Digempur Produk Impor, Industri Bahan Baku Plastik Perlu Dilindungi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rencana Kementerian Keuangan RI (Kemenkeu) melindungi industri manufaktur dari gempuran produk impor dengan mengeluarkan aturan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) mendapatkan sorotan. Guru Besar Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (UGM) Panut Mulyono mengatakan, langkah Kemenkeu melindungi industri dalam negeri patut diberikan apresiasi.
"Aturan ini diharapkan mampu melindungi industri lokal dari gempuran produk impor. Namun perlu diingat, aturan BMAD dan BMTP ini jangan hanya fokus untuk melindungi industri tekstil, barang elektronik, alas kaki, dan keramik saja. Industri manufaktur lainnya yang berperan penting dalam rantai pasok industri nasional juga membutuhkan perlindungan serupa, misalnya industri petrokimia," ujar Panut di Jakarta, Selasa (2/7/2024).
Panut menjelaskan, industri petrokimia, yang mencakup produksi plastik dari hulu hingga hilir merupakan industri strategis yang memerlukan perlindungan dan pengembangan serius mengingat peran pentingnya dalam mendukung industri hilir untuk berbagai industri lainnya.
Selain penting terhadap rantai pasok berbagai sektor, rantai industri petrokimia, yakni plastik hulu, intermediate, dan hilir sangat banyak menyerap tenaga kerja. Apabila ini tidak dilindungi, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dikhawatirkan akan semakin meluas dan ancaman deindustrialisasi semakin nyata sehingga membuat ekonomi Indonesia terpukul.
Sebagai gambaran, saat ini industri petrokimia hulu merupakan penghasil bahan baku plastik untuk industri hilir pendukung kemasan industri makanan, minuman, kosmetik, farmasi, dan lain-lain tengah mengalami tekanan serius karena membanjirnya produk impor bahan baku plastik dengan harga murah.
Lebih lanjut, industri petrokimia dalam negeri juga semakin diberatkan dengan pencabutan Larangan dan Pembatasan (Lartas) impor bahan baku plastik pasca penerapan Permendag 8 Tahun 2024.
Proteksi terhadap industri petrokimia semakin tipis dan berdampak pada daya serap produk lokal yang menjadi kurang diminati. Jika dibiarkan dapat berimbas pada menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat karena kegiatan produksi dalam negeri terganggu.
Lebih lanjut, dengan adanya perlindungan dari produk impor yang dijual dengan harga dumping, industri petrokimia dapat meningkatkan kapasitas produksinya untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Perlindungan melalui Lartas, BMAD, dan BMPT dapat memberikan ruang yang lebih luas bagi industri petrokimia untuk berkembang, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi ketergantungan nasional pada bahan baku impor.
"Jika tidak ada perbaikan terkait dengan hal ini, maka prospek industri petrokimia hulu akan semakin suram, dan penyediaan lapangan kerja bagi generasi muda menjadi terganggu," jelas Panut.
Mengutip data Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), industri petrokimia nasional sedang terancam serbuan impor bahan baku plastik ke pasar domestik seiring kondisi oversupply produksi pabrik petrokimia di China.
"Aturan ini diharapkan mampu melindungi industri lokal dari gempuran produk impor. Namun perlu diingat, aturan BMAD dan BMTP ini jangan hanya fokus untuk melindungi industri tekstil, barang elektronik, alas kaki, dan keramik saja. Industri manufaktur lainnya yang berperan penting dalam rantai pasok industri nasional juga membutuhkan perlindungan serupa, misalnya industri petrokimia," ujar Panut di Jakarta, Selasa (2/7/2024).
Panut menjelaskan, industri petrokimia, yang mencakup produksi plastik dari hulu hingga hilir merupakan industri strategis yang memerlukan perlindungan dan pengembangan serius mengingat peran pentingnya dalam mendukung industri hilir untuk berbagai industri lainnya.
Selain penting terhadap rantai pasok berbagai sektor, rantai industri petrokimia, yakni plastik hulu, intermediate, dan hilir sangat banyak menyerap tenaga kerja. Apabila ini tidak dilindungi, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dikhawatirkan akan semakin meluas dan ancaman deindustrialisasi semakin nyata sehingga membuat ekonomi Indonesia terpukul.
Sebagai gambaran, saat ini industri petrokimia hulu merupakan penghasil bahan baku plastik untuk industri hilir pendukung kemasan industri makanan, minuman, kosmetik, farmasi, dan lain-lain tengah mengalami tekanan serius karena membanjirnya produk impor bahan baku plastik dengan harga murah.
Lebih lanjut, industri petrokimia dalam negeri juga semakin diberatkan dengan pencabutan Larangan dan Pembatasan (Lartas) impor bahan baku plastik pasca penerapan Permendag 8 Tahun 2024.
Proteksi terhadap industri petrokimia semakin tipis dan berdampak pada daya serap produk lokal yang menjadi kurang diminati. Jika dibiarkan dapat berimbas pada menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat karena kegiatan produksi dalam negeri terganggu.
Lebih lanjut, dengan adanya perlindungan dari produk impor yang dijual dengan harga dumping, industri petrokimia dapat meningkatkan kapasitas produksinya untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Perlindungan melalui Lartas, BMAD, dan BMPT dapat memberikan ruang yang lebih luas bagi industri petrokimia untuk berkembang, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi ketergantungan nasional pada bahan baku impor.
"Jika tidak ada perbaikan terkait dengan hal ini, maka prospek industri petrokimia hulu akan semakin suram, dan penyediaan lapangan kerja bagi generasi muda menjadi terganggu," jelas Panut.
Mengutip data Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), industri petrokimia nasional sedang terancam serbuan impor bahan baku plastik ke pasar domestik seiring kondisi oversupply produksi pabrik petrokimia di China.
(nng)