rusia mempertanyakan perang.

"Seluruh dunia menentang kami, tetapi kami mengelola dengan cukup baik," kata Maria Snegovaya, seorang peneliti senior di Pusat Studi Strategis dan Internasional.

Para pejabat AS mengakui semua ini. Namun, mereka mengatakan bahwa mereka membebankan biaya yang harus ditimbang oleh negara-negara lain sebelum melanggar hukum internasional. Para pejabat menyebutnya sebagai kemenangan, bahkan jika tindakan itu tidak membuat Rusia jatuh ke dalam resesi atau mengakhiri perang.

Putin melihatnya secara berbeda. "Instrumen dan kebijakan AS tidak efektif," kata Putin dalam wawancaranya dengan Tucker Carlson. Dia tentu saja bukan satu-satunya pemimpin yang menyadari kegagalan AS untuk melumpuhkan Rusia. Ketika China ingin mengancam Taiwan atau India ingin membunuh musuh yang dianggap sebagai musuh di tanah asing, mereka akan tahu bahwa Washington tidak dapat mengubah Rusia menjadi paria ketika mereka melanggar aturan. Dengan cara itu, sanksi di Rusia telah mengekspos batas-batas kekuatan AS.

Bukti Nyata

Ekonomi Rusia berhasil melampaui AS dan Eropa tumbuh 3,6% tahun lalu meski dihujani beragam sanksi ekonomi yang kuat dan terputus dari pasar global utama. Pertumbuhan sebagian besar didorong peningkatan pengeluaran militer. Putin menegaskan ekonomi negara ini berhasil bertransisi dari pasar-pasar Barat dan memperluas swasembada sementara pada saat yang sama terus memperkuat kerja sama perdagangan baru.

Perekonomian Rusia diperkirakan akan terus tumbuh pada 2024. Dana Moneter Internasional (IMF) meningkatkan estimasi pertumbuhan ekonomi Rusia dengan memprediksi Produk Domestik Bruto (PDB) negara ini akan meningkat 3,2% pada 2024 naik dari proyeksi bulan Januari sebesar 2,6%. Proyeksi terbaru, menempatkan Rusia di depan sejumlah negara besar di Barat dalam hal pertumbuhan tahun ini, termasuk AS 2,7%, Inggris 0,5%, Prancis 0,7%, dan Jerman 0,2%.

Sistem keuangan Rusia terus berdaptasi karena terjadi pembatasan utang dan ekuitas. Dorongan dedolarisasi kemudian terjadi, mengurangi porsi deposito mata uang asing perusahaan dari 45% pada 2016 menjadi 25% pada 2022 dan pinjaman dalam mata uang asing dari 35% menjadi 15%. Di kalangan individu, simpanan dalam mata uang asing turun dari 25% menjadi di bawah 10%.

Pada 1 Juli 2023, utang perusahaan non-keuangan mencapai 50,6% dari PDB, sementara utang individu mencapai 20,4% dan utang pemerintah mencapai 16,1%. Tingkat ini lebih baik dibandingkan dengan negara-negara G20, di mana tingkat utang jauh lebih tinggi. Dedolarisasi telah membantu melindungi ekonomi Rusia dari guncangan keuangan eksternal. Pada musim semi 2023, misalnya, inflasi di AS dan keputusan Federal Reserve AS untuk menaikkan suku bunga mendorong penilaian ulang portofolio obligasi bank-bank AS.

Hal ini memberikan tekanan pada pasar ekuitas AS dan berkontribusi pada kebangkrutan beberapa pemberi pinjaman. Pasar Rusia, yang pada saat itu sebagian besar telah terputus dari sistem keuangan internasional yang berpusat di AS akibat sanksi, tidak terpengaruh oleh gejolak ini.

Pembekuan cadangan bank sentral Rusia sebesar USD300 miliar pada awal invasi skala penuh ternyata memiliki lebih banyak efek psikologis daripada efek praktis. Sejauh ini, belum ada kebutuhan untuk melakukan pencairan besar-besaran dari cadangan mata uang asing Rusia.



Kementerian Ekonomi Rusia memperkirakan pertumbuhan PDB tahun ini akan mencapai 3,6%, sama seperti tahun lalu. Banyak analis mengaitkan ketahanan ekonomi Rusia dalam menghadapi sanksi barat dengan peralihannya yang cepat ke Timur untuk perdagangan dan kebijakan ekonomi yang diterapkan untuk mengimbangi dampak pembatasan.

Tidak ada perbedaan mencolok ekonomi Rusia sebelum dan sesudah dihujani sanksi. Bagi sebagian besar orang Rusia, terutama mereka yang tinggal di kota-kota besar dampak sanksi terhadap kehidupan sehari-hari tidak terlalu signifikan menurut peneliti senior untuk Rusia dan Eurasia di program Eropa, Rusia, dan Eurasia di Pusat Studi Strategis dan Internasional Maria Snegovaya.

Inflasi akibat kenaikan harga telah diimbangi, sampai batas tertentu dengan upah yang lebih tinggi untuk pekerja karena pengangguran mendekati titik terendah dalam sejarah. Produk-produk barat yang keluar dari Rusia telah digantikan oleh produk-produk China.

Moskow secara umum telah belajar untuk menghindari pembatasan harga minyak yang sengaja dilakukan AS. Kementerian Keuangan Rusia memprediksi bahwa pada 2024 pendapatan minyak dan gas akan meningkat menjadi 11,5 triliun rubel atau USD124 miliar meningkat 30% dari tahun sebelumnya. Kepala Departemen Eropa IMF Alfred Kammer memproyeksikan ekonomi Rusia akan terus tumbuh dengan stabil pada 2024. Menyitir Russia Today, negara ini telah menikmati rebound dalam konsumsi, pertumbuhan upah riil, dan pasar tenaga kerja yang kuat.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0986 seconds (0.1#10.140)