Mayday, Mayday, Industri Penerbangan Dunia Terancam Bangkrut

Senin, 04 Mei 2020 - 15:48 WIB
loading...
Mayday, Mayday, Industri...
Maskapai penerbangan di dunia tengah menghadapi krisis akibat wabah corona
A A A
JAKARTA - Akhirnya Lion Air Group tidak jadi mengudara pada 3 Mei lalu. Menurut management Lion Air Group pihaknya menunda operasional exemption flight atau izin penerbangan khusus hingga pemberitahuan selanjutnya. Menurut Danang Mandala Prihantoro Corporate Communications Strategic of Lion Air Group, tujuan dari operasional perizinan khusus (exemption flight) adalah membantu kemudahan mobilisasi pebisnis dan bukan untuk mudik.

Dijelaskan oleh Danang, penundaan ini terjadi karena dibutuhkan persiapan-persiapan yang lebih komprehensif, agar pelaksanaan penerbangan tetap berjalan sesuai ketentuan dan unsur-unsur keamanan dan keselamatan penerbangan, selama pandemi virus corona.

Seperti diketahui Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan sejak 24 April hingga 2 Juni 2020 telah melarang operasional penerbangan komersil penumpang. Hal tersebut diatur dalam Pasal 19 Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah Covid-19. Pelarangan ini berlaku baik untuk penerbangan rute domestik maupun internasional. Pelarangan terbang bagi pesawat komersial ini merupakan bagian dari kebijakan larangan mudik saat wabah Corona, yang telah disampaikan oleh Presiden Joko widodo sebelumnya.

Nah pekan lalu, Lion Air Group mengumumkan akan mulai terbang kembali melalui operasional perizinan khusus pada 3 Mei. Ternyata hingga hari ini Lion Air tetap belum bisa terbang. Lion Air tidak sendiri, faktanya dalam beberapa bulan terakhir ini hampir semua maskapai penerbangan di dunia memang sudah tidak mengudara lagi atau mengurangi frekwensi penerbangan mereka secara besar-besaran.

Akibat pandemi corona sejumlah maskapai penerbangan di dunia memang telah menghentikan operasionalnya. Ini terjadi karena memang sejumlah negara dan kota-kota lainnya di dunia telah memberlakukan lock down. Otomatis perusahaan-perusahaan penerbangan itu pun banyak kehilangan penumpang. Maskapai penerbangan seperti Etihad, British Airways, Turki Airlines, Qatar Airways, KLM, Air Asia dan masih banyak lagi sudah berhenti terbang atau mengurangi frekwensi penerbangan mereksa sejak Maret lalu.

Hingga awal April lalu jumlah maskapai yang berhenti terbang makin banyak. Peter Harbison, chairman dari grup industri Centre for Aviation mengatakan ada sekitar 80% pesawat komersial di dunia yang sudah tidak mengudara lagi. Saat itu pun sudah lebih dari 70 maskapai di dunia yang secara remsi mengatakan untuk sementara tidak beroperasi lagi.

Kajian yang dipublikasikan oleh CAPA (Centre for Asia-Pacific Aviation) lembaga konsultasi dan analisis penerbangan yang berbasis di Sydney Australia pada 29 April lalu mengatakan penumpang pada perusahaan maskapai penerbangan di Eropa sudah anjlok sebesar 87%. Sebagai perbandingan penumpang pesawat di kawasan Amerika Latin juga turun 82%. Sementara penumpang burung besi di Timur Tengah merosot 75%, Afrika 75%, Amerika Utara berkurang 71%. Lalu untuk kawasan Asia Pasifik anjlok 60%.

Tak mengherankan jika CAPA pun memprediksikan dalam dua bulan ke depan dari 800 maskapai penerbangan di dunia, lebih dari 50% akan gulung tikar, akibat dihantam pandemi corona. CAPA mengatakan prediksi ini bisa tidak terjadi dengan catatan pemerintah setempat mau memberikan bantuan kepada perusahaan penerbangan.

Asosiasi Transportasi Udara Internasional, IATA pun menyebutkan, industri penerbangan global membutuhkan bantuan dari pemerintah. Bantuan dimaksud adalah skema bailout total antara US$150 miliar dan US$200 miliar untuk bertahan dari krisis akibat virus Corona.

Sebelum bantuan itu datang, berbagai upaya pun dilakukan maskapai penerbangan untuk tetap bertahan hidup. Intinya perusahaan-perusahaan tersebut melakukan efisiensi besar-besaran agar tetap eksis. PHK dan merumahkan karyawan jadi cara yang paling banyak dipilih.

