Lagi, RI Ekspor Buah Manggis ke China
A
A
A
JAKARTA - Ekspor manggis Indonesia ke sejumlah negara terus berjalan seiring banyaknya peminat dari pasar luar negeri terhadap buah tropis eksotik yang dikenal sebagai The Queen of Fruits dengan segudang manfaat. Selain daging buahnya segar, ekstraksi kulit manggis banyak menjadi bahan baku industri farmasi dan kosmetik di negara tujuan ekspor. Negara empat musim seperti China dan Eropa menjadi salah satu destinasi favorit ekspor buah-buahan tropis termasuk manggis.
"Kita kembali ekspor manggis via Pelabuhan Tanjung Priok dan Bandara Internasional Minangkabau, melanjutkan rangkaian ekspor manggis sebelumnya. Pekan pertama September ini diberangkatkan 80 ton oleh PT Bumi Alam Sumatera melalui Pelabuhan Tanjung Priok dan sekitar 6,5 ton diberangkatkan dari Bandara Internasional Minangkabau oleh PT Buah Segar," ujar Direktur Buah dan Florikultura, Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian, Liferdi Lukman di Padang, Selasa (10/9).
Sambung dia menyebutkan, tujuan ekspor utama adalah China, dimana Manggis tersebut berasal dari Pasaman, Agam, Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Sebagian lagi ada yang dari Penyabungan atau Mandailing Natal Sumatera Utara. "Sejak Januari hingga awal September 2019 ini, kedua eksportir tersebut sudah mengekspor 3 ribu ton lebih manggis," tambah Liferdi.
Menurutnya, seiring peningkatan dan dinamika ekspor, Direktorat Jenderal Hortikultura akan membentuk kawasan manggis. Hal itu lantaran selama ini lahan buah cenderung spot-spot menyebar sehingga menyebabkan kontinuitas dan volume pasokan tidak stabil.
"Sudah saatnya pengembangan kawasan buah berorientasi ekspor termasuk manggis berkembang dengan pendekatan korporasi. Luas kawasannya harus memenuhi skala ekonomi, lengkap dengan kelembagaan usahatani dan perangkat hulu hilirnya. Tentu ini perlu melibatkan beberapa instansi dan K/L terkait, kami tidak bisa sendirian," ujar Liferdi.
Direktur PT. Bumi Alam Sumatera, Bayu Veski mengaku senang dengan komitmen Kementan mendorong ekspor manggis. Menurutnya saat ini kebun manggis milik kelompok tani yang memasoknya sudah banyak yang mengantongi sertifikat registrasi kebun GAP (Good Agricultural Practices) dari dinas pertanian setempat. "Sertifikat GAP tersebut ternyata sangat bermanfaat karena produk manggis petani jadi mudah dipasarkan terutama untuk ekspor," tambah Bayu.
Bayu menyebutkan harga juga bagus, di kisaran Rp18.000 sampai dengan Rp21.000 per kg. Dirinya meyakini apabila harga terus stabil, petani tentu akan lebih bersemangat lagi merawat kebunnya.
Data BPS mencatat terjadi kenaikan nilai ekspor manggis sepanjang Januari-Juni 2019 mencapai USD32.3000 atau naik 58,7% dibanding periode sama tahun sebelumnya yang hanya USD20.400. Volume ekspor manggis segar sepanjang 2018 sebanyak 38.800 ton, melonjak 324% dibanding 2017 yang hanya 29.700 ton.
Rata-rata ekspor manggis mencapai 3.200 ton setiap bulan berasal dari sentra-sentra utama seperti Agam, Pasaman, Limapuluh kota, Subang, Sukabumi dan sebagainya. Manggis banyak diminati Hongkong, China, Australia, Malaysia, Uni Emirat Arab, Saudi Arabia, Perancis, Belanda dan negara-negara di Timur Tengah serta Eropa lainnya.
"Kita kembali ekspor manggis via Pelabuhan Tanjung Priok dan Bandara Internasional Minangkabau, melanjutkan rangkaian ekspor manggis sebelumnya. Pekan pertama September ini diberangkatkan 80 ton oleh PT Bumi Alam Sumatera melalui Pelabuhan Tanjung Priok dan sekitar 6,5 ton diberangkatkan dari Bandara Internasional Minangkabau oleh PT Buah Segar," ujar Direktur Buah dan Florikultura, Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian, Liferdi Lukman di Padang, Selasa (10/9).
Sambung dia menyebutkan, tujuan ekspor utama adalah China, dimana Manggis tersebut berasal dari Pasaman, Agam, Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Sebagian lagi ada yang dari Penyabungan atau Mandailing Natal Sumatera Utara. "Sejak Januari hingga awal September 2019 ini, kedua eksportir tersebut sudah mengekspor 3 ribu ton lebih manggis," tambah Liferdi.
Menurutnya, seiring peningkatan dan dinamika ekspor, Direktorat Jenderal Hortikultura akan membentuk kawasan manggis. Hal itu lantaran selama ini lahan buah cenderung spot-spot menyebar sehingga menyebabkan kontinuitas dan volume pasokan tidak stabil.
"Sudah saatnya pengembangan kawasan buah berorientasi ekspor termasuk manggis berkembang dengan pendekatan korporasi. Luas kawasannya harus memenuhi skala ekonomi, lengkap dengan kelembagaan usahatani dan perangkat hulu hilirnya. Tentu ini perlu melibatkan beberapa instansi dan K/L terkait, kami tidak bisa sendirian," ujar Liferdi.
Direktur PT. Bumi Alam Sumatera, Bayu Veski mengaku senang dengan komitmen Kementan mendorong ekspor manggis. Menurutnya saat ini kebun manggis milik kelompok tani yang memasoknya sudah banyak yang mengantongi sertifikat registrasi kebun GAP (Good Agricultural Practices) dari dinas pertanian setempat. "Sertifikat GAP tersebut ternyata sangat bermanfaat karena produk manggis petani jadi mudah dipasarkan terutama untuk ekspor," tambah Bayu.
Bayu menyebutkan harga juga bagus, di kisaran Rp18.000 sampai dengan Rp21.000 per kg. Dirinya meyakini apabila harga terus stabil, petani tentu akan lebih bersemangat lagi merawat kebunnya.
Data BPS mencatat terjadi kenaikan nilai ekspor manggis sepanjang Januari-Juni 2019 mencapai USD32.3000 atau naik 58,7% dibanding periode sama tahun sebelumnya yang hanya USD20.400. Volume ekspor manggis segar sepanjang 2018 sebanyak 38.800 ton, melonjak 324% dibanding 2017 yang hanya 29.700 ton.
Rata-rata ekspor manggis mencapai 3.200 ton setiap bulan berasal dari sentra-sentra utama seperti Agam, Pasaman, Limapuluh kota, Subang, Sukabumi dan sebagainya. Manggis banyak diminati Hongkong, China, Australia, Malaysia, Uni Emirat Arab, Saudi Arabia, Perancis, Belanda dan negara-negara di Timur Tengah serta Eropa lainnya.
(akr)