Hubungan China-Rusia Mulai Retak, Tolak 80% Pembayaran dalam Rubel
loading...
A
A
A
JAKARTA - China mulai menolak sekitar 80% dari seluruh pembayaran yang dilakukan dalam rubel Rusia, menurut lapor outlet media Kommersant. Bank-bank China kini mulai menunda penerimaan rubel Rusia selama beberapa minggu sebelum akhirnya menolaknya.
Media milik pemerintah Rusia mengkonfirmasi perkembangan tersebut dengan mengutip berbagai sumber dan pejabat yang tidak mau disebutkan namanya. Penolakan tersebut terjadi menyusul beberapa kesepakatan perdagangan yang sukses antara China dan Rusia sejak 2021.
Baca Juga: Negara NATO Ini Akui Banyak Warganya Ikut Perang Bela Rusia di Ukraina
Perdagangan antara kedua anggota BRICS melonjak 121% dalam tiga tahun menjadikan yuan Tiongkok dan rubel Rusia sebagai pusat seluruh transaksi. Bank-bank China menolak rubel Rusia ketika AS meluncurkan gelombang sanksi baru.
Sanksi AS menargetkan beberapa lembaga keuangan Rusia, termasuk perusahaan terkemuka, perusahaan multinasional, dan individu dengan kekayaan bersih tinggi. Mereka berada di garis depan dalam mendorong rubel untuk membantu Rusia menghindari sanksi.
Sanksi baru AS telah menimbulkan perpecahan antara negara-negara BRICS, China dan Rusia sehingga semakin sulit untuk memulai bisnis dengan rubel. Menurut sumber, bank-bank China sengaja menunda penerimaan pembayaran dalam rubel Rusia. Bank menahan pembayaran selama berminggu-minggu menyebabkan pengirim membatalkan pembayaran atau akhirnya menolaknya.
Sumber mengatakan bahwa bank tidak memberikan alasan atas penolakan tersebut sehingga rubel Rusia tidak dapat masuk ke negara tersebut. Penolakan ini terjadi pada saat anggota BRICS ingin memperdagangkan rubel dan yuan.
"Ini bukan kabar baik bagi pasar Rusia," kata seorang sumber kepada Kommersant. "Akan ada biaya tambahan, baik dari segi waktu maupun biaya proses pembayaran," kata sumber tersebut, dikutip dari WatcherGuru, Sabtu (6/9/2024).
Baca Juga: Impor Komponen Perang dari India, Begini Cara Rusia Kelabuhi AS
Sebab itu, Rusia harus menanggung biaya pemrosesan pembayaran bahkan setelah penolakan rubel. Penolakan pembayaran akan segera melampaui sektor perbankan. Hal ini akan melampaui sektor perbankan, sehingga negara semakin tidak mempunyai kendali atas sektor tersebut dapat menimbulkan peningkatan risiko penipuan.
Media milik pemerintah Rusia mengkonfirmasi perkembangan tersebut dengan mengutip berbagai sumber dan pejabat yang tidak mau disebutkan namanya. Penolakan tersebut terjadi menyusul beberapa kesepakatan perdagangan yang sukses antara China dan Rusia sejak 2021.
Baca Juga: Negara NATO Ini Akui Banyak Warganya Ikut Perang Bela Rusia di Ukraina
Perdagangan antara kedua anggota BRICS melonjak 121% dalam tiga tahun menjadikan yuan Tiongkok dan rubel Rusia sebagai pusat seluruh transaksi. Bank-bank China menolak rubel Rusia ketika AS meluncurkan gelombang sanksi baru.
Sanksi AS menargetkan beberapa lembaga keuangan Rusia, termasuk perusahaan terkemuka, perusahaan multinasional, dan individu dengan kekayaan bersih tinggi. Mereka berada di garis depan dalam mendorong rubel untuk membantu Rusia menghindari sanksi.
Sanksi baru AS telah menimbulkan perpecahan antara negara-negara BRICS, China dan Rusia sehingga semakin sulit untuk memulai bisnis dengan rubel. Menurut sumber, bank-bank China sengaja menunda penerimaan pembayaran dalam rubel Rusia. Bank menahan pembayaran selama berminggu-minggu menyebabkan pengirim membatalkan pembayaran atau akhirnya menolaknya.
Sumber mengatakan bahwa bank tidak memberikan alasan atas penolakan tersebut sehingga rubel Rusia tidak dapat masuk ke negara tersebut. Penolakan ini terjadi pada saat anggota BRICS ingin memperdagangkan rubel dan yuan.
"Ini bukan kabar baik bagi pasar Rusia," kata seorang sumber kepada Kommersant. "Akan ada biaya tambahan, baik dari segi waktu maupun biaya proses pembayaran," kata sumber tersebut, dikutip dari WatcherGuru, Sabtu (6/9/2024).
Baca Juga: Impor Komponen Perang dari India, Begini Cara Rusia Kelabuhi AS
Sebab itu, Rusia harus menanggung biaya pemrosesan pembayaran bahkan setelah penolakan rubel. Penolakan pembayaran akan segera melampaui sektor perbankan. Hal ini akan melampaui sektor perbankan, sehingga negara semakin tidak mempunyai kendali atas sektor tersebut dapat menimbulkan peningkatan risiko penipuan.
(nng)