3 Fakta Unik Turki Anggota NATO, Tapi Gabung BRICS

Jum'at, 29 November 2024 - 08:43 WIB
loading...
A A A
Bergabung dengan BRICS juga akan menempatkan Turki, anggota NATO, dalam posisi istimewa: Memiliki kaki di kedua kubu meningkatkan pengaruh kebijakan luar negeri Ankara. "Terlibat dalam struktur ini tidak berarti meninggalkan NATO," kata Erdogan kepada wartawan di Majelis Umum PBB pada bulan September.

"Kami tidak berpikir bahwa aliansi dan kerja sama ini adalah alternatif satu sama lain," sambungnya.

Saat pertumbuhan ekonomi melambat dan inflasi merajalela, kendala domestik tidak membatasi pencarian Turki untuk pengaruh di seluruh Eurasia. Jika ada upaya internasional yang menawarkan peluang, maka bakal disambut baik.

Kebijakan luar negeri Erdogan dibangun di atas perpaduan kompleks warisan Ottoman Turki, aspirasi nasionalis, dan perasaan bahwa hari-hari terbaik Barat ada di belakangnya. Erdogan mencari dunia yang lebih multipolar, di mana Turki dapat bertindak secara independen dari hegemoni Barat dan mencari opsi strategis di luar Barat.

Bahkan jika ini berarti bermitra dengan musuh (sejarah), seperti Rusia, atau dengan negara-negara yang diduga terkait kebijakan yang melanggar HAM terhadap minoritas Muslim, seperti China.

Erdogan telah berusaha emperluas ruang gerak strategis Turki melalui diplomasi. Dia telah menandatangani kesepakatan energi dengan Rusia, yang memungkinkan utilitas milik negara Rusia Rosatom untuk membangun, memiliki, dan mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir pertama Turki.

Proposal Turki untuk bergabung dengan BRICS tidak berbeda. Ini bukan tentang memutuskan hubungan dengan Barat melainkan mengkalibrasi ulang demi aliansi yang lebih luas dan lebih beragam yang penting bagi kepentingan nasional jangka panjang Turki.

2. Frustasi Gabung Uni Eropa

Sementara itu prospek Ankara untuk keanggotaan Uni Eropa semakin redup dan hubungan strategis dengan Amerika Serikat melemah. Upaya Turki selama beberapa dekade untuk menjadi anggota Uni Eropa, telah berubah menjadi rasa frustrasi.

Ketika Ankara telah mendorong aksesi, tanggapan Uni Eropa sangat suam-suam kuku, terutama setelah oposisi Prancis dan Jerman pada akhir 2000-an. Dengan populasi 87 juta orang, Turki akan menjadi negara terbesar di Uni Eropa dan satu-satunya anggota mayoritas Muslim.

Sementara saat ini Turki tetap menjadi kandidat secara resmi, ketika pembicaraan aksesi Uni Eropa telah terhenti. Ambivalensi Uni Eropa atas keanggotaan Turki berasal dari kekhawatiran atas catatan hak asasi manusia Turki dan meningkatnya otoritarianisme di bawah kepemimpinan Erdogan.

Ada juga perselisihan tentang Siprus dan hak-hak maritim di Mediterania Timur. Laporan Komisi Eropa 2023 tentang Turki semakin menegangkan hubungan, laporan itu mengutuk erosi demokrasi Ankara dan tidak mendekati mencapai keanggotaan penuh.

3. Keretakan Ankara dengan Washington

Hubungan Turki dengan Amerika Serikat tidak bernasib lebih baik. Poin utama yang menjadi perdebatan adalah pembelian Turki atas sistem pertahanan rudal S-400 Rusia, yang menyebabkan terdepak dari program jet tempur F-35.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1503 seconds (0.1#10.140)