Gaji Jauh dari Layak, Buruh Tolak Pungutan Tapera

Selasa, 28 Mei 2024 - 19:12 WIB
loading...
Gaji Jauh dari Layak,...
Tak hanya buruh, pengusaha pun menolak pemotongan gaji untuk Tapera. FOTO/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Polemik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 perihal pelaksanaan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera , menuai penolakan serempak. Tak hanya buruh, pengusaha pun menolak pemotongan gaji pekerja sebesar 2,5% dan 0,5% dari perusahaan guna membantu pembiayaan pembelian rumah.

Koordinator Dewan Buruh Nasional Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos mengungkapkan Tapera hanya lah beban tambahan dari sepersekian potongan gaji melalui pembiayaan iuran BPJS kesehatan, pensiun hingga jaminan hari tua.

Dia mengatakan, kenyataannya upah buruh saat ini masih tergolong rendah terutama dalam kondisi bekerja di bawah Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang tidak mengedepankan nasib buruh.

"Kita kini harus mendapatkan pemotongan upah melalui program Tapera sedangkan masih jauh dari kata layak, ini adalah menambah beban kepada kaum buruh dan rakyat," ujar Nining, Selasa (28/5/2024).



Nining menambahkan pihaknya secara tegas menolak Tapera karena belum memasuki situasi penting sehingga diperlukannya pemotongan gaji tersebut. Dia meminta pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan buruh terutama melalui pendapatan yang layak dan status hubungan kerja yang manusiawi.

"Sebaiknya Tapera ini dibatalkan karena ini akan menambah beban bagi buruh dan rakyat. Selama ini buruh untuk memenuhi kebutuhan dasar saja, masih harus berhutang sana sini, apalagi ditambah beban melalui Tapera," tutur Nining.

Hal senada diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani. Dirinya menegaskan pihaknya menolak penerapan Tapera karena dinilai memberatkan beban iuran baik dari sisi pelaku usaha dan pekerja/buruh.

"Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan kembali diberlakukannya PP Nomor 21 Tahun 2024. Hal ini lantaran tambahan beban bagi pekerja 2,5% dan pemberi kerja 0,5% dari gaji yang tidak diperlukan," jelas Shinta.

Shinta menjelaskan, sebaiknya pemerintah memanfaatkan dana iuran BPJS Ketenagakerjaan jikalau dinilai perlu untuk pemanfaatan anggaran tabungan pembelian rumah rakyat. "Karena sebenarnya bisa memanfaatkan sumber pendanaan dari dana BPJS Ketenagakerjaan," katanya.



Dia melanjutkan, selain itu pemerintah juga bisa menggunakan Manfaat Layanan Tambahan (MLT) dari sumber dana program JHT (Jaminan Hari Tua), sebagai fasilitas perumahan Tapera tersebut.

"Sesuai regulasi PP No.55/2015 Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, maka aset JHT sebesar 460 Trilyun dapat di gunakan untuk program MLT perumahan Pekerja. Dana MLT yang tersedia sangat besar dan sangat sedikit pemanfaatannya," lugas Shinta.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1685 seconds (0.1#10.140)