Dedolarisasi Membara! Morgan Stanley Ungkap 3 Alasan Dominasi Dolar AS Tak Akan Pudar

Selasa, 21 Mei 2024 - 17:29 WIB
loading...
Dedolarisasi Membara!...
Status dolar AS (USD) sebagai mata uang utama bank sentral dan untuk perdagangan internasional, diyakini oleh Morgan Stanley tidak akan segera memudar, meski fenomena dedolarisasi terus menggema. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Status dolar Amerika Serikat (USD) sebagai mata uang utama bank sentral dan untuk perdagangan internasional, diyakini oleh Morgan Stanley tidak akan segera memudar. Sementara itu belakangan fenomena dedolarisasi terus menggema karena tingginya inflasi serta ketidakpastian global.



Salah satu yang antusias membuang dolar AS adalah aliansi BRICS, yaitu Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan yang pada tahun lalu memperluas keanggotaan mereka. Deretan negara berkembang tersebut bergerak untuk berupaya menggantikan dolar AS yang biasanya digunakan sebagai mata uang transaksi bilateral.

Tujuannya untuk melepaskan ketergantungan pada mata uang dolar AS. Langkah tersebut tidak membuat Morgan Stanley khawatir bahwa dolar AS pada akhirnya bisa dicopot sebagai mata uang yang paling banyak dipegang dan paling banyak digunakan di dunia.



Beberapa pengamat memperingatkan, mata uang rival seperti yuan China atau yen Jepang atau bahkan mata uang BRICS bersama dapat mengganggu statistik dolar. Tetapi ahli strategi Morgan Stanley, menerangkan alasan utama dominasi dolar tidak akan hilang dalam waktu dekat:

"Mata uang mana yang ingin Anda miliki ketika pasar saham global mulai turun, dan ekonomi global cenderung menuju resesi? Anda ingin memposisikan dalam dolar AS karena secara historis mempengaruhi nilai tukar terhadap peristiwa semacam itu," ungkap kepala strategi FX bank untuk pasar negara berkembang, James Lord dalam podcast pekan lalu seperti dilansir Business insider.

"Intinya, dolar menjadi Raja yang tidak memiliki penantang," ungkap Michael Zezas, kepala penelitian kebijakan publik AS.

3 faktor yang membuat dolar sebagai mata uang dominan di pasar keuangan:

1. Yuan tidak cukup likuid untuk menantang dolar

Yuan China oleh para pejabat di Beijing telah coba diposisikan sebagai penantang dolar di panggung dunia, namun para ekonomi menilainya tidak cukup likuid untuk benar-benar mengganggu dominasi greenback. Hal itu sebagian karena kontrol modal yang ketat oleh China pada mata uangnya, sehingga membatasi jumlah uang tunai yang dapat dibawa masuk dan keluar dari negara itu.

"Tampaknya tidak mungkin untuk menantang dolar AS secara berarti dalam waktu dekat. Untuk melakukannya, kami pikir China perlu melonggarkan kendali mata uangnya dan membuka rekening modal. Tampaknya Beijing tidak ingin melakukan ini dalam waktu dekat," kata Lord.

Selain itu kondisi ekonomi China menjadi pertanyaan, mengingat permintaan konsumen yang melorot dan krisis properti yang sedang berlangsung di negara tersebut.

"China mungkin membuat beberapa kemajuan dalam mendenominasi lebih banyak perdagangan bilateral dalam dolar AS, tetapi dampaknya terhadap metrik global dominasi mata uang kemungkinan akan bertambah," tambah Lord.

2. Kekhawatiran terhadap utang AS tidak akan mempengaruhi dolar

Kepercayaan terhadap dolar AS mulai memudar seiring meningkatnya kekhawatiran atas meningkatnya saldo utang AS. Pada tahun ini, pemerintah AS telah mengumpulkan utang lebih dari USD34 triliun untuk menyentuh rekor.

Namun, kondisi tersebut diyakini hanya berdampak kecil pada kepercayaan pada dolar AS, mengingat reputasi jangka panjang mata uang sebagai aset safe-haven yang sangat likuid. "Saya mengerti kekhawatirannya, tetapi untuk masa mendatang, tidak banyak yang bisa dilakukan," kata Zezas.

"Tergantung pada hasil pemilihan di AS, ada beberapa ekspansi fiskal, tetapi itu tidak mengerikan dalam pandangan kami, dan kecuali kami berpikir Fed tidak dapat melawan inflasi – dan ekonom kami pasti berpikir mereka bisa – maka sulit untuk melihat dolar menjadi mata uang yang tidak stabil," bebernya.

Inflasi AS telah mendingin secara dramatis dari level tertinggi sejak 2022, meskipun pengeluaran era pandemi dan tingkat utang meningkat. Harga konsumen tumbuh hanya 3,5% secara year to year di bulan Maret, menurut laporan inflasi terbaru, turun dari puncaknya 9,1% beberapa tahun lalu.

3. Crypto bukanlah alternatif yang layak

Sementara cryptocurrency seperti bitcoin terlalu fluktuatif untuk dianggap sebagai alternatif sejati terhadap dolar, kata ahli strategi.

"Jika saya memegang koin crypto yang naik, katakanlah, 10% sebulan, saya cenderung menggunakannya untuk perdagangan dan sebaliknya hanya menimbunnya di dompet saya untuk mendapatkan keuntungan dari apresiasi harganya," ungkap Kepala strategi FX G10 Morgan Stanley, David Adams.

Pakar ekonomi lainnya juga menepis kemungkinan dolar digulingkan dari status dominannya dalam waktu dekat. Menggusur mata uang dominan adalah sesuatu yang terjadi selama beberapa dekade, para ekonom sebelumnya mengatakan kepada Business Insider, karena butuh waktu bagi orang untuk beralih ke mata uang lain begitu mata uang dominan diakui sebagai alat simpan yang "aman."
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0983 seconds (0.1#10.140)