Tenaga Kerja RI Melimpah, Dibutuhkan Jembatan Bagi Akademi dan Industri
A
A
A
JAKARTA - Jembatan bagi akademi dan industri dibutuhkan saat ini, melihat masih belum terserap dengan maksimal angkatan tenaga kerja sehingga masih tingginya angka pengangguran. Kebanyakan dari mereka yang menganggur adalah tenaga kerja muda yang baru saja lulus dari perguruan tinggi.
Ada beberapa penyebab kenapa hal itu masih terjadi, namun sepertinya bukan pada angka lowongan kerja. Karena setidaknya ada 4000 lowongan kerja yang tersedia per bulannya, di Indonesia. Jumlah berikut merupakan jumlah yang cukup besar jika dibandingkan dengan angka pengangguran mencapai 7,04 juta jiwa.
Melihat perspektif perusahaan sebagai penyedia lapangan kerja, ternyata terdapat aspek lain yang dapat ditinjau sebagai salah satu penyebab tingginya angka pengangguran, yaitu masa percobaan kerja atau probation. Tapi sepertinya hal itu juga belum tepat, hal ini disebabkan karena para lulusan baru yang belum siap terjun ke lapangan pekerjaan.
Sementara dari sisi dunia entrepreneurship, tidak sedikit dari angkatan kerja yang menjajaki profesi bidang terkait. Setidaknya terdapat 7,8 juta orang terjun ke dunia kewirausahaan. Namun dari angka tersebut, tentu tidak semuanya mengalami nasib sesuai yang diinginkannya.
Akibatnya, beberapa bisnis didirikan tidak sesuai dengan impiannya atau malah mengalami krisis dan akhirnya bangkrut. Beberapa merasa tidak mempunyai akses ke permodalan. Padahal modal juga berupa keahlian, karakter yang baik, komitmen, kerja keras dan kualitas pribadi yang lainnya.
Tidak sedikit juga yang merasa tidak memiliki network yang baik. Kurangnya relasi mengakibatkan jaringan pemasaran juga kurang sehingga wirausahawan ini tidak mempunyai banyak pilihan. Melihat kegagalan-kegagalan, baik dari sisi profesionalitas maupun entreprenuer sering terjadi?
Pendidikan perguruan tinggi pada dewasa ini dinilai kurang mengajarkan bagaimana pentingnya mahasiswa untuk bisa lekas terbiasa bekerja di lapangan. Sehingga terjadi gap antara akademik dengan dunia industri. “Kita berupaya memperkecil gap tersebut dengan cara memperkenalkan dunia industri sedini mungkin kepada mahasiswa,” ujar Executive Director Pradita Institute Bima Himawan Ramantika di Jakarta.
“Seluruh program studi yang ada di Pradita Institute memiliki korelasi langsung dengan bisnis Summarecon sehingga semua wilayah Summarecon dapat menjadi sarana praktik bagi mahasiswa. Inilah yang disebut konsep Enterprise University,” tambahnya.
Sambung dia menerangkan, pendidikan kepada mahasiswa ditegakkan dengan pondasi budi pekerti, demi melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas. Namun juga menjunjung tinggi moral, serta berorientasi tdak hanya pada landasan teori yang kuat tetapi juga keahlian praktis yang sesuai kebutuhan industri. “Kami berupaya memupuk agar mahasiswa memiliki integritas, menghormati keberagaman, daya juang serta rasa cinta tanah air,” terang Bima.
Filosofi pembelajaran yang dianut Pradita Institute adalah menggabungkan edukasi formal dengan kebutuhan industri. Tujuannya untuk memastikan ilmu yang diajarkan kepada mahasiswa merupakan yang terkini dan benar-benar bermanfaat di dunia kerja. “Oleh karenanya sangat penting bagi Pradita Institute untuk mencetak mahasiswa menjadi generasi pembelajar, sehingga akan terus mampu beradaptasi terhadap perubahan dan memberikan warna pada bidang yang digelutinya kelak," paparnya.
Lebih lanjut Ia menerangkan, dengan berpegang pada filosofi tersebut, Pradita Institute meyakini bahwa setiap mahasiswa perlu dilatih menghadapi situasi kerja nyata, yang sering kali berbeda dengan bangku kuliah. Sering kali ketika kuliah, mahasiswa hanya bekerja sama dengan orang-orang yang satu disiplin ilmu. Tetapi di dunia kerja kelak, mereka akan bekerja bersama orang-orang dari berbagai disiplin ilmu.
"Melalui Pradita Institute, kami bertekad untuk turut serta mencerdaskan bangsa, menyiapkan Pemimpin Indonesia Masa Depan yang memiliki budi pekerti luhur serta mau terus mau belajar. Lebih jauh lagi, melalui pendidikan yang berkualitas, kami berharap akan muncul generasi yang berkesadaran diri, tahu tugas tanggung jawabnya kepada sesama dan Tuhan Yang Maha Esa," jelasnya.
Ada beberapa penyebab kenapa hal itu masih terjadi, namun sepertinya bukan pada angka lowongan kerja. Karena setidaknya ada 4000 lowongan kerja yang tersedia per bulannya, di Indonesia. Jumlah berikut merupakan jumlah yang cukup besar jika dibandingkan dengan angka pengangguran mencapai 7,04 juta jiwa.
Melihat perspektif perusahaan sebagai penyedia lapangan kerja, ternyata terdapat aspek lain yang dapat ditinjau sebagai salah satu penyebab tingginya angka pengangguran, yaitu masa percobaan kerja atau probation. Tapi sepertinya hal itu juga belum tepat, hal ini disebabkan karena para lulusan baru yang belum siap terjun ke lapangan pekerjaan.
Sementara dari sisi dunia entrepreneurship, tidak sedikit dari angkatan kerja yang menjajaki profesi bidang terkait. Setidaknya terdapat 7,8 juta orang terjun ke dunia kewirausahaan. Namun dari angka tersebut, tentu tidak semuanya mengalami nasib sesuai yang diinginkannya.
Akibatnya, beberapa bisnis didirikan tidak sesuai dengan impiannya atau malah mengalami krisis dan akhirnya bangkrut. Beberapa merasa tidak mempunyai akses ke permodalan. Padahal modal juga berupa keahlian, karakter yang baik, komitmen, kerja keras dan kualitas pribadi yang lainnya.
Tidak sedikit juga yang merasa tidak memiliki network yang baik. Kurangnya relasi mengakibatkan jaringan pemasaran juga kurang sehingga wirausahawan ini tidak mempunyai banyak pilihan. Melihat kegagalan-kegagalan, baik dari sisi profesionalitas maupun entreprenuer sering terjadi?
Pendidikan perguruan tinggi pada dewasa ini dinilai kurang mengajarkan bagaimana pentingnya mahasiswa untuk bisa lekas terbiasa bekerja di lapangan. Sehingga terjadi gap antara akademik dengan dunia industri. “Kita berupaya memperkecil gap tersebut dengan cara memperkenalkan dunia industri sedini mungkin kepada mahasiswa,” ujar Executive Director Pradita Institute Bima Himawan Ramantika di Jakarta.
“Seluruh program studi yang ada di Pradita Institute memiliki korelasi langsung dengan bisnis Summarecon sehingga semua wilayah Summarecon dapat menjadi sarana praktik bagi mahasiswa. Inilah yang disebut konsep Enterprise University,” tambahnya.
Sambung dia menerangkan, pendidikan kepada mahasiswa ditegakkan dengan pondasi budi pekerti, demi melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas. Namun juga menjunjung tinggi moral, serta berorientasi tdak hanya pada landasan teori yang kuat tetapi juga keahlian praktis yang sesuai kebutuhan industri. “Kami berupaya memupuk agar mahasiswa memiliki integritas, menghormati keberagaman, daya juang serta rasa cinta tanah air,” terang Bima.
Filosofi pembelajaran yang dianut Pradita Institute adalah menggabungkan edukasi formal dengan kebutuhan industri. Tujuannya untuk memastikan ilmu yang diajarkan kepada mahasiswa merupakan yang terkini dan benar-benar bermanfaat di dunia kerja. “Oleh karenanya sangat penting bagi Pradita Institute untuk mencetak mahasiswa menjadi generasi pembelajar, sehingga akan terus mampu beradaptasi terhadap perubahan dan memberikan warna pada bidang yang digelutinya kelak," paparnya.
Lebih lanjut Ia menerangkan, dengan berpegang pada filosofi tersebut, Pradita Institute meyakini bahwa setiap mahasiswa perlu dilatih menghadapi situasi kerja nyata, yang sering kali berbeda dengan bangku kuliah. Sering kali ketika kuliah, mahasiswa hanya bekerja sama dengan orang-orang yang satu disiplin ilmu. Tetapi di dunia kerja kelak, mereka akan bekerja bersama orang-orang dari berbagai disiplin ilmu.
"Melalui Pradita Institute, kami bertekad untuk turut serta mencerdaskan bangsa, menyiapkan Pemimpin Indonesia Masa Depan yang memiliki budi pekerti luhur serta mau terus mau belajar. Lebih jauh lagi, melalui pendidikan yang berkualitas, kami berharap akan muncul generasi yang berkesadaran diri, tahu tugas tanggung jawabnya kepada sesama dan Tuhan Yang Maha Esa," jelasnya.
(akr)