Dolar Turun Tipis, Rupiah Masih Bertengger di Rp16.253
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nilai tukar (kurs) rupiah pada perdagangan hari ini ditutup menguat 12 poin atau 0,08% ke level Rp16.253 setelah sebelumnya melemah di level Rp16.265 per dolar AS. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah sempat dibuka pada level Rp16.252 per dolar AS.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, dolar AS dipengaruhi Departemen Perdagangan melaporkan perekonomian AS tumbuh pada tingkat tahunan sebesar 1,3% dari bulan Januari hingga Maret, turun dari perkiraan awal sebesar 1,6% setelah revisi ke bawah pada belanja konsumen.
"Penurunan peringkat pertumbuhan kuartal pertama terjadi menyusul lemahnya data penjualan ritel dan belanja peralatan, yang berkontribusi terhadap berkurangnya perkiraan penurunan suku bunga Federal Reserve," tulis Ibrahim dalam risetnya, Jumat (31/5/2024).
Lonjakan dua hari sebesar 15 basis poin di atas 4,6% untuk imbal hasil Treasury jangka panjang telah membantu mendorong dolar ke level tertinggi dua minggu pada hari Rabu dengan meningkatkan daya tarik utang AS. Dan sejumlah pejabat Federal Reserve memperingatkan dalam beberapa pekan terakhir bahwa bank sentral kurang percaya diri untuk mulai memangkas suku bunga, di tengah tingginya inflasi.
Rilis indeks harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi ukuran inflasi pilihan The Fed – pada hari Jumat dapat memberikan indikasi lebih lanjut tentang bagaimana bank sentral dapat melanjutkan penurunan suku bunga pada akhir tahun ini.
Ekspektasi terhadap penurunan suku bunga The Fed tahun ini telah berkurang di tengah tanda-tanda inflasi yang stagnan, yang terbaru adalah peningkatan mengejutkan dalam sentimen konsumen yang dirilis pada hari Selasa.
Dari sentimen domestik, kondisi global yang bermasalah akibat tensi geopolitik di timur tengah dan eropa yang terus memanas membuat perekonomian global bermasalah, terbukti dengan turunnya Produk Domestik Bruto (PDB) AS kuartal pertama 2024 yang rendah. Dan ini akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia di Kuartal Kedua 2024.
Guna untuk mengangkat konsumsi masyarakat kembali bangkit maka pemerintah harus kembali menggelontorkan stimulus berupa Bantuan Sosial (Bansos) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT), sehingga dampak dari kenaikan harga-harga bisa diimbangi dengan bantuan tersebut walaupun hanya 10 Kg per keluarga.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, dolar AS dipengaruhi Departemen Perdagangan melaporkan perekonomian AS tumbuh pada tingkat tahunan sebesar 1,3% dari bulan Januari hingga Maret, turun dari perkiraan awal sebesar 1,6% setelah revisi ke bawah pada belanja konsumen.
"Penurunan peringkat pertumbuhan kuartal pertama terjadi menyusul lemahnya data penjualan ritel dan belanja peralatan, yang berkontribusi terhadap berkurangnya perkiraan penurunan suku bunga Federal Reserve," tulis Ibrahim dalam risetnya, Jumat (31/5/2024).
Lonjakan dua hari sebesar 15 basis poin di atas 4,6% untuk imbal hasil Treasury jangka panjang telah membantu mendorong dolar ke level tertinggi dua minggu pada hari Rabu dengan meningkatkan daya tarik utang AS. Dan sejumlah pejabat Federal Reserve memperingatkan dalam beberapa pekan terakhir bahwa bank sentral kurang percaya diri untuk mulai memangkas suku bunga, di tengah tingginya inflasi.
Rilis indeks harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi ukuran inflasi pilihan The Fed – pada hari Jumat dapat memberikan indikasi lebih lanjut tentang bagaimana bank sentral dapat melanjutkan penurunan suku bunga pada akhir tahun ini.
Ekspektasi terhadap penurunan suku bunga The Fed tahun ini telah berkurang di tengah tanda-tanda inflasi yang stagnan, yang terbaru adalah peningkatan mengejutkan dalam sentimen konsumen yang dirilis pada hari Selasa.
Dari sentimen domestik, kondisi global yang bermasalah akibat tensi geopolitik di timur tengah dan eropa yang terus memanas membuat perekonomian global bermasalah, terbukti dengan turunnya Produk Domestik Bruto (PDB) AS kuartal pertama 2024 yang rendah. Dan ini akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia di Kuartal Kedua 2024.
Guna untuk mengangkat konsumsi masyarakat kembali bangkit maka pemerintah harus kembali menggelontorkan stimulus berupa Bantuan Sosial (Bansos) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT), sehingga dampak dari kenaikan harga-harga bisa diimbangi dengan bantuan tersebut walaupun hanya 10 Kg per keluarga.