Dipanggil Jokowi, Bos KCIC Buka Suara Soal Proyek Whoosh Rugikan WIKA Rp7,12 Triliun

Rabu, 24 Juli 2024 - 16:13 WIB
loading...
Dipanggil Jokowi, Bos...
Jokowi memanggil dua pejabat dirut KCIC dan wamen BUMN di tengah isu proyek kereta cepat Whoosh menjadi salah satu sumber kerugian WIKA. FOTO/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo dan Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi dipanggil Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Rabu (24/72024).

Presiden Jokowi memanggil dua pejabat tersebut di tengah isu kereta cepat Whoosh menjadi salah satu sumber kerugian PT Wijaya Karya (WIKA). Proyek Whoosh berkontribusi dalam kerugian WIKA mencapai Rp7,12 triliun tahun lalu. Hal ini mewajibkan perseroan menerbitkan obligasi senilai Rp12 triliun demi memenuhi penyertaan modal proyek sepur kilat Jakarta-Bandung.

Direktur Utama PT KCIC Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan perusahaan akan membayarkan penagihan sesuai kontrak rekayasa pengadaan dan konstruksi atau engineering, procurement and construction (EPC) yang berlaku. Menurut Dwiyana, dalam proyek KCIC WIKA bertindak sebagai kontraktor.

"Artinya, semua penagihan dari kontraktor itu harus mengikuti semua yang ada di klausul di kontrak EPC (Engineering Procurement Construction, semua harus GCG (Good Corporate Governance)," ujar dia.



Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, Agung Budi Waskito sebelumnya menyatakan, beban bunga utang proyek Kereta Cepat Whoosh sangat tinggi dan membebani kinerja keuangan emiten bersandi saham WIKA. Akibatnya, perusahaan mencatatkan kerugian konsolidasi hingga Rp56 triliun.

Agung mengaku, tingginya penyertaan untuk proyek kereta cepat ini membuat perseroan semakin rajin untuk menerbitkan obligasi untuk mendapatkan pinjaman. Bahkan total beban bunga yang ditanggung perseroan lewat penerbitan obligasi tembus Rp11 triliun.



Sehingga, dengan pinjaman yang cukup besar ini di dalam laporan tadi ada dua komponen. Pertama adalah beban bunga yang tinggi yang kedua adalah beban lain-lainnya.

"Pertama adalah beban bunga yang memang cukup tinggi. Yang kedua adalah beban lain-lain di antaranya mulai tahun 2022 itu kita juga sudah mulai mencatat adanya kerugian dari PSBI atau Kereta Cepat yang tiap tahun juga cukup besar," jelas Agung.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2110 seconds (0.1#10.140)