Rupiah Tersungkur 5 Hari Beruntun, Nyaris Tembus Rp15.500 per USD

Jum'at, 04 Oktober 2024 - 15:57 WIB
loading...
Rupiah Tersungkur 5...
Nilai tukar (kurs) rupiah kembali ditutup melemah pada perdagangan hari ini, Jumat (4/10/2024). FOTO/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Nilai tukar (kurs) rupiah pada perdagangan hari ini kembali ditutup melemah 56 poin atau 0,37 persen ke level Rp15.485 per USD setelah sebelumnya di Rp15.428 per USD. Nilai tukar rupiah melemah lagi terhadap dolar AS menandai 5 hari beruntun dalam tren pelemahan.

Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, dolar AS dipengaruhi oleh fokus investor tertuju pada laporan utama penggajian nonpertanian AS yang akan dirilis hari ini, yang akan memberikan petunjuk lebih lanjut tentang prospek suku bunga Federal Reserve serta meningkatnya ketegangan di Timur Tengah membuat pasar gelisah.

"Serangkaian rilis data minggu ini menunjukkan bahwa ekonomi AS masih dalam kondisi solid, setelah aktivitas sektor jasa negara itu melonjak ke level tertinggi 1-1/2 tahun pada bulan September di tengah pertumbuhan yang kuat dalam pesanan baru, sementara laporan terpisah dari Departemen Tenaga Kerja pada hari Kamis menunjukkan pasar tenaga kerja meluncur pada akhir kuartal ketiga," tulis Ibrahim dalam risetnya, Jumat (4/10/2024).



Hal itu membuat para pedagang mengurangi taruhan tentang pemotongan suku bunga 50 basis poin lagi oleh Fed bulan depan, dengan kontrak berjangka menunjukkan peluang hanya 35% dari skenario seperti itu.

Pasca serangan Iran ke Israel sebelumnya, AS sedang mendiskusikan apakah akan mendukung serangan Israel terhadap fasilitas minyak Iran sebagai balasan atas serangan rudal Teheran terhadap Israel, kata Presiden Joe Biden pada hari Kamis, sementara militer Israel menyerang Beirut dengan serangan udara baru dalam pertempurannya melawan kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah.

Kemudian, Perdana Menteri Shigeru Ishiba mengatakan minggu ini bahwa kondisi ekonomi di negara itu tidak siap untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut oleh Bank of Japan (BOJ), membalikkan nada hawkish yang ia lontarkan sebelum kemenangan pemilihannya.

Dari sentimen domestik, pasar terus mengamati deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut sejak Mei hingga September 2024 memperlihatkan dengan jelas masyarakat kelas menengah ( pekerja) sudah tidak punya uang lagi untuk berbelanja.

Oleh karena itu, permintaan bank sentral Indonesia agar masyarakat lebih banyak belanja untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen mustahil terwujud. Pasalnya, hampir semua sektor industri melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), yang bakal berimbas pada anjloknya daya beli.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kondisi ini terjadi., Pertama, pemutusan hubungan kerja (PHK). Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sebanyak 53.993 tenaga kerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) per 1 Oktober 2024. Ribuan orang yang di-PHK itu sebagian besar berasal dari sektor manufaktur. Tiga provinsi dengan angka PHK terbesar adalah Jawa Tengah, Banten, dan Jakarta. Adapun diprediksi sampai akhir tahun angka PHK akan melonjak lebih dari 75.000. Pasalnya, mulai banyak perusahaan dinyatakan pailit atau akhirnya pindah ke daerah lain yang upah minimumnya lebih kecil.

Kedua, minimnya lapangan kerja di sektor padat karya. Di tengah membludaknya PHK, pembukaan lapangan pekerjaan baru di sektor padat karya dalam lima tahun terakhir juga nyaris tidak ada. Padahal sektor ini menjadi andalan untuk menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar sehingga diharapkan bisa melahirkan apa yang disebutnya sebagai warga kelas menengah.



Namun data BPS terakhir menunjukkan 9,48 juta warga kelas menengah Indonesia justru turun kelas dalam lima tahun terakhir, menjadi hanya 47,85 juta. Situasi tersebut tak lepas dari kebijakan pemerintah yang lebih menggenjot investasi di sektor padat modal seperti tambang ketimbang padat karya yang membuka lapangan kerja baru.

Ketiga, tingginya suku bunga. Walaupun Bank Indonesia (BI) akhirnya memangkas suku bunga acuan pada September 2024 menjadi 6 persen dari sebelumnya 6,25 persen, demi menjaga penguatan atau stabilitas nilai tukar rupiah. Namun uang yang beredar di masyarakat jadi lebih mahal dan bukan berarti bisa mengurangi lonjakan deflasi di bulan-bulan mendatang.

Sebab, PHK massal dan tidak adanya lapangan kerja baru belum sepenuhnya teratasi. Konsekuensinya, daya beli masyarakat juga belum akan membaik. Berdasarkan data di atas, mata uang rupiah untuk perdagangan berikutnya diprediksi bergerak fluktuatif, namun kembali ditutup melemah di rentang Rp15.470 - Rp15.580 per USD.

(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1296 seconds (0.1#10.140)