Keraguan Industri terhadap Sektor Mineral Kritis, Apa Sebabnya?

Senin, 22 Juli 2024 - 06:53 WIB
loading...
Keraguan Industri terhadap...
Banyak perusahaan masih enggan berinvestasi pada sektor mineral kritis dan proyek transisi energi, pelaku industri ungkap sebabnya saat World Materials Forum di Paris. Foto/Dok
A A A
PARIS - Banyak perusahaan masih enggan berinvestasi pada sektor mineral kritis dan proyek transisi energi , mengingat ketidakpastian tentang permintaan konsumen untuk Electric Vehicle (EV) atau kendaraan listrik. Selain itu para pelaku industri juga meragukan komitmen pemerintah terhadap gerakan zero karbon.



Gambaran jangka panjang secara global menerangkan, bahwa dunia membutuhkan sejumlah besar bahan baku mineral seperti lithium, kobalt dan tembaga sebagai upaya dunia menghentikan penggunaan bahan bakar fosil. Namun gerakan transisi energi dipertanyakan untuk beberapa tahun ke depan, pada gelaran World Materials Forum di Paris, pekan lalu.

Baik Uni Eropa dan 12 negara bagian AS (Amerika Serikat) memiliki rencana melarang penjualan mobil bensin pada 2035, mendatang. Meski begitu rencana ini masih menemui penolakan dari beberapa pihak.

"Saya pikir ada banyak keraguan saat ini bahwa ini akan terjadi," kata Mathias Miedreich, mantan CEO Belgium recycling and battery materials group Umicore dalam konferensi tersebut.

"Itu membuatnya sangat sulit untuk berinvestasi," sambungnya.



Pada bulan Mei, Miedreich mengundurkan diri dari Umicore, yang menurunkan perkiraan laba 2024 pada bulan berikutnya karena proyeksi permintaan yang lemah untuk bahan baterai karena pasar EV yang melambat. Penjualan mobil baterai-listrik di UE turun 12% pada bulan Mei dari tahun sebelumnya.

"Pembiayaan bukanlah masalah besar beberapa tahun yang lalu," kata Stephane Michel, presiden unit TotalEnergies Gas, Renewables & Power.

"Anda masih dapat mendapatkan modal saat ini, tetapi Anda harus memiliki proyek yang tepat," jelasnya.

TotalEnergies adalah bagian dari usaha patungan baterai ACC EV termasuk di dalamnya pembuat mobil Stellantis dan Mercedes, yang bulan lalu menghentikan rencana untuk membuat pabrik di Jerman dan Italia.

Sementara itu seorang eksekutif dari grup bahan kimia utama Eropa yang memasok bahan baterai mengatakan, banyak perusahaan berasumsi bahwa akan ada penundaan sekitar dua tahun dalam transisi energi ketika proyeksi saat ini di 2030 bakal mundur kembali hingga 2032.

"Itulah pandangannya sekarang, tetapi itu bisa berubah dan menjadi lebih serius, sulit untuk mengatakannya," kata eksekutif itu kepada Reuters, yang menolak disebutkan namanya karena dia tidak berwenang untuk berbicara kepada media.

Sedangkan salah satu eksekutif perusahaan global yang terlibat dalam bahan baterai EV mengatakan, permintaan untuk bahan mineral pemting di China dan Asia bertahan lebih baik daripada di Eropa dan Amerika Serikat.

"Pertanyaannya adalah di mana kita menempatkan kapasitas kita selanjutnya. Anda harus sangat gesit, pasar bergerak sangat cepat," katanya.

Di sisi lain Amerika Serikat (AS) mengincar kerja sama mineral kritis dengan Indonesia. Pemerintah AS menganggap kerja sama tersebut bakal banyak mendatangkan investasi.

Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Bidang Pertumbuhan Ekonomi, Energi, dan Lingkungan, Jose W. Fernandez menuturkan terdapat potensi besar dalam kerja sama mineral kritis dengan Indonesia, sehingga pihaknya terus mendiskusikan perjanjian mineral kritis.

Dia menuturkan bahwa diskusi mengenai perjanjian mineral kritis tengah berlangsung, tetapi pihaknya tidak dapat memberikan rincian timeline lebih lanjut.

“Tetapi ini adalah diskusi yang positif dan kami ingin bekerja menuju perjanjian mineral kritis yang akan memungkinkan lebih banyak perusahaan dari Amerika Serikat dan tempat lain untuk berinvestasi di industri mineral kritis di sini, di Indonesia,” jelasnya dalam roundtable media briefing di Kedutaan Besar AS di Jakarta, Senin (15/7/2024).
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1128 seconds (0.1#10.140)