Flying & Airport in the Next Normal
loading...
A
A
A
Yuswohady
Managing Partner Inventure
Dunia penerbangan dan bandara adalah salah sektor yang paling terdampak dengan adanya pandemi corona. Konsumen masih takut bepergian menggunakan pesawat setidaknya hingga tahun depan saat vaksin mulai diproduksi. Banyak maskapai penerbangan di seluruh dunia gulung tikar dan melakukan layoff karyawan besar-besaran.
Bagaimana tren perilaku konsumen terkait penggunaan jasa penerbangan dan bandara? Berikut ini lima di antara pergeseran besar (megashifts) yang bakal terjadi ketika kita sudah memasuki fase next normal, yaitu saat vaksin sudah diproduksi dan didistribusikan. (Baca: Inilah Tips Melawan Rasa Malas Beribadah)
#1. Flying Gets Expensive
Strategi paling gampang untuk menarik konsumen naik pesawat kembali begitu PSBB dilonggarkan adalah dengan menawarkan diskon dan tiket murah. Namun rasanya langkah tersebut sulit diwujudkan karena baru saja IATA (International Air Transport Association) mengumumkan indikasi bahwa harga tiket pesawat bakal melonjak pascapandemi karena adanya social distancing.
Terlebih, masih menurut IATA, untuk break even saja setiap pesawat setidaknya harus terisi 77% dari kapasitas total. Artinya bisa dibayangkan harga tiket pesawat bakal melonjak tinggi sehingga tak terjangkau oleh konsumen kebanyakan.
Di samping harga tiket yang melonjak, keengganan masyarakat untuk terbang juga dipengaruhi faktor lain. Pertama, prosedur terbang yang rumit dan ribet. Kedua, risiko tertular Covid-19 selama penumpang berada di airport maupun di dalam pesawat. (Baca juga: Masih Banyak Siswa Belum Miliki Gawai dan Kesulitan Sinyal)
#2. Inflight Meals is a Thing of the Past
Di saat pandemi maskapai memangkas atau bahkan menghilangkan sama sekali layanan makanan-minuman di dalam pesawat. American Airlines misalnya meniadakan seluruh makanan dan hanya menyediakan minuman kaleng untuk seluruh penerbangan di bawah 4,5 jam.
Sebab, kita tahu, makanan dan minuman yang disajikan di pesawat akan berpotensi menjadi sumber penularan virus selama di perjalanan. Makanan fresh dan disajikan panas atau minuman yang dituang tentu akan dihindari penumpang karena berpotensi membawa virus. Minuman mungkin hanya disajikan dalam bentuk kemasan kaleng sehingga mengurangi risiko penularan.
Alih-alih membeli makanan-minuman di pesawat, para penumpang akan lebih aman jika membeli makanan-minuman di contactless vending machine di bandara sebelum mereka boarding.
#3. Airport Health & Safety is a Norm
Memastikan kesehatan dan kebersihan di setiap sudut bandara dan pesawat udara menjadi hal terpenting di saat pandemi korona (Covid-19). Tujuannya untuk menjamin keselamatan penumpang terbebas dari paparan virus.
Hal itu menjadi concern utama IATA dalam mengeluarkan kebijakan dan anjuran bagi maskapai udara di seluruh negara. Beberapa poin yang dianjurkan IATA ialah temperature screening, symptom screening, personal protective equipment, physical distancing, cleaning disinfection, Covid-19 testing hingga pengecekan immunnity passport.
Hal ini menjadi babak baru bagi standardisasi kesehatan dan kebersihan di dunia penerbangan di mana faktor kesehatan menjadi kenormalan baru bagi prosedur standar penerbangan internasional. (Baca juga: 4 Jenis Olahraga Ini Efektif Turunkan Kadar Kolesterol)
#4. Goodbye Long, Crowded Lines
Airport sudah identik dengan antrean. Masuk bandara antre, check-in antre, dan masuk pesawat pun harus antre. Padahal social distancing mengharuskan setiap calon penumpang menjaga jarak sekitar 1–2 meter. Apa jadinya kalau social distancing diterapkan di bandara? Dengan jarak antarpengantre 1–2 meter, bisa jadi panjang antrean akan mengular hampir 1 km untuk antrean satu pesawat saja.