British Airways misalnya , telah melakukan PHK pada 30.000 awak kabin dan staf. Terbaru maskapai penerbangan asal Inggris ini juga akan merumahkan 800 pilotnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Air Canada. Perusahaan penerbangan yang berkantor pusat di Montreal, Quebec, Kanada, mengumumkan akan merumahkan hampir setengah dari karyawannya di kuartal II-2020, atau sekitar 15.200. Diantara mereka yang akan di PHK itu adalah 1.300 manajer, 5.100 pramugari dan juga 1.500 karyawan di anak perusahaan.

Sementara miliarder Richard Branson, pemilik maskapai Virgin Atlantic, punya kiat lain. Dibanding harus merumahakan karyawannya ia mati-matian membujuk Pemerintah Inggris untuk guna membantu bisnis penerbangannya agar selamat dari krisis ini. Richard Branson meminta pemerintah Inggris untuk memberikan bailout sebesar 500 juta poundstering atau setara dengan Rp 9,6 triliun.

Beralih ke Kargo

Uang yang diminta Branson agar Virgin Atlantic tidak bangkrut masih terbilang sedikit. Maskapai penerbangan asal Jerman Lufthansa dikabarkan telah merampungkan proposal paket penyelamatan senilai 10 miliar euro atau sekitar RP 167 triliun. Namanya juga penyelamatan, paket ini bertujuan untuk membuat perusahaan dapat bertahan setelah melaporkan kerugian besar dan penghentian operasi hampir semua pesawatnya akibat wabah corona. Paket tersebut terdiri dari suntikan modal dari dana stabilisasi ekonomi baru Jerman (Economic Stabilisation Fund/ESF). Lalu juga utang yang disediakan oleh Austria, Swiss dan Belgia. Maskapai Emirates juga tengah berupaya mencari pendanaan yang nilainya miliaran US$. Pendanan ini diharapkan dapat diperoleh dari bank-bank lokal di Uni Emirat Arab dan juga perbankan internasional.

Di dalam negeri, Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Irfan Setiaputra mengatakan, tahun ini menjadi tahun yang sangat menantang bagi Garuda Indonesia. Saat ini Garuda terus mencoba untuk bertahan hidup. Efisiensi dalam skala cukup besar pun dilakukan. Seperti, memangkas gaji karyawan mulai dari level direksi, komisaris, hingga staf. Besaran pemotongan gaji, take home pay ini bervareasi, antara 10% hingga 50%. Pemotongan gaji ini mulai berlaku April hingga Juni nanti.

Garuda Indonesia juga melakukan negosiasi dengan lessor untuk penundaan pembayaran sewa pesawat (lease holiday) serta memperpanjang masa sewa pesawat untuk mengurangi biaya sewa per bulan. Selain itu BUMN ini juga akan mengusahakan refinancing utang baik dengan bank dalam negeri maupun luar negeri. Untuk tahun ini jatuh tempo utang Garuda nilainya US$ 500 juta, setara dengan Rp7,4 triliun.

Anak usaha Garuda Indonesia, Citilink punya cara lain dalam berkelit dari krisis akibat wabah corona. Citilink pun mulai fokus untuk mengoptimalisasi armada dengan melayani pengiriman kargo baik untuk rute domestik maupun internasional. Ini dilakukan menyusul ditutupnya sementara operasional penerbangan reguler dan charter penumpang dalam rangka penanggulangan Covid-19. “Citilink telah mengoperasikan penerbangan kargo secara penuh untuk membantu kelancaran proses distribusi logistik di berbagai wilayah,” ujar Direktur Utama Citilink Juliandra Nurtjahjo.

Layanan pengiriman kargo ini dilakukan melalui penerbangan kargo charter maupun reguler setiap harinya dengan menghubungkan ke berbagai kota diantaranya Medan, Banjarmasin, Pontianak, Makassar. Selain itu juga dengan jadwal-jadwal tertentu ke kota Manado, Balikpapan, Batam, Pekanbaru, Surabaya, Denpasar, Padang, Palembang, Kupang serta rute internasional ke Singapura dan kota-kota di China. Adapun armada yang digunakan untuk mengangkut kargo ini adalah pesawat jenis Airbus A320 dengan kapasitas angkut kargo sebesar 15 ton dan Airbus A330 dengan kapasitas angkut kargo sebanyak 24 ton.
(eko)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1181 seconds (0.1#10.140)