RI Makin Tergantung Impor Minyak, Kebutuhan Energi Terbarukan Mendesak

Senin, 07 Oktober 2019 - 16:21 WIB
RI Makin Tergantung Impor Minyak, Kebutuhan Energi Terbarukan Mendesak
RI Makin Tergantung Impor Minyak, Kebutuhan Energi Terbarukan Mendesak
A A A
JAKARTA - Kebutuhan terhadap energi baru dan terbarukan (EBT) pasca industrialisasi saat ini kian mendesak. Secara nasional, Indonesia mulai mengalami gap antara ketersediaan dan permintaan energi.

Hal ini terutama terjadi pada energi yang berbasis fosil. Produksi minyak bumi terus menurun, sedangkan konsumsi BBM terus naik. Alhasil, Indonesia menjadi bergantung pada impor, baik BBM maupun minyak mentah.

Untuk itulah, dibutuhkan perhatian dari semua pemangku kebijakan untuk lebih menaruh perhatian pada sektor energi baru dan terbarukan. "Jika kita ingin mengedepankan kedaulatan dan kemandirian energi, maka energi terbarukan adalah pilihan yang tepat," kata Ketua Senat PP IKA ITS, Ridwan Hisjam saat memberikan materi dalam rountable discussion bertajuk "Energi Nabati untuk Meningkatan Ketahanan Energi Nasional dan Menghemat Devisa Negara" di Hotel Bidakara, Senin (7/10/2019).

Acara ini diselenggarakan oleh Centre for Energy and Innovation Technology Studies (CENITS) bekerja sama dengan Ikatan Alumni Jerman (IAJ), Jejaring Alumni Jerman dan Returning Expert Indonesia (Jari) serta Ikatan Alumni Program Habibie (IAPH).

Menurut alumnus Teknik Perkapalan ITS tersebut, setidaknya terdapat tiga hal yang melatarbelakangi perlunya memanfaatkan energi terbarukan/energi nabati. Pertama, impor minyak mentah dan BBM yang menggerus devisa negara.

Kedua, minyak sawit yang menjadi andalan ekspor Indonesia sedang mengalami penolakan di Eropa. Ketiga, Indonesia sudah meneken komitmen untuk ikut andil dalam menangani perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan.

Ridwan Hisjam yang menjadi keynote speaker dalam kegiatan acara ini mendorong diversifikasi pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan bakar, bukan hanya minyak sawit. Inovasi teknologi juga diperlukan untuk memanen energi nabati tersebut.

Dalam hal ini, maka sudah sepatutnya perguruan tinggi dan BUMN terus mengembangkan penelitian. Selain itu, sektor perbankan seyogyanya memberikan kepercayaan lebih pada sektor energi terbarukan dalam hal pembiayaan.

"Yang tak kalah penting, pangsa pasar energi terbarukan harus diperluas. Bukan hanya untuk PLN, tapi juga kepada pihak industri dan sektor transportasi," kata Ridwan Hisjam.

Berkaca pada situasi saat ini, lanjut Ridwan Hisjam, tidak ada pilihan lain untuk meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan kecuali dengan sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan perguruan tinggi. "Termasuk para alumni perguruan tinggi," ujar anggota DPR RI periode 2019-2024 ini.

Ketua panitia, Debra Ahmat Fajaryn Naro menjelaskan, kegiatan ini diselenggarakan atas masukan dari berbagai pihak, terkait substansi di sektor hilir migas, terutama pemanfaatannya melalui substitusi energi nabati.

Turut hadir sebagai pembicara dalam acara ini yaitu Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono, Kepala Balitbang Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, BPDPKS Kementerian Keuangan Dono Boestami, Direktur Pengolahan PT. Pertamina (Persero); Budi Santoso Syarif, dan Direktur Bisnis Regional Kalimantan dan Sulawesi PT PLN (Persero) Syamsul Huda.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4769 seconds (0.1#10.140)