Konsep Eco Green Living Elevee Menjadi Tren Baru Hunian Ramah Lingkungan

Minggu, 29 September 2024 - 23:27 WIB
loading...
Konsep Eco Green Living...
Konsep apartemen ramah lingkungan dengan mengedepankan green living akan menjadi tren di masa depan.Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Bermukim di kawasan hunian yang sejuk, segar, jauh dari polusi kini menjadi pilihan masyarakat. Koridor barat Jakarta kini menjadi pilihan masyarakat untuk menjalani hidup bersama keluarganya. Novel S Putro menikmati akhir pekannya di rumahnya yang asri di kawasan Sutera Gardenia 4, kawasan Alam Sutera, Tangerang. Mantan Direktur di PT Asuransi Harta Aman Pratama, Tbk. yang kini bekerja di agen asuransi Pro Asia itu sehari-hari melakoni pekerjaannya di kawasan Matraman Jakarta Pusat.

“Selain asri, tinggal di kawasan ini (Alam Sutera) dekat dengan berbagai fasilitas. Rumah sakit, pusat perbelanjaan, sekolah, semua dekat. Jadi, di akhir pekan saya tak perlu keluar kawasan,”ujarnya kepada SINDOnews, kemarin.

Novel membeli hunian di kawasan yang dikembangkan PT Alam Sutera Realty, Tbk. itu pada 2013 silam. Dengan luas lahan 200 meter persegi, Novel memanfaatkan halaman rumahnya untuk taman. “Di seluruh kawasan, ruang terbuka hijaunya 30%. Akhir pekan saya manfaatkan untuk olahraga di sekitar rumah. Untuk belanja kebutuhan pokok, lokasi pusat perbelanjaan dekat,”imbuhnya.



Novel memiliki dua anak yang bersekolah tak jauh dari tempat tinggalnya. Anak sulungnya bersekolah di SMP Negeri 14 Tangerang Selatan, sedangkan anak bungsunya di SD Savana Islamic School. “Dengan lingkungan yang nyaman dan aman, tentu mendukung tumbuh kembang anak,”ungkapnya. Menurut Novel dengan beragam fasilitas yang ada di Alam Sutera, dirinya tak perlu pergi keluar kawasan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. “Semua ada disini, jadi tak perlu bermacet-macet ke pusat Jakarta hanya utuk sekadar berbelanja,”imbuhnya.

Dia pun meyakini kawasan Alam Sutera akan berubah menjadi kawasan kota baru yang ramai. Hal itu karena mulai dibangunnya kawasan hunian baru berupa hunian vertikal atau apartemen. “Ada tetangga saya yang mengaku beli apartemen Elevee karena lokasinya yang strategis dan fiturnya ramah lingkungan. Saya juga tertarik, untuk persiapan anak-anak jika sudah dewasa, tapi masih menunggu ada dana dulu,”ungkapnya.

Kawasan Koridor Barat Jakarta kini menjadi pilihan masyarakat untuk bermukim, bahkan menjalankan bisnis. “Koridor Barat sudah dikembangkan selama 3 dekade. Sekarang menjadi magnet industri properti nasional,”tegas Pengamat Properti Urban Ace, Ronny Wuisan kepada SINDOnews. Dia menilai, pengembangan hunian vertikal dinilai menjadi solusi jitu untuk menyediakan kebutuhan perumahan bagi masyarakat. Hal itu lantaran harga tanah di koridor barat sudah membumbung tinggi. “Lahan sudah mahal, karenanya pembangunan hunian vertikal seperti Elevee di CBD Alam Sutera merupakan solusi dan strategi yang jitu,”tegasnya.

Ronny pun meyakini, animo masyarakat khususnya dari kalangan menengah ke atas untuk bermukim di pusat bisnis atau CBD semakin tinggi. Sebab, beragam fasilitas untuk memenuhi kebutuhan hidup sudah tersedia. “Apartemen di CBD selalu diminiati end user dari kalangan menengah atas. Karenanya, untuk semen menengah atas akan berkontribusi terhadap “hidup” nya sebuah kawasan,”paparnya.

Ronny menilai, konsep apartemen ramah lingkungan dengan mengedepankan green living akan menjadi tren di masa depan. Sebab, di negara-negara maju, pengembangan hunian sudah mengedepankan green living dengan berlandaskan konsep Environmental, Social and Governance (ESG). Komitmen ESG yang diusung Elevee, lanjut dia, tentunya akan memberikan nuansa baru bagi kehidupan penghuninya. “Dengan green living akan tercipta harmonisasi kehidupan yang baik. Tentu itu menjadi harapan masyarakat masa kini,”kata Ronny.

