Pembentukan SWF Dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Perlukah?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ada yang menarik dari pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja . Pemerintah memasukkan rencana pembentukan Lembaga Pengelola Investasi atau Sovereign Wealth Fund (SWF) dalam RUU yang masih jadi kontroversial itu. Perlukah pembentukan SWF di tengah banyaknya lembaga investasi milik pemerintah?
Memang tidak ada kata terlambat. Pembentukan SWF sebenarnya sudah digadang-gadang sejak beberapa tahun lalu, bahkan ada yang menyebut pada era Presiden Soeharto pembentukan SWF juga sudah direncanakan. Tapi, itulah Indonesia, banyak gagasan dan ide, namun minim eksekusi atau implementasi. (Baca: Inilah Pemandangan Ahli Riya Pada Hari Kiamat)
Jika melihat latar belakang pembentukan SWF di Indonesia, bisa dibilang karena ada faktor ingin meniru Singapura dengan Temaseknya ataupun Malaysia yang memiliki Khazanah Nasional Berhad. Dua SWF tersebut kini investasinya sudah merambah ke seluruh dunia, termasuk di Indonesia dalam segala bidang.
Rencana pembentukan SWF sejatinya harus didukung, apalagi jika tujuannya bisa menciptakan BUMN berkelas dunia. Sebelumnya PT Jamsostek (Persero) sebelum berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pernah digadang-gadang menjadi SWF-nya Indonesia. Sayang, hal tersebut tidak pernah terwujud.
Pengamat ekonomi Indef Nailul Huda menilai pembentukan SWF pada dasarnya tujuannya bagus, yaitu mengelola dana investasi dari berbagai sumber termasuk APBN, masyarakat, ataupun sumber lainnya. Namun, yang perlu dipikirkan jika dibuat lembaga, berarti ada bagian-bagian dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang dimutasi ke lembaga baru ini. (Baca juga: Proyek Sodetan Kali Ciliwung di Bidara Cina Terganjal Ganti Rugi)
Menurut Nailul, yang perlu dipertanyakan adalah seberapa diperlukannya kehadiran SWF di Indonesia mengingat sebenarnya pemerintah dahulu sudah punya lembaga seperti ini, namun tidak berjalan optimal sehingga dibubarkan. "Lebih baik difungsikan dengan baik bagian-bagian dari BKPM dan Kemenkeu yang memang tugasnya mengelola dana investasi sehingga tidak perlu menambah jumlah lembaga lagi," ujar Nailul, di Jakarta, kemarin.
Dia mengungkapkan, pemerintah seyogianya perlu mengembangkan terlebih dahulu Pusat Investasi Pemerintah (PIP) yang sekarang di bawah Kemenkeu. Jadikan PIP ini sebagai SWF di Indonesia. "Perbaiki sistemnya, jangan asal buat lembaga baru tapi tujuannya belum jelas dan kuat," katanya.
Sebelumnya, Anggota Perumus Lembaga Pengelola Investasi Kementerian BUMN Robertus Bilatea mengatakan, pembentukan SWF bertujuan menyerap lebih banyak investasi dari luar negeri ke Indonesia.
Apalagi, saat ini kebutuhan Indonesia terhadap pendanaan infrastruktur sangat besar. Namun, saat ini pendanaan hanya terbatas melalui bank, pasar modal, atau BUMN. (Baca juga: Riau jadi Pusat Perhatian Penanganan Karhutla)
"Secara faktual, kita mengalami kesulitan pendanaan infrastruktur yang cukup signifikan jumlahnya untuk jalan tol, bandar udara, dan sebagainya. Kalau kita perhatikan dari sisi perbankan, kita tidak punya bank pembangunan, yang ada kita mempunyai komersial bank yang mengumpulkan dana masyarakat kemudian menempatkannya di investasi jangka pendek," ujar Robertus.
Selain mengumpulkan dana investasi, tujuan utama pembentukan LPI adalah untuk menciptakan lapangan kerja. Anggota Perumus Lembaga Pengelola Investasi Kementerian BUMN lainnya Adityo mengatakan, berdasarkan riset internal, setiap kenaikan 1% investasi mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi 0,3%. "Kenaikan ekonomi 0,3% maka penciptaan lapangan kerja 0,16% jika ditransaksikan itu 75.000 tenaga kerja," papar Adityo.
Positifnya lagi, menurut Adityo, kehadiran SWF bisa menekan ketergantungan utang. Apalagi, pembangunan infrastruktur yang masih membutuhkan dana yang tidak sedikit sehingga saat ini rasio utang terhadap PDB terus naik. (Lihat videonya: Gelar Habib, Asal Muasal dan Sejarahnya di Indonesia)
Untuk merealisasikan pembentukan SWF ini, Adityo mengaku sudah melakukan benchmark atau perbandingan sedikitnya terhadap 10 negara yang dijadikan contoh untuk pembentukan lembaga tersebut. Adapun di beberapa negara tujuan pembentukan SWF berbeda-beda. Ada yang untuk mengumpulkan dana investasi dan ada juga yang bertujuan mengembangkan hasil kekayaan negaranya.
Meski SWF dimiliki oleh negara, dalam operasionalnya Adityo mengaku lembaga tersebut tetap independen. Hanya yang akan menjadi dewan pengawas adalah Menteri Keuangan sebagai ketua dan beranggotakan Menteri BUMN serta tiga orang profesional. (Hafid Fuad/Rina Anggraeni/Rakhmat Baihaqi)
Memang tidak ada kata terlambat. Pembentukan SWF sebenarnya sudah digadang-gadang sejak beberapa tahun lalu, bahkan ada yang menyebut pada era Presiden Soeharto pembentukan SWF juga sudah direncanakan. Tapi, itulah Indonesia, banyak gagasan dan ide, namun minim eksekusi atau implementasi. (Baca: Inilah Pemandangan Ahli Riya Pada Hari Kiamat)
Jika melihat latar belakang pembentukan SWF di Indonesia, bisa dibilang karena ada faktor ingin meniru Singapura dengan Temaseknya ataupun Malaysia yang memiliki Khazanah Nasional Berhad. Dua SWF tersebut kini investasinya sudah merambah ke seluruh dunia, termasuk di Indonesia dalam segala bidang.
Rencana pembentukan SWF sejatinya harus didukung, apalagi jika tujuannya bisa menciptakan BUMN berkelas dunia. Sebelumnya PT Jamsostek (Persero) sebelum berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pernah digadang-gadang menjadi SWF-nya Indonesia. Sayang, hal tersebut tidak pernah terwujud.
Pengamat ekonomi Indef Nailul Huda menilai pembentukan SWF pada dasarnya tujuannya bagus, yaitu mengelola dana investasi dari berbagai sumber termasuk APBN, masyarakat, ataupun sumber lainnya. Namun, yang perlu dipikirkan jika dibuat lembaga, berarti ada bagian-bagian dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang dimutasi ke lembaga baru ini. (Baca juga: Proyek Sodetan Kali Ciliwung di Bidara Cina Terganjal Ganti Rugi)
Menurut Nailul, yang perlu dipertanyakan adalah seberapa diperlukannya kehadiran SWF di Indonesia mengingat sebenarnya pemerintah dahulu sudah punya lembaga seperti ini, namun tidak berjalan optimal sehingga dibubarkan. "Lebih baik difungsikan dengan baik bagian-bagian dari BKPM dan Kemenkeu yang memang tugasnya mengelola dana investasi sehingga tidak perlu menambah jumlah lembaga lagi," ujar Nailul, di Jakarta, kemarin.
Dia mengungkapkan, pemerintah seyogianya perlu mengembangkan terlebih dahulu Pusat Investasi Pemerintah (PIP) yang sekarang di bawah Kemenkeu. Jadikan PIP ini sebagai SWF di Indonesia. "Perbaiki sistemnya, jangan asal buat lembaga baru tapi tujuannya belum jelas dan kuat," katanya.
Sebelumnya, Anggota Perumus Lembaga Pengelola Investasi Kementerian BUMN Robertus Bilatea mengatakan, pembentukan SWF bertujuan menyerap lebih banyak investasi dari luar negeri ke Indonesia.
Apalagi, saat ini kebutuhan Indonesia terhadap pendanaan infrastruktur sangat besar. Namun, saat ini pendanaan hanya terbatas melalui bank, pasar modal, atau BUMN. (Baca juga: Riau jadi Pusat Perhatian Penanganan Karhutla)
"Secara faktual, kita mengalami kesulitan pendanaan infrastruktur yang cukup signifikan jumlahnya untuk jalan tol, bandar udara, dan sebagainya. Kalau kita perhatikan dari sisi perbankan, kita tidak punya bank pembangunan, yang ada kita mempunyai komersial bank yang mengumpulkan dana masyarakat kemudian menempatkannya di investasi jangka pendek," ujar Robertus.
Selain mengumpulkan dana investasi, tujuan utama pembentukan LPI adalah untuk menciptakan lapangan kerja. Anggota Perumus Lembaga Pengelola Investasi Kementerian BUMN lainnya Adityo mengatakan, berdasarkan riset