Jumlah Agen Asuransi Menyusut hingga 100.000 Orang, Ini Sebabnya

Selasa, 15 Oktober 2024 - 16:00 WIB
loading...
Jumlah Agen Asuransi...
Industri asuransi di Indonesia menghadapi berbagai macam tantangan di tengah kondisi global yang tidak menentu. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Industri asuransi di Indonesia menghadapi berbagai macam tantangan di tengah kondisi global yang tidak menentu. Dalam acara HUT ke-8 Perkumpulan Agen Asuransi Indonesia (PAAI), Ketua Panitia, Herold menyoroti tantangan yang dialami industri tersebut, terutama mengenai masalah menurunnya jumlah agen asuransi di dalam negeri.

“Hingga 2022, jumlah agen asuransi di Indoneia tercatat sebanyak 600.000 agen. Namun pada tahun 2023, jumlah tersebut menyusut menjadi 500.000 agen. Kalau dihitung secara kasar, berkurang sebanyak 100.000. Kondisi ini jadi tantangan untuk kita,” kata Herold dalam konferensi pers, di Menara Batavia, Jakarta.

Jumlah Agen Asuransi Menyusut hingga 100.000 Orang, Ini Sebabnya




Sementara itu Ketua Umum PAAI, H Muhammad Idaham mengatakan, penurunan jumlah agen asuransi itu terjadi karena banyak masyarakat Indonesia yang memilih polis asuransi melalui smartphone. “Perubahan dari era agent brand office ke digital ini memengaruhi kurangnya agen," ungkap Idaham.

Idaham menjelaskan, sekarang perusahaan asuransi tidak merekrut agen tapi merekrut agency. Hal inilah yang membuat jumlah agen menurun, dari konvensional ke digital insurance.

Menurut Idaham, untuk mengatasi tantangan tersebut, PAAI telah aktif melakukan sosialisasi untuk merekrut agen-agen asuransi muda. “Kami adakan roadshow dengan duta yang ada ke Perguruan Tinggi, hingga SMA. Kami bagikan tentang bagaimana manfaat asuransi bagi perorangan dan keluarga, dan bagaimana mereka bisa jadi penerus dan agen asuransi,” kata Idaham.

Selain itu, kata Idaham, tantangan lain yang dihadapi industri ini yaitu adanya praktik poaching atau perekrutan agen secara tidak sehat di industri asuransi. Praktik poaching di mana agen pindah perusahaan karena tawaran kompensasi yang lebih tinggi ini berpotensi menciptakan ketidakstabilan di industri dan menghambat perkembangan agen secara berkelanjutan.

Herold juga menyoroti tantangan lain yang dihadapi PAAI. Yakni adanya inflasi biaya medis, yang menyebabkan kenaikan premi asuransi kesehatan. Kondisi saat ini biaya medis yang semakin mahal, perkembangan teknologi rumah sakit, serta kenaikan harga obat membuat perusahaan asuransi juga harus menyesuaikan premi.



Selain itu, over-utilization di beberapa rumah sakit, di mana tindakan medis yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. Juga menambah beban biaya medis. Kondisi ini, kata Herold berdampak pada peningkatan rasio klaim yang signifikan di perusahaan asuransi, sehingga premi harus disesuaikan.

"Ini tentu mempengaruhi daya beli dan minat masyarakat terhadap produk asuransi, dan agen harus mampu menjelaskan penyesuaian ini dengan bijak kepada nasabah," pungkas Herold.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0799 seconds (0.1#10.140)