Menurut Ronny, Koridor Barat Jakarta menjadi ikon industri properti di Jabodetabek. Banyaknya proyek properti berkonsep township development yang dikembangkan di kawasan Tangerang Raya membuat kawasan ini menjadi kawasan baru yang menjanjikan.

Pengembangan proyek skala kota di koridor barat Jakarta sudah direncanakan secara matang sejak pertama kali dikembangkan pada 30 tahun silam. “Pengembang properti di koridor barat seperti Alam Sutera sudah memiliki visi masa depan. Sehingga sekarang kawasan yang dikembangkan menjadi pilihan masyarakat karena menyodorkan beragam fasilitas yang dibutuhkan masyarakat,”paparnya.

Senada dengan Ronny, Pengamat Properti F Rach Suherman menilai, konsep green living sudah harus menjadi perhatian utama industri properti nasional. Untuk mengakselerasi penerapan green living tersebut, Suherman menilai perlu kolaborasi dengan stakeholder lain. “Pengmbang tak bisa sendirian. Harus ada kolaborasi dari produsen material misalnya, harus menghadirkan produk yang ramah lingkungan. Juga dri pemerintah, harus mendukung dengan regulasi yang memudahkan pengembang,”tuturnya kepada SINDOnews.

Proses pembangunan properti ramah lingkungan sendiri umumnya menerapkan teknologi dan praktik-praktik dengan prinsip berkelanjutan. Mulai dari proses perencanaan, konstruksi, hingga saat produk properti sudah dihuni oleh masyarakat. Selain menggunakan material ramah lingkungan, memanfaatkan energi terbarukan, dan efisiensi penggunaan sumber daya, properti ramah lingkungan juga memperhatikan aspek pengelolaan limbah, pemanfaatan lahan, dan kualitas udara.

Suherman menilai, sebagai pengembang besar di Koridor Barat Jakarta, Alam Sutera dinilai sudah menerapkan kaidah-kaidah ESG dalam pengembangan produk propertinya. “Alam Sutera sudah berkembang sangat pesat. Koridor barat menjadi kawasan baru yang diminati masyarakat,”tegasnya.

Menurut Suherman, dengan membaiknya kondisi ekonomi terlebih stabilnya kondisi politik nasional, permintaan hunian residensial termasuk hunian vertikal akan meningkat. “Setelah pandemi orang yang punya uang tentu akan membeli properti. Terlebih bagi masyarakat yang ingin hidup di kawasan yang memiliki beragam fasilitas,”katanya.

Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia mengindikasikan harga properti residensial di pasar primer pada triwulan II 2024 meningkat terbatas. Hal ini tecermin dari pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) pada triwulan II 2024 tercatat sebesar 1,76% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I 2024 sebesar 1,89% (yoy).

Penjualan properti residensial di pasar primer tercatat tumbuh sebesar 7,30% (yoy), melambat dibandingkan penjualan triwulan sebelumnya sebesar 31,16% (yoy). Perlambatan penjualan rumah primer tersebut terjadi pada seluruh tipe rumah, terutama pada rumah tipe kecil.

Dari sisi pembiayaan, hasil survei menunjukkan pembiayaan pembangunan properti residensial terutama bersumber dari dana internal pengembang dengan pangsa sebesar 74,69%. Sementara dari sisi konsumen, pembelian rumah primer mayoritas dilakukan melalui skema pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dengan pangsa sebesar 75,52% dari total pembiayaan. “Sekarang kuncinya adalah bagaimana pengembang menghadirkan produk yang sesuai dengan ekspektasi konsumen,”tutup Suherman.

Komitmen Menghadirkan Properti Ramah Lingkungan

Di industri properti, untuk mewujudkan eco city atau eco living ada empat pilar yang harus dijalankan. Pertama, membuat kondisi yang nyaman untuk mobilisasi masyarakat dengan mengurangi jumlah kendaraan bermotor untuk menuju satu tempat ke tempat lainnya, misalkan ke sekolah, pasar dan fasilitas lainnya. Kedua, kawasan yang dikembangkan harus mengakomodasi dengan lingkungan yang sehat, dari air dan udaranya.