Karena itu mau nggak mau otoritas bandara harus meniadakan antrean kalau tak ingin bandara menjadi episentrum penularan Covid-19. Goodby long, crowded lines. Caranya bagaimana agar antrean sirna? Pemecahannya pasti menggunakan solusi digital dengan sistem reminder atau notifikasi melalui smartphone calon penumpang. Ketika jumlah calon penumpang begitu besar di bandara, untuk menjamin aliran penumpang bisa steady flow barangkali dibutuhkan teknologi artificial intelligence untuk mengaturnya.
#15. Digital Airport
Untuk menunjang prosedur kesehatan Covid-19 bandara wajib meminimalkan kontak fisik penumpang. Maka digitalisasi bandara adalah solusi paripurna menghadapi pandemi. Digitalisasi meminimalkan kontak fisik di sepanjang traveller journey secara end-to-end. Mulai dari sistem self check-in menggunakan barcode pada layar komputer, penggunaan thermal scan dan alat pendeteksi logam hingga layanan self baggage claim. (Lihat videonya: Istana Para Raja di WIlayah Sulsel Berumur Ratusan Tahun)
Di sisi lain pengembangan teknologi pada alat pendeteksi virus korona yang diletakkan di bandara juga semakin berkembang. Salah satunya di Bandara Internasional Uruguay. Bandara ini sudah menggunakan mesin pendeteksi risiko terpapar Covid-19. Di sini para penumpang bisa dideteksi melalui alat pemindai wajah melalui analisis data pribadi kesehatan mereka dan sejarah perjalanan mereka sebelum sampai di bandara.
Ini adalah era baru di dunia kebandarudaraan di mana digitalisasi bukan hanya dilakukan untuk menunjang kepraktisan, tetapi juga menciptakan rasa aman di kala risiko terpapar Covid-19 terus mengintai.
Lihat Juga: Jadwal Penerbangan Bandara Ngurah Rai Masih Terganggu Akibat Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki
Managing Partner Inventure
Dunia penerbangan dan bandara adalah salah sektor yang paling terdampak dengan adanya pandemi corona. Konsumen masih takut bepergian menggunakan pesawat setidaknya hingga tahun depan saat vaksin mulai diproduksi. Banyak maskapai penerbangan di seluruh dunia gulung tikar dan melakukan layoff karyawan besar-besaran.
Bagaimana tren perilaku konsumen terkait penggunaan jasa penerbangan dan bandara? Berikut ini lima di antara pergeseran besar (megashifts) yang bakal terjadi ketika kita sudah memasuki fase next normal, yaitu saat vaksin sudah diproduksi dan didistribusikan. (Baca: Inilah Tips Melawan Rasa Malas Beribadah)
#1. Flying Gets Expensive
Strategi paling gampang untuk menarik konsumen naik pesawat kembali begitu PSBB dilonggarkan adalah dengan menawarkan diskon dan tiket murah. Namun rasanya langkah tersebut sulit diwujudkan karena baru saja IATA (International Air Transport Association) mengumumkan indikasi bahwa harga tiket pesawat bakal melonjak pascapandemi karena adanya social distancing.
Terlebih, masih menurut IATA, untuk break even saja setiap pesawat setidaknya harus terisi 77% dari kapasitas total. Artinya bisa dibayangkan harga tiket pesawat bakal melonjak tinggi sehingga tak terjangkau oleh konsumen kebanyakan.
Di samping harga tiket yang melonjak, keengganan masyarakat untuk terbang juga dipengaruhi faktor lain. Pertama, prosedur terbang yang rumit dan ribet. Kedua, risiko tertular Covid-19 selama penumpang berada di airport maupun di dalam pesawat. (Baca juga: Masih Banyak Siswa Belum Miliki Gawai dan Kesulitan Sinyal)
#2. Inflight Meals is a Thing of the Past
Di saat pandemi maskapai memangkas atau bahkan menghilangkan sama sekali layanan makanan-minuman di dalam pesawat. American Airlines misalnya meniadakan seluruh makanan dan hanya menyediakan minuman kaleng untuk seluruh penerbangan di bawah 4,5 jam.
Sebab, kita tahu, makanan dan minuman yang disajikan di pesawat akan berpotensi menjadi sumber penularan virus selama di perjalanan. Makanan fresh dan disajikan panas atau minuman yang dituang tentu akan dihindari penumpang karena berpotensi membawa virus. Minuman mungkin hanya disajikan dalam bentuk kemasan kaleng sehingga mengurangi risiko penularan.
Alih-alih membeli makanan-minuman di pesawat, para penumpang akan lebih aman jika membeli makanan-minuman di contactless vending machine di bandara sebelum mereka boarding.
#3. Airport Health & Safety is a Norm
Memastikan kesehatan dan kebersihan di setiap sudut bandara dan pesawat udara menjadi hal terpenting di saat pandemi korona (Covid-19). Tujuannya untuk menjamin keselamatan penumpang terbebas dari paparan virus.
Hal itu menjadi concern utama IATA dalam mengeluarkan kebijakan dan anjuran bagi maskapai udara di seluruh negara. Beberapa poin yang dianjurkan IATA ialah temperature screening, symptom screening, personal protective equipment, physical distancing, cleaning disinfection, Covid-19 testing hingga pengecekan immunnity passport.
Hal ini menjadi babak baru bagi standardisasi kesehatan dan kebersihan di dunia penerbangan di mana faktor kesehatan menjadi kenormalan baru bagi prosedur standar penerbangan internasional. (Baca juga: 4 Jenis Olahraga Ini Efektif Turunkan Kadar Kolesterol)
#4. Goodbye Long, Crowded Lines
Airport sudah identik dengan antrean. Masuk bandara antre, check-in antre, dan masuk pesawat pun harus antre. Padahal social distancing mengharuskan setiap calon penumpang menjaga jarak sekitar 1–2 meter. Apa jadinya kalau social distancing diterapkan di bandara? Dengan jarak antarpengantre 1–2 meter, bisa jadi panjang antrean akan mengular hampir 1 km untuk antrean satu pesawat saja.
Karena itu mau nggak mau otoritas bandara harus meniadakan antrean kalau tak ingin bandara menjadi episentrum penularan Covid-19. Goodby long, crowded lines. Caranya bagaimana agar antrean sirna? Pemecahannya pasti menggunakan solusi digital dengan sistem reminder atau notifikasi melalui smartphone calon penumpang. Ketika jumlah calon penumpang begitu besar di bandara, untuk menjamin aliran penumpang bisa steady flow barangkali dibutuhkan teknologi artificial intelligence untuk mengaturnya.
#15. Digital Airport
Untuk menunjang prosedur kesehatan Covid-19 bandara wajib meminimalkan kontak fisik penumpang. Maka digitalisasi bandara adalah solusi paripurna menghadapi pandemi. Digitalisasi meminimalkan kontak fisik di sepanjang traveller journey secara end-to-end. Mulai dari sistem self check-in menggunakan barcode pada layar komputer, penggunaan thermal scan dan alat pendeteksi logam hingga layanan self baggage claim. (Lihat videonya: Istana Para Raja di WIlayah Sulsel Berumur Ratusan Tahun)
Di sisi lain pengembangan teknologi pada alat pendeteksi virus korona yang diletakkan di bandara juga semakin berkembang. Salah satunya di Bandara Internasional Uruguay. Bandara ini sudah menggunakan mesin pendeteksi risiko terpapar Covid-19. Di sini para penumpang bisa dideteksi melalui alat pemindai wajah melalui analisis data pribadi kesehatan mereka dan sejarah perjalanan mereka sebelum sampai di bandara.
Ini adalah era baru di dunia kebandarudaraan di mana digitalisasi bukan hanya dilakukan untuk menunjang kepraktisan, tetapi juga menciptakan rasa aman di kala risiko terpapar Covid-19 terus mengintai.
Lihat Juga: Jadwal Penerbangan Bandara Ngurah Rai Masih Terganggu Akibat Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki
(ysw)