Siap-siap, Harga Minyak Dunia Diramal Ambles 20% dalam Dua Tahun

Senin, 25 November 2024 - 10:34 WIB
loading...
Siap-siap, Harga Minyak...
Goldman Sachs meramalkan harga minyak dunia dalam beberapa tahun mendatang, bakal mengalami tekanan yang hebat. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Goldman Sachs meramalkan harga minyak dunia dalam beberapa tahun mendatang, bakal mengalami tekanan yang hebat. Analis komoditas dari Goldman Sachs menerangkan, harga minyak mentah Brent bisa merosot jauh ke level terendah USD60 per barel pada akhir 2026.

Salah satu sentimennya adalah ketika Presiden AS terpilih Donald Trump menerapkan kebijakan tarif tinggi, atau jika OPEC+ terus meningkatkan produksi hingga tahun depan.



Apabila kedua hal itu benar terjadi, maka harga minyak mentah dunia diprediksi bakal jatuh 20% dari harga saat ini, serta mengalami penurunan sekitar 25% dari harga rata-rata tahun ini USD80 per barel. Harga minyak dunia diketahui telah tertekan sepanjang tahun ini di tengah lonjakan pasokan dan pertumbuhan permintaan yang kecil.

Risiko harga jangka menengah "condong ke sisi bawah karena kapasitas cadangan yang tinggi dan tarif tinggi yang meluas dapat merugikan permintaan," kata para analis dalam catatannya seperti dilansir Business Insider.

Analis memperingatkan hal ini, seiring proposal Trump untuk menerapkan tarif 10%-20% terhadap semua negara dan tarif 60% untuk barang-barang yang berasal dari China.

Perkiraan harga analis menyiratkan tarif 10% secara menyeluruh. Perusahaan lain juga telah memperingatkan risiko penurunan harga minyak karena tarif Trump.

Pekan lalu, ahli strategi Bank of America, Francisco Blanch mengatakan, tarif yang diusulkan Presiden terpilih kemungkinan akan mengekang perdagangan global dan memicu perang dagang, meredam permintaan dan harga.

"Amerika first berarti komoditas kedua," kata Blanch dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg Television.

Sentuhan regulasi Trump yang lebih ringan dan sikap pro-bahan bakar fosil juga mengancam meningkatkan pasokan melalui produksi yang lebih tinggi, menimbulkan risiko penurunan lebih lanjut terhadap harga minyak mentah.

Selama kampanye, Trump berjanji menurunkan harga energi dengan meningkatkan produksi minyak, dengan mengatakan, "Kami akan frack, frack, frack dan bor, sayang, bor," pada rapat umum bulan lalu. Diketauhi produksi minyak AS sudah berada pada level tertinggi sepanjang masa, mencapai 13,4 juta barel per hari pada bulan Agustus untuk rekor bulanan baru.

Analis Goldman Sachs memperkirakan, masih ada beberapa kenaikan dalam jangka pendek. Para analis yang dipimpin oleh Daan Struyven memperkirakan, harga Brent akan naik menjadi USD83 pada pertengahan 2025, dengan catatan pasokan minyak Iran turun di tengah penegakan sanksi yang lebih ketat.

Harga-harga tersebut kemudian akan menjadi normal menjadi rata-rata USD76 untuk sepanjang tahun di tengah surplus moderat, kata mereka.

"Kenaikan harga yang moderat ini mencerminkan perkiraan kami bahwa harga meningkat dari pembalikan valuasi rendah dan dari restocking strategis di AS dan China akan lebih besar daripada hambatan dari surplus moderat," kata para analis.

Mereka juga menunjukkan peningkatan pertumbuhan permintaan global tahun depan, termasuk di AS dan China, di mana permintaan telah goyah di tengah ekonomi yang lamban. Namun, dorongan stimulus pemerintah baru-baru ini diperkirakan akan membantu konsumen.

Namun analis lain telah memperingatkan surplus yang lebih besar tahun depan. Dalam sebuah laporan bulan ini, Badan Energi Internasional mengatakan, pasar minyak dapat melihat surplus satu juta barel minyak mentah per hari tahun depan, didorong oleh permintaan yang rendah dari China dan peningkatan produksi dari negara-negara non-OPEC.

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0756 seconds (0.1#10.140)