Pemerintah Butuh Strategi Nyata Atasi Krisis Ekonomi Akibat Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Dewan Penasihat Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Sharif Cicip Sutardjo, memandang upaya pemerintah dalam menanggulangi krisis ekonomi yang disebabkan virus corona (Covid-19) masih lamban. Untuk itu, diperlukan strategi nyata dalam penyelamatan ekonomi.
"Saya apresiasi upaya Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani dengan mengajukan proposal penyelamatan ekonomi yang persentasenya minimal sama dengan negara-negara lainnya, yaitu 10% dari PDB. Itupun belum tentu cukup," ujar Sharif Cicip Sutardjo dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/4/2020).
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan di kabinet Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini menyebutkan, pemerintah perlu menyampaikan dengan jelas apa strategi yang diterapkan untuk menangani wabah sekaligus dampak krisis ekonomi dari virus Covid-19 ini. Strategi tidak sama dengan langkah-langkah taktis.
Misalnya, strategi pemerintah adalah melindungi setiap rakyat agar tetap sehat, berdaya dan sejahtera dalam melawan wabah dan dampak Covid-19. Hal tersebut penting supaya rakyat dan dunia usaha yang sebenarnya ingin berkontribusi tahu harus melakukan apa dalam kondisinya masing-masing.
Menurutnya, ada tiga hal yang menjadi hal yang paling penting untuk diperhatikan oleh pemerintah yang menjadi penilaian stakeholders khususnya internasional.
Pertama, kemampuan pemerintah mengatasi penyebaran virus Covid-19 sampai berhenti dan cepatnya normalisasi kehidupan masyarakat.
Kedua, kesiapan pemerintah mengantisipasi dampak ekonomi dari penanganan penyebaran Covid-19, khususnya terhadap sektor riil.
Ketiga, kemampuan pemerintah menjaga stabilitas di sektor keuangan dan perbankan sebagai akibat dari penanganan krisis yang diterapkan pemerintah. Ini menjadi penilaian karena risiko instabilitas di sektor keuangan di satu negara bisa merembet ke negara lainnya seperti krisis moneter Asia tahun 1998.
"Saat ini total pemasukan sektor perbankan mencapai Rp250 triliun per bulan, terdiri atas Rp200 triliun merupakan pengembalian pokok dan Rp50 triliun adalah pembayaran bunga. Perbankan harus dilindungi jangan sampai jadi kambing hitam yang harus menanggung beban paling berat. Apalagi 65% dana investor di pasar modal kita adalah dana asing. Di mana saham sektor perbankan memiliki bobot di atas 45%," kata Cicip, mengingatkan
Bila sekarang pemerintah akan menerapkan kebijakan relaksasi pembayaran kredit dan KUR untuk dunia usaha khususnya UMKM, maka perlu dipastikan anggaran yang lebih dari cukup untuk menutup kebutuhan likuiditas di perbankan dan juga kebutuhan modal kerja perbankan. Jangan sampai kemudian perbankan terpaksa melakukan PHK massal juga sebagai akibat dari kebijakan relaksasi pembayaran kredit selama 6-12 bulan ini.
"Saya apresiasi upaya Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani dengan mengajukan proposal penyelamatan ekonomi yang persentasenya minimal sama dengan negara-negara lainnya, yaitu 10% dari PDB. Itupun belum tentu cukup," ujar Sharif Cicip Sutardjo dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/4/2020).
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan di kabinet Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini menyebutkan, pemerintah perlu menyampaikan dengan jelas apa strategi yang diterapkan untuk menangani wabah sekaligus dampak krisis ekonomi dari virus Covid-19 ini. Strategi tidak sama dengan langkah-langkah taktis.
Misalnya, strategi pemerintah adalah melindungi setiap rakyat agar tetap sehat, berdaya dan sejahtera dalam melawan wabah dan dampak Covid-19. Hal tersebut penting supaya rakyat dan dunia usaha yang sebenarnya ingin berkontribusi tahu harus melakukan apa dalam kondisinya masing-masing.
Menurutnya, ada tiga hal yang menjadi hal yang paling penting untuk diperhatikan oleh pemerintah yang menjadi penilaian stakeholders khususnya internasional.
Pertama, kemampuan pemerintah mengatasi penyebaran virus Covid-19 sampai berhenti dan cepatnya normalisasi kehidupan masyarakat.
Kedua, kesiapan pemerintah mengantisipasi dampak ekonomi dari penanganan penyebaran Covid-19, khususnya terhadap sektor riil.
Ketiga, kemampuan pemerintah menjaga stabilitas di sektor keuangan dan perbankan sebagai akibat dari penanganan krisis yang diterapkan pemerintah. Ini menjadi penilaian karena risiko instabilitas di sektor keuangan di satu negara bisa merembet ke negara lainnya seperti krisis moneter Asia tahun 1998.
"Saat ini total pemasukan sektor perbankan mencapai Rp250 triliun per bulan, terdiri atas Rp200 triliun merupakan pengembalian pokok dan Rp50 triliun adalah pembayaran bunga. Perbankan harus dilindungi jangan sampai jadi kambing hitam yang harus menanggung beban paling berat. Apalagi 65% dana investor di pasar modal kita adalah dana asing. Di mana saham sektor perbankan memiliki bobot di atas 45%," kata Cicip, mengingatkan
Bila sekarang pemerintah akan menerapkan kebijakan relaksasi pembayaran kredit dan KUR untuk dunia usaha khususnya UMKM, maka perlu dipastikan anggaran yang lebih dari cukup untuk menutup kebutuhan likuiditas di perbankan dan juga kebutuhan modal kerja perbankan. Jangan sampai kemudian perbankan terpaksa melakukan PHK massal juga sebagai akibat dari kebijakan relaksasi pembayaran kredit selama 6-12 bulan ini.