Komunitas Kretek Nilai Terbitnya PP 28/2024 Matikan Demokrasi di Indonesia

Jum'at, 02 Agustus 2024 - 09:18 WIB
loading...
Komunitas Kretek Nilai...
Pedagang warung pinggir jalan akan dirugikan mengingat pemasukan terbesar mereka adalah dari penjualan rokok eceran. FOTO/Shutterstok
A A A
JAKARTA - Komunitas Kretek berpandangan, terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang disahkan Presiden Jokowi dinilai hendak mematikan industri kretek Indonesia.

"Bukan hanya dari sisi ekonomi saja, melainkan pasal-pasal tersebut turut memberangus demokrasi yang sudah dirawat selama berpuluh-puluh tahun," Juru bicara Komunitas Kretek, Atfifudin, Jumat (2/8/2024).

Menurutnya, rokok itu produk legal. Meski dibatasi, harusnya tidak dimatikan sedemikian rupa ruang geraknya. Jika dibuat aturan yang seperti itu, sama saja dengan mematikan industrinya.

"Kami dengan tegas menolak seluruh pasal terkait tembakau di PP 28/2024. Karena dapat dipastikan aturan tersebut merugikan banyak pihak terutama dari stakeholder industri hasil tembakau. Nantinya banyak pihak yang akan kehilangan mata pencaharian," terangnya.

Baca Juga: Jokowi Teken PP Nomor 28/2024, Pedagang Dilarang Jual Rokok Eceran

Hasil kajian litigasi Komunitas Kretek, banyak pasal bermasalah di PP 28/2024. Misalnya, larangan menjual rokok secara eceran yang merugikan banyak pihak, terutama pedagang asongan, warung kelontong, dan konsumen.

"Pedagang asongan akan dirugikan mengingat pemasukan terbesar mereka adalah dari penjualan rokok eceran. Pun dengan warung kelontong yang mendapatkan laba lebih besar dari rokok eceran," imbuhnya.

Terkait Kawasan Tanpa Rokok, lanjut dia, juga bermasalah. PP 28/2024 mengatur pembuatan tempat khusus merokok yang terpisah dari bangunan utama. Hal ini, menurut Atfi, akan susah diwujudkan oleh pengelola tempat kerja dan tempat umum lainnya.

“Keadilan terhadap perokok harus ditegakkan. Perokok adalah bagian penting dalam pendapatan negara. Para perokok harus mendapatkan tempat yang layak dan aksesebel. Jangan sampai dengan ruang merokok yang jauh dari jangkauan, malah membuat para perokok merokok sembarangan,” imbuh Atfi.

Lalu perihal iklan rokok yang terus diperketat. Atfi menilai aturan ini terlalu bar-bar. Karena dalam Pasal 446 ada pelarangan untuk mengiklankan di media sosial berbasis digital. Pun lebih parahnya lagi Kominfo akan diperbolehkan untuk membekukan akun-akun yang mengiklankan soal rokok.

“Nantinya, kelompok-kelompok yang menjadi penyeimbang seperti Komunitas Kretek yang memberi edukasi justru potensial diblokir dari internet, dan hal ini sama saja dengan membunuh demokrasi di Indonesia," jelas Atfi.

Baca Juga: Buntut Kenaikan Cukai, DPR Khawatir Rokok Ilegal Makin Menjamur

Melihat pasal-pasal bermasalah tersebut Atfi mengatakan ini bukan hanya lonceng kematian untuk Industri Hasil Tembakau, melainkan pukulan telak yang menghantam segala lini di Industri Hasil Tembakau. Padahal Industri Hasil Tembakau telah memberikan banyak kontribusi untuk negara ini dari mulai hulu sampai hilir.

"Oleh karena itu alangkah bijaknya ketika pemerintah mencabut PP Nomor 28 Tahun 2024 dan membicarakan kemudian membicarakan dengan stakeholder dan pihak-pihak yang bersinggungan dengan Industri Hasil Tembakau. Karena pemerintah ini terlalu gegabah untuk memutuskan aturan ini dan justru dalam peraturan ini pemerintah telah mengerus demokrasi itu sendiri," pungkas Atfi.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1306 seconds (0.1#10.140)