Wujudkan Ekonomi 8 Persen lewat Pembiayaan Kreatif Infrastruktur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mewujudkan pertumbuhan ekonomi tembus 8%, pemerintah mendorong pembiayaan kreatif atau Creative financing untuk membiayai berbagai program infrastruktur di Tanah Air. Tidak hanya itu, pemerintah juga mendorong keterlibatan pihak swasta dan BUMN dalam pembangunan infrastruktur .
Kepala Subdirektorat Peraturan dan Pengembangan Kebijakan Pembiayaan Infrastruktur DJPPR Kementerian Keuangan, Lalu Taruna Anugerah mengatakan, hal itu dalam diskusi bertema "Creative Financing, Jurus Jitu Infrastruktur Menembus Ekonomi 8 Persen" pada Rabu (18/12/24).
Lalu Taruna menyampaikan, penerapan model pembiayaan creative financing dan keterlibatan swasta serta BUMN menjadi mutlak karena keterbatasan dana pemerintah yang hanya mencapai 37%.
"Kebijakan insentif fiskal dan create pembiayaan kreatif jadi tantangan di sini. Secara global pembiayaan kreatif sudah berkembang dan pembiayaan jenis ini yang akan kita dorong dengan dukungan pemerintah,” ujar Lalu Taruna.
Dia kemudian, memotret skema pembiayaan kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) yang menurutnya sukses diimplementasikan. Sejauh ini, lanjut dia, sudah ada 36 proyek yang menggunakan skema itu dengan total nilai mencapai Rp316 triliun.
“Yang membedakan KPBU dan pengadaan biasa adalah di KPBU tingkat layanan ke publik yang diperjanjikan sehingga merangsang kreatifitas dan efektifitas layanan. Misalkan di proyek air, volume dan kualitas air itu yang diperjanjikan,” terangnya.
Dalam skema KPBU sambungnya, Kementerian Keuangan menyiapkan kajian secara mendalam sehingga royek tersebut layak mendapatkan pembiayaan atau bankable. Aspek yang dipersiapkan seperti finansial, teknis dan legal, sehingga ketika dilelang, bisa menarik minat pihak swasta.
“Pendanaan kreatif lainnya bisa melalui Sarana Multi Infrastruktur yang kita harapkan menjadi bank dunianya Indonesia untuk membiayai pembangunan infrastruktur daerah," tukasnya.
Selain itu ada juga penerbitan obligasi atau sukuk daerah dan dana abadi yang berasal dari sisa lebih pembiyaan anggaran tahun berkenaan alias SILPA. Pada kesempatan yang sama, Ariyo Irhamna selaku peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyakini bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi selalu terkait dengan pembangunan infrastruktur.
"Berkaca pada pengalaman sebelumnya, tekanan yang besar untuk mewujudkan infrastruktur yang prima, terkadang melahirkan kegagalan koordinasi. Rata-rata outcome-nya tidak optimal,” ujarnya.
Lantas, Ariyo memberikan beberapa rekomendasi antara lain memperkuat pelaksanaan studi kelaikan atau feasibility study yang komprehensif. Studi itu, menurutnya, harus disertai juga dengan kajian yang bertalian dengan perubahan iklim serta lingkungan hidup.
Hal ini tambahnya, diperlukan karena investor serta lembaga pembiayaan saat ini sangat memperhatikan isu-isu tersebut sebelum memutuskan untuk turut serta dalam pembiayaan sebuah proyek infrastruktur.
Selain itu lanjutnya, pengurusan izin secara digital, terutama oleh pemerintah daerah harus semakin diperkuat dan digalakan. Tidah hanya itu skema kerja sama pemerintah dan swasta atau public private partnership pun harus semkain diperkuat.
"Terkait penyiapan areal komersial dari suatu proyek infrastruktur, mesti dilakukan sejak tahap perencanaan. Penyusunan areal ini perlu melibatkan pihak swasta sejak awal," katanya.
"Dengan adanya penyusunan areal tersebut sejak semula, pihak swasta bisa memperhitungkan nilai keuntungan yang bakal diperoleh jika turut membiayai infrastruktur itu," sambungnya.
Pratomo Ismu Jatmika selaku Wakil Direktur PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PPI) menimpali bahwa pendanaan kreatif juga perlu penjaminan infrastruktur. Penjaminan ini perlu dilakukan untuk meyakinkan misalnya pihak bank untuk membiayai suatu proyek infrastruktur ke depan.
"Jaminan ini juga melingkupi return yang akan didapatkan sebagaimana yang dijanjikan sejak semula, misalkan 12%,” pungkasnya.