Ketiga, pengembangan berorientasi pejalan kaki (pedestrian oriented development), keempat memberikan ruang ekologi pada makhluk lain. Dengan udara bersih dan lingkungan sehat, maka makhluk lain seperti burung akan menjadikan kawasan yang dikembangkan untuk berkembang biak dan menciptakan harmoni ekosistem kehidupan dengan manusia.

“Kami ingin menciptakan harmoni kehidupan yang nyaman bagi penghuni dan masyarakat sekitar,”tegas Chief Marketing Officer Elevee Condominium Alvin Andronicus saat dihubungi SINDOnews. Dengan komitmen terhadap ESG, lanjut dia, masyarakat akan termotivasi untuk membeli hunian di Elevee karena merasa nyaman dengan lingkungan Alam Sutera yang mengusung konsep eco green living.

"Kami menerapkan prinsip pedestrian oriented development (POD). Ini sarana yang mumpuni bagi penghuni untuk berjalan kaki. Dan budaya jalan kaki, bersepeda ini telah menjadi kesadaran masyarakat Indonesia," ujarnya.
Alvin menegaskan, penerapan prinsip ESG oleh Elevee tak sekadar slogan, namun nyata diimplementasikan. Bagi, Elevee, penerapan ESG juga akan memberikan dampak positif bagi pengembang dan pemilik properti.

“Seperti pengurangan biaya operasional, penghematan penggunaan energi listrik, hingga peningkatan kesehatan dan produktivitas penghuni,” tegasnya.

Dia menyebutkan, Elevee Condominium sudah menggunakan material ramah lingkungan. Salah satunya, pengunaan double glass pada jendela apartemen. Penggunaan material itu diyakini mampu mereduksi sengatan sinar matahari sehingga mengurangi pemakaian pendingin udara di dalam ruangan.

Elevee Condominium juga memiliki fasilitas forest park seluas 4 hektare untuk berbagai aktivitas. yang merupakan bagian dari Alam Sutera sudah menerapkan konsep yang bersentuhan dengan lingkungan. Seperti adanya kawasan green tunnel hingga traffic management agar menciptakan suasana yang nyaman bagi penghuni.

Terkait perkembangan penjualan Elevee Condominium, Alvin menjelaskan bahwa saat ini pembangunan menuju fase topping off yang akan dilakukan pada bulan Oktober mendatang. Dan dijadwalkan serah terima kunci pada Desember 2025. Dari 2 tower yang sedang dibangun saat ini, tersisa sekitar 150 unit dari total unit sebanyak 550 unit. “Kami yakin, selepas topping off penjualan akan lebih cepat dan saya yakin akan diserap pasar sisa unit tersebut,” jelas Alvin.

Alam Sutera merupakan kawasan seluas 800 hektare yang dikembangkan selama tiga dekade. Beragam properti sudah dikembangjan, mulai dari hunian berkonsep cluster, hingga properrti komersial dan bisnis. Saat ini Alam Sutera mengembangkan Elevee Condominium, hunian vertikal yang dilengkapi dengan beragam fasilitas untuk kebutuhan penghuninya dan juga forest park seluas 4 hektare yang akan menjadi jantung kehidupan, central living Alam Sutera.

Selain melakukan penanaman pohon sebagai kanopi yang menaungi pedestrian, Alam Sutera juga menggencarkan penggunaan transportasi publik terpadu, pengolahan sampah terpadu, water treatment plan (WTP) yang memproduksi air bersih untuk dialirkan ke rumah-rumah warga di Alam Sutera.

Ada 500 closed circuit TV (CCTV) di sejumlah titik sebagai alat pemantau arus lalu lintas di kawasan Alam Sutera. CCTV itu merupakan bagian dari Traffic Management System yang dijalankan oleh pengelola Alam Sutera untuk mengantisipasi tumpukan kendaraan agar tidak menimbulkan polusi udara. Alvin menjelaskan, konsep properti hijau juga harus menjangkau seluruh kalangan terkait. Tak hanya masyarakat yang bermukim di proyek properti yang dikembangkan oleh developer, tetapi juga masyarakat di sekitarnya.

“Alam Sutera selalu mengajak warga untuk ikut berpartisipasi dalam menjaga keasrian lingkungan. Contoh sederhananya, kami mengajak warga dan masyarakat sekitar untuk tidak membuang sampah sembarangan di kawasan Alam Sutera,” tegasnya.

