Cuma Kerja 2 Bulan, Uang Pensiun Menteri Dinilai Belanja Mubazir
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mencatat tunjangan Menteri di Kabinet Indonesia Maju bisa dianggap wasted resources atau belanja yang mubazir, lantaran masa jabatan mereka hanya berlaku 2-1 bulan atau berakhir pada Oktober 2024.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) merombak (reshuffle) jajaran kabinet Indonesia Maju. Pada Agustus 2024, Presiden mengangkat Supratman Andi Agtas sebagai Menteri Hukum dan HAM dan Rosan roeslani sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Terbaru atau tepat pada Rabu (11/9/2024) Kepala Negara melantik Saifullah Yusuf atau Gus Ipul sebagai Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini di Istana Negara. Gus Ipul menggantikan posisi Tri Rismaharini yang mundur usai mendaftar sebagai calon Gubernur Jawa Timur (Jatim). Namun, uang tunjangan pensiun yang diperoleh tiga Menteri Jokowi menjadi perhatian, karena hanya menjabat 2-1 bulan saja.
“Meski hanya 1-2 bulan menjabat, beban belanja negara untuk tunjangan dan hak pensiun menteri bisa dianggap wasted resources ya, belanja yang mubazir,” ujar Bhima kepada MNC Portal.
Adapun, tunjangan pensiun Menteri diatur dalam Peraturan Pemerintahan (PP) Nomor 50 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Menteri Negara dan Bekas Menteri Negara serta Janda/Dudanya.Dari beleid tersebut, Pasal 10 mencatat bahwa Menteri Negara yang berhenti dengan hormat dari jabatannya berhak memperoleh pensiun. Lebih lanjut, Pasal 11 mengatur mengenai jumlah pensiun yang didapatkan oleh Menteri setelah usai masa jabatan.
Aturan yang menjelaskan bahwa uang pensiun yang didapat ditetapkan sesuai lamanya masa jabatan.
Tak hanya itu, Bhima memandang disaat yang sama beban negara masuk dalam pos belanja pegawai, yang totalnya sudah jumbo Rp460,8 triliun atau setara 18 persen dari belanja pemerintah pusat. Ruang fiskal pum sedang sempit, ada kekhawatiran defisit APBN kian melebar.
“Jadi perlu pertimbangan belanja untuk tunjangan dan hak pensiun Menteri baru kelihatannya tidak jadi pertimbangan utama dalam reshuffle,” paparnya.
Selain membuang anggaran, lanjut dia, tunjangan menteri baru juga tidak efektif. Bhima melihat, menteri yang baru masih harus beradaptasi di sisa masa pemerintahan Jokowi.
“Dan 1-2 bulan ketika fase adaptasi bagaimana mau jalankan program dengan lancar? Sulit rasanya berharap pada peningkatan kinerja menteri baru yang menjabat di waktu super singkat,” beber dia.
Lihat Juga: PPN Naik Jadi 12% Berlaku di 2025, Ini Daftar Barang dan Jasa Terdampak dan Tak Terdampak
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) merombak (reshuffle) jajaran kabinet Indonesia Maju. Pada Agustus 2024, Presiden mengangkat Supratman Andi Agtas sebagai Menteri Hukum dan HAM dan Rosan roeslani sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Terbaru atau tepat pada Rabu (11/9/2024) Kepala Negara melantik Saifullah Yusuf atau Gus Ipul sebagai Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini di Istana Negara. Gus Ipul menggantikan posisi Tri Rismaharini yang mundur usai mendaftar sebagai calon Gubernur Jawa Timur (Jatim). Namun, uang tunjangan pensiun yang diperoleh tiga Menteri Jokowi menjadi perhatian, karena hanya menjabat 2-1 bulan saja.
“Meski hanya 1-2 bulan menjabat, beban belanja negara untuk tunjangan dan hak pensiun menteri bisa dianggap wasted resources ya, belanja yang mubazir,” ujar Bhima kepada MNC Portal.
Adapun, tunjangan pensiun Menteri diatur dalam Peraturan Pemerintahan (PP) Nomor 50 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Menteri Negara dan Bekas Menteri Negara serta Janda/Dudanya.Dari beleid tersebut, Pasal 10 mencatat bahwa Menteri Negara yang berhenti dengan hormat dari jabatannya berhak memperoleh pensiun. Lebih lanjut, Pasal 11 mengatur mengenai jumlah pensiun yang didapatkan oleh Menteri setelah usai masa jabatan.
Aturan yang menjelaskan bahwa uang pensiun yang didapat ditetapkan sesuai lamanya masa jabatan.
Tak hanya itu, Bhima memandang disaat yang sama beban negara masuk dalam pos belanja pegawai, yang totalnya sudah jumbo Rp460,8 triliun atau setara 18 persen dari belanja pemerintah pusat. Ruang fiskal pum sedang sempit, ada kekhawatiran defisit APBN kian melebar.
“Jadi perlu pertimbangan belanja untuk tunjangan dan hak pensiun Menteri baru kelihatannya tidak jadi pertimbangan utama dalam reshuffle,” paparnya.
Selain membuang anggaran, lanjut dia, tunjangan menteri baru juga tidak efektif. Bhima melihat, menteri yang baru masih harus beradaptasi di sisa masa pemerintahan Jokowi.
“Dan 1-2 bulan ketika fase adaptasi bagaimana mau jalankan program dengan lancar? Sulit rasanya berharap pada peningkatan kinerja menteri baru yang menjabat di waktu super singkat,” beber dia.
Lihat Juga: PPN Naik Jadi 12% Berlaku di 2025, Ini Daftar Barang dan Jasa Terdampak dan Tak Terdampak
(fch)