Produksi Minyak Arab Saudi Telah Pulih Setelah Serangan 14 September

Jum'at, 04 Oktober 2019 - 13:00 WIB
Produksi Minyak Arab...
Produksi Minyak Arab Saudi Telah Pulih Setelah Serangan 14 September
A A A
MOSKOW - Menteri Energi Kerajaan Arab Saudi, Pangeran Abdulaziz bin Salman, menegaskan bahwa produksi minyak Arab Saudi telah kembalu pulih ke tingkat sebelum serangan 14 September lalu, terhadap dua instalasi minyak utama.

"Kami bahkan telah melampaui produksi 9,9 juta barel per hari (bph), kapasitas produksi yang stabil. Seperti yang telah kami tegaskan sebelumnya, kami akan kembali beroperasi pada November. Kami akan berada di 11,3 juta bph," tandas Pangeran Abdulaziz dalam pertemuan di Moskow, seperti dilansir Saudi Gazette, Jumat (4/10/2019).

Serangan 14 September di fasilitas pemrosesan minyak utama Saudi Aramco di Abqaiq dan Khurais telah menghentikan sementara pasokan minyak mentah, yaitu 5,7 juta bph. Angka tersebut setara 5% dari pasokan minyak global.

Sementara itu, pada Agustus lalu, Administrasi Informasi Energi Amerika Serikat memperkirakan produksi minyak mentah Arab Saudi sebanyak 9,9 juta barel per hari. Baca: Serangan Drone ke Kilang Bikin Produksi Minyak Saudi Berkurang 5,7 Juta Barel

Meski produksi telah kembali, Arab Saudi tetap akan menjaga komitmen OPEC+ soal pemangkasan produksi, dengan menjaga produksi minyak tetap di 10,3 juta barel per hari.

OPEC dan sekutunya yang dipimpin Rusia, dikenal sebagai OPEC+, sejak tahun lalu sepakat memotong pasokan minyak sebesar 1,2 juta bph demi mendukung harga. Pemotongan ini berlaku sejak 1 Januari 2019.

"Kami tetap melanjutkan (kesepakatan), kami di industri energi punya beberapa tantangan, terutama soal IPO (penawaran saham perdana). Kami ingin memastikan IPO Saudi Aramco berjalan sukses," kata Pangeran Abdulaziz.

Para pemimpin energi dari seluruh dunia berkumpul di Moskow, Rusia, selama seminggu untuk membahas berbagai hal, mulai dari prospek energi global hingga tantangan dalam pengembangan energi terbarukan.

Dalam pertemuan, Pangeran Abdulaziz dan Menteri Energi Rusia Alexander Novak juga menyoroti permintaan minyak di masa depan. "Permintaan minyak akan lebih rendah pada 2019 dibandingkan 2018 dan pertumbuhannya akan 1,8 juta barel per hari. Tahun lalu, permintaan minyak 1,5 juta barel per hari, karena dipengaruhi oleh status ekonomi global," kata Novak selama diskusi panel.

Sementara itu, Pangeran Abdulaziz mengomentari soal kekhawatiran resesi ekonomi global. Ia mengatakan satu-satunya cara untuk mengatasi ancaman resesi adalah dengan perbaikan di masalah perdagangan. Baca: Hasilkan Rp1.576 Triliun, Saudi Aramco Jadi Perusahaan Paling Untung di Dunia

Ia pun menambahkan OPEC+ yang seharusnya memproduksi 10,3 juta bph, akan secara sukarela mengurangi produksi ke tingkat yang lebih rendah demi memperbaiki tata kelola perdagangan dan harga. Karena selama ini pasokan minyak sudah melimpah. Dengan cara ini akan menjaga harga minyak secara jangka panjang.

"Kami (OPEC+) sekarang telah meninggalkan pengaturan sementara dan memilih ke pengaturan yang memilih hubungan jangka panjang antara OPEC dan non OPEC. Jadi kami tetap memperhatikan dan bertanggung jawab terhadap konsumen kami," ujar Pangeran Abdulaziz.

Dan ia menambahkan sulit untuk memprediksi pasar minya dan perkiraan harga. "Yang jelas kami akan tetap bersekutu dengan alinsi kami," kata Pangeran Abdulaziz seperti disampaikan ke Al-Arabiya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1597 seconds (0.1#10.140)