Tarik Investor, Tarif Listrik EBT Akan Dibuat Lebih Menarik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia akan terus ditingkatkan pemanfaatannya. Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan, kunci peningkatan pemanfaatan EBT adalah perbaikan harga tarif listrik lebih kompetitif yang dapat menjamin investasi para investor dapat kembali.
"Energi baru terbarukan itu mempunyai daya tarik, namun di lain sisi, biaya produksi energi ini ongkosnya masih mahal. Untuk itulah, sekarang ini kita sedang siapkan peraturan baru yang mengatur mengenai tarif yang dirasakan oleh calon investor itu akan lebih menarik," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (15/9/2020).
(Baca Juga: EBT Jalan di Tempat, METI Dorong UU Segera Diselesaikan)
Arifin mengatakan, pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan saat ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan potensi yang ada. Seperti diketahui, Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan itu sebesar 417,8 Giga Watt total. Namun baru 2,5% yang sudah dimanfaatkan dari total potensi energi terbarukan yang dimiliki.
"Kita punya sumber energi geothermal, punya sinar matahari, kita punya biomassa, sumber tenaga air, ini semuanya belum teroptimalkan. Untuk ini secara bertahap harus didorong," jelasnya.
Menurut dia, saat ini tantangan dari pemanfaatan EBT adalah tarif listrik EBT yang masih belum menarik bagi kalangan investor, sehingga meskipun potensinya besar namun investor enggan menanamkan investasinya. Oleh karena itu, dalam waktu dekat pemerintah akan menerbitkan aturan baru yang mengatur tarif listrik EBT yang lebih baik yang dapat membuat investor mau menanamkan investasi di sektor EBT ini.
"Yang jadi masalah sekarang itu masalah tarif, jadi kalau masalah tarif itu sudah dapat kita selesaikan, maka EBT akan jalan dan investor akan terjamin return dari investmentnya mereka. Pemanfaatan EBT ini menjadi faktor yang sangat penting bagi Indonesia di masa kini dan mendatang karena akan mengurangi pemakaian energi fosil, walaupun tidak seluruhnya bisa dihapus," tambah Arifin.
Arifin memperkirakan, proses penyusunan regulasi mengenai tarif listrik EBT dapat selesai segera atau setidaknya dalam tahun ini. "Kami harapkan dalam tahun ini regulasi tarif EBT dapat selesai. Proses ini juga sudah melalui beberapa kali diskusi dengan para pelaku bisnis di sektor energi baru terbarukan.
"Pemerintah juga mengambil beberapa inisiatif antara lain misalnya untuk geothermal resiko eksplorasi akan diserap oleh Pemerintah, sehingga mengurangi resiko pada investor," tuturnya.
(Baca Juga: Dihantam Resesi, Australia Malah Mau Investasi EBT di RI)
Sebagaimana diketahui, pemanfataan EBT sebagai sumber energi menjadi harapan besar Bangsa Indonesia. Pemerintah menargetkan bauran energi nasional 23% bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) di tahun 2025 mendatang. Hal ini telah tertuang pada Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Kebijakan bauran EBT 23% ini telah diimplementasikan dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2019-2038 yang menjadi dasar penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD), maupun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2019-2028.
"Energi baru terbarukan itu mempunyai daya tarik, namun di lain sisi, biaya produksi energi ini ongkosnya masih mahal. Untuk itulah, sekarang ini kita sedang siapkan peraturan baru yang mengatur mengenai tarif yang dirasakan oleh calon investor itu akan lebih menarik," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (15/9/2020).
(Baca Juga: EBT Jalan di Tempat, METI Dorong UU Segera Diselesaikan)
Arifin mengatakan, pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan saat ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan potensi yang ada. Seperti diketahui, Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan itu sebesar 417,8 Giga Watt total. Namun baru 2,5% yang sudah dimanfaatkan dari total potensi energi terbarukan yang dimiliki.
"Kita punya sumber energi geothermal, punya sinar matahari, kita punya biomassa, sumber tenaga air, ini semuanya belum teroptimalkan. Untuk ini secara bertahap harus didorong," jelasnya.
Menurut dia, saat ini tantangan dari pemanfaatan EBT adalah tarif listrik EBT yang masih belum menarik bagi kalangan investor, sehingga meskipun potensinya besar namun investor enggan menanamkan investasinya. Oleh karena itu, dalam waktu dekat pemerintah akan menerbitkan aturan baru yang mengatur tarif listrik EBT yang lebih baik yang dapat membuat investor mau menanamkan investasi di sektor EBT ini.
"Yang jadi masalah sekarang itu masalah tarif, jadi kalau masalah tarif itu sudah dapat kita selesaikan, maka EBT akan jalan dan investor akan terjamin return dari investmentnya mereka. Pemanfaatan EBT ini menjadi faktor yang sangat penting bagi Indonesia di masa kini dan mendatang karena akan mengurangi pemakaian energi fosil, walaupun tidak seluruhnya bisa dihapus," tambah Arifin.
Arifin memperkirakan, proses penyusunan regulasi mengenai tarif listrik EBT dapat selesai segera atau setidaknya dalam tahun ini. "Kami harapkan dalam tahun ini regulasi tarif EBT dapat selesai. Proses ini juga sudah melalui beberapa kali diskusi dengan para pelaku bisnis di sektor energi baru terbarukan.
"Pemerintah juga mengambil beberapa inisiatif antara lain misalnya untuk geothermal resiko eksplorasi akan diserap oleh Pemerintah, sehingga mengurangi resiko pada investor," tuturnya.
(Baca Juga: Dihantam Resesi, Australia Malah Mau Investasi EBT di RI)
Sebagaimana diketahui, pemanfataan EBT sebagai sumber energi menjadi harapan besar Bangsa Indonesia. Pemerintah menargetkan bauran energi nasional 23% bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) di tahun 2025 mendatang. Hal ini telah tertuang pada Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Kebijakan bauran EBT 23% ini telah diimplementasikan dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2019-2038 yang menjadi dasar penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD), maupun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2019-2028.
(fai)