Chairperson Green Building Council Indonesia (GBCI) Iwan Prijanto dalam Elevee Media Talk, di Alam Sutera, Tangerang beberapa waktu lalu mengatakan, GBCI mencatat, proses konstruksi sebuah bangunan mengkonsumsi 35% energi dan 12% air, menghasilkan 25% sampah serta mengeluarkan 39% emisi gas rumah kaca (greenhouse gases). Setelah pembangunan selesai, operasionalisasi bangunan bertingkat itu berkontribusi tiga besar teratas produksi emisi karbondioksida (CO2).

“Developer harus turut berperan aktif dalam kegiatan memerangi perubahan iklim dunia. Bagi developer yang tidak bisa mengikuti ketentuan net zero carbon dalam aktivitas usahanya, maka dalam 10 tahun mendatang pasti akan terlambat. Risikonya adalah mereka bakal sulit menjual unit properti miliknya,” kata Iwan.

GBCI telah menerbitkan sertifikasi bangunan hijau atau greenship kepada sejumlah proyek properti. Bahkan, sertifikasi hijau terbitan GBCI sudah mendapat pengakuan dari World Green Building Council lantaran GBCI merupakan anggota World Green Building Council sejak tahun 2017 silam. “Konsep bangunan hijau bertujuan melakukan konservasi, efisiensi serta saling berbagi dalam pemanfaatan sumber daya energi, air, lahan, udara dan lingkungan,” kata Iwan.

Konsep environmental, social, governance (ESG) merupakan tiga pilar penting dalam menilai performa bisnis properti saat ini. Dalam beberapa tahun terakhir, penerapan ESG sudah menjadi fokus pengembang properti di Tanah Air seiring dengan tren konsumen yang mengarah kepada produk berkelanjutan.

Menurut Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia Ardiadi Dimastanto, pasar terbesar dan potensial dalam sebuah proyek properti adalah Gen Z dan Milenial. Segmen ini, sangat peduli terhadap produk properti yang mengedepankan aspek keberlanjutan.

“Mereka cukup detail dalam melihat fasilitas-fasilitas yang ada di sekitar proyek properti seperti ruang terbuka hijau, ruang interaksi, sarana olahraga untuk jogging dan lainnya. Pengembang properti saat ini sudah sangat concern dengan apa yang diinginkan masyarakat terkait kebutuhan tempat tinggal yang berkelanjutan,” tegas Ardiadi dalam acara Elevee Media Talk beberapa waktu lalu.

Tak sekadar diminati masyarakat, penerapan prinsip ESG bermanfaat untuk nilai investasi. “Dalam pengembangan properti berprinsip ESG, selain memberikan kelestarian lingkungan dan tata kelola yang baik, juga memberikan manfaat ekonomi,” tuturnya. Ardiadi mengakui bahwa pengembangan properti skala kota yang menerapkan prinsip ESG membutuhkan dana yang tak sedikit. Namun, ia mengakui prinsip ini akan berdampak pada penjualan pengembang dan bermanfaat untuk konsumen.



“Seperti Alam Sutera sudah sangat maju dalam pengembangannya, dan ini perlu pendanaan besar dalam pengembangannya. Dan sekali lagi saya tegaskan ujungnya selain konsep suistainble development yang dikembangkannya, konsumen pun diuntungkan karena nilai properti akan terus naik,” tegasnya.

Sedangkan Chief Executive Officer (CEO) Leads Property Services Indonesia Hendra Hartono menilai, proyek hunian vertikal di kawasan township terlahir karena adanya kebutuhan dan juga karena hunian tapak harganya semakin mahal. “Seperti di Jakarta, harga rumah tapak sudah sangat mahal karena harga tanah per meternya juga sudah mahal, maka opsinya bangunan vertikal,”tuturnya.

Hunian vertikal atau kondominium yang memiliki fasilitas lengkap,nyaman, dan aman serta berkonsep mixed use kini lebih diminati. Menurut Hendra, selain dari luar kawasan, potensi hunian vertikal seperti Elevee akan diminati oleh konsumen yang ada di dalam Alam Sutera sendiri.

“Area yang sudah well established atau berbasis township, dan dekat dengan akses transportasi umum menjadi daya tarik pembeli kondominium. Elevee, yang berada di kawasan CBD dan dekat berbagai fasilitas maka potensi pasarnya besar,” tegas Hendra
(fch)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1915 seconds (0.1#10.140)