Lihat Juga: Menerka Perintah Prabowo Menghentikan Pembangunan Proyek Tol Baru hingga Infrastruktur Besar
Kepala Subdirektorat Peraturan dan Pengembangan Kebijakan Pembiayaan Infrastruktur DJPPR Kementerian Keuangan, Lalu Taruna Anugerah mengatakan, hal itu dalam diskusi bertema "Creative Financing, Jurus Jitu Infrastruktur Menembus Ekonomi 8 Persen" pada Rabu (18/12/24).
Lalu Taruna menyampaikan, penerapan model pembiayaan creative financing dan keterlibatan swasta serta BUMN menjadi mutlak karena keterbatasan dana pemerintah yang hanya mencapai 37%.
"Kebijakan insentif fiskal dan create pembiayaan kreatif jadi tantangan di sini. Secara global pembiayaan kreatif sudah berkembang dan pembiayaan jenis ini yang akan kita dorong dengan dukungan pemerintah,” ujar Lalu Taruna.
Dia kemudian, memotret skema pembiayaan kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) yang menurutnya sukses diimplementasikan. Sejauh ini, lanjut dia, sudah ada 36 proyek yang menggunakan skema itu dengan total nilai mencapai Rp316 triliun.
“Yang membedakan KPBU dan pengadaan biasa adalah di KPBU tingkat layanan ke publik yang diperjanjikan sehingga merangsang kreatifitas dan efektifitas layanan. Misalkan di proyek air, volume dan kualitas air itu yang diperjanjikan,” terangnya.
Dalam skema KPBU sambungnya, Kementerian Keuangan menyiapkan kajian secara mendalam sehingga royek tersebut layak mendapatkan pembiayaan atau bankable. Aspek yang dipersiapkan seperti finansial, teknis dan legal, sehingga ketika dilelang, bisa menarik minat pihak swasta.
“Pendanaan kreatif lainnya bisa melalui Sarana Multi Infrastruktur yang kita harapkan menjadi bank dunianya Indonesia untuk membiayai pembangunan infrastruktur daerah," tukasnya.
Selain itu ada juga penerbitan obligasi atau sukuk daerah dan dana abadi yang berasal dari sisa lebih pembiyaan anggaran tahun berkenaan alias SILPA. Pada kesempatan yang sama, Ariyo Irhamna selaku peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyakini bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi selalu terkait dengan pembangunan infrastruktur.
"Berkaca pada pengalaman sebelumnya, tekanan yang besar untuk mewujudkan infrastruktur yang prima, terkadang melahirkan kegagalan koordinasi. Rata-rata outcome-nya tidak optimal,” ujarnya.
Lantas, Ariyo memberikan beberapa rekomendasi antara lain memperkuat pelaksanaan studi kelaikan atau feasibility study yang komprehensif. Studi itu, menurutnya, harus disertai juga dengan kajian yang bertalian dengan perubahan iklim serta lingkungan hidup.
Hal ini tambahnya, diperlukan karena investor serta lembaga pembiayaan saat ini sangat memperhatikan isu-isu tersebut sebelum memutuskan untuk turut serta dalam pembiayaan sebuah proyek infrastruktur.
Selain itu lanjutnya, pengurusan izin secara digital, terutama oleh pemerintah daerah harus semakin diperkuat dan digalakan. Tidah hanya itu skema kerja sama pemerintah dan swasta atau public private partnership pun harus semkain diperkuat.
"Terkait penyiapan areal komersial dari suatu proyek infrastruktur, mesti dilakukan sejak tahap perencanaan. Penyusunan areal ini perlu melibatkan pihak swasta sejak awal," katanya.
"Dengan adanya penyusunan areal tersebut sejak semula, pihak swasta bisa memperhitungkan nilai keuntungan yang bakal diperoleh jika turut membiayai infrastruktur itu," sambungnya.
Pratomo Ismu Jatmika selaku Wakil Direktur PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PPI) menimpali bahwa pendanaan kreatif juga perlu penjaminan infrastruktur. Penjaminan ini perlu dilakukan untuk meyakinkan misalnya pihak bank untuk membiayai suatu proyek infrastruktur ke depan.
"Jaminan ini juga melingkupi return yang akan didapatkan sebagaimana yang dijanjikan sejak semula, misalkan 12%,” pungkasnya.
Lihat Juga: Menerka Perintah Prabowo Menghentikan Pembangunan Proyek Tol Baru hingga Infrastruktur Besar
(akr)