Bukan Cuma Pertalite, Pemerintah Bakal Hapus Pertamax dari SPBU
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah bakal menghapus Pertalite dan Pertamax dari peredaran mulai akhir tahun 2027 atau tahun 2028 mendatang. Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin mengatakaan jenis BBM tersebut akan diganti dengan jenis BBM yang punya sulfur lebih rendah ketimbang pertalite atau pertamax.
"Ini tentu membutuhkan kesiapan dari Pertamina, kilang, akan dilakukan secara daerah per daerah, dan rencananya fully dilaksanakan secara nasional akhir 2027 atau 2028 yang pertama," ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis malam (12/9/2024).
Baca Juga: Mengenal Pertamax Green, Jenis BBM Baru Pengganti Pertalite yang Mulai Dibatasi
Lebih lanjut, Kaimudin mengatakan penyediaan BBM rendah sulfur itu untuk menyesuaikan dengan mesin standar euro 4 dan 5 yang saat ini dipasang oleh pabrikan kendaraan bermotor. Harapannya penggunaan BBM rendah sulfur itu dengan standar mesin euro 4 bisa menurunkan emisi gas buang yang lebih bersih.
"Kita ingin penyediaan BBM berkualitas, BBM itu yang disediakan adalah BBM yang rendah sulfur atau comply dengan mesin euro 4," sambungnya.
Meski demikian, Kaimudin memastikan BBM baru rendah sulfur tersebut akan memiliki harga jual yang sama seperti jenis pertalite dan pertamax saat ini, meski ada penambahan biaya produksi untuk menghasilkan produk baru tersebut.
Penambahan biaya itulah yang nantinya akan ditanggung pemerintah yang diberikan kepada PT Pertamina berupa modal kerja. Sehingga beban biaya tambahan dari proses produksi bisa ditambal pemerintah dan tidak berpengaruh terhadap harga jual ke konsumen.
"Kita tidak ada naikan harga BBM, tapi ada kenaikan cost untuk penambahan biaya produksi, itu yang nanggung pemerintah, kalau pemerintah yang membayar, artinya ada subsidi," lanjutnya.
Baca Juga: Luhut Klaim 94% Pembeli BBM Subsidi Pertalite dan Solar Orang Kaya
Pada kesempatan berbeda, SVP Business Development Pertamina Wisnu Medan Santoso mengungkapkan untuk memproduksi BBM rendah sulfur ini diperlukan tambahan investasi sebesar USD2 miliar atau sekitar Rp30 triliun. Investasi ini digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi di kilang.
"Melalui investasi Pertamina di RDMP Balikpapan, kami sudah investasi sekitar USD5 miliar, itu akan bisa produksi BBM kualitas EURO 5. Tapi memang untuk meningkatkan kilang lain juga investasinya cukup lumayan, ada sekitar hampir USD2 miliar," tambahnya.
Sehingga saat ini, dikatakan Wisnu, PT Pertamina masih menunggu regulasi dari Pemerintah terkait penyaluran atau perdagangan bahan bakar rendah sulfur tersebut.
"Untuk itu kami sedang menunggu Pemerintah untuk adanya revisi Perpres terkait penyaluran BBM karena kami sebagai BUMN kami harus mendapatkan kompensasi terkait penambahan cost tadi. Memang ujungnya pada who's gonna pay the bill," pungkasnya.
"Ini tentu membutuhkan kesiapan dari Pertamina, kilang, akan dilakukan secara daerah per daerah, dan rencananya fully dilaksanakan secara nasional akhir 2027 atau 2028 yang pertama," ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis malam (12/9/2024).
Baca Juga: Mengenal Pertamax Green, Jenis BBM Baru Pengganti Pertalite yang Mulai Dibatasi
Lebih lanjut, Kaimudin mengatakan penyediaan BBM rendah sulfur itu untuk menyesuaikan dengan mesin standar euro 4 dan 5 yang saat ini dipasang oleh pabrikan kendaraan bermotor. Harapannya penggunaan BBM rendah sulfur itu dengan standar mesin euro 4 bisa menurunkan emisi gas buang yang lebih bersih.
"Kita ingin penyediaan BBM berkualitas, BBM itu yang disediakan adalah BBM yang rendah sulfur atau comply dengan mesin euro 4," sambungnya.
Meski demikian, Kaimudin memastikan BBM baru rendah sulfur tersebut akan memiliki harga jual yang sama seperti jenis pertalite dan pertamax saat ini, meski ada penambahan biaya produksi untuk menghasilkan produk baru tersebut.
Penambahan biaya itulah yang nantinya akan ditanggung pemerintah yang diberikan kepada PT Pertamina berupa modal kerja. Sehingga beban biaya tambahan dari proses produksi bisa ditambal pemerintah dan tidak berpengaruh terhadap harga jual ke konsumen.
"Kita tidak ada naikan harga BBM, tapi ada kenaikan cost untuk penambahan biaya produksi, itu yang nanggung pemerintah, kalau pemerintah yang membayar, artinya ada subsidi," lanjutnya.
Baca Juga: Luhut Klaim 94% Pembeli BBM Subsidi Pertalite dan Solar Orang Kaya
Pada kesempatan berbeda, SVP Business Development Pertamina Wisnu Medan Santoso mengungkapkan untuk memproduksi BBM rendah sulfur ini diperlukan tambahan investasi sebesar USD2 miliar atau sekitar Rp30 triliun. Investasi ini digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi di kilang.
"Melalui investasi Pertamina di RDMP Balikpapan, kami sudah investasi sekitar USD5 miliar, itu akan bisa produksi BBM kualitas EURO 5. Tapi memang untuk meningkatkan kilang lain juga investasinya cukup lumayan, ada sekitar hampir USD2 miliar," tambahnya.
Sehingga saat ini, dikatakan Wisnu, PT Pertamina masih menunggu regulasi dari Pemerintah terkait penyaluran atau perdagangan bahan bakar rendah sulfur tersebut.
"Untuk itu kami sedang menunggu Pemerintah untuk adanya revisi Perpres terkait penyaluran BBM karena kami sebagai BUMN kami harus mendapatkan kompensasi terkait penambahan cost tadi. Memang ujungnya pada who's gonna pay the bill," pungkasnya.
(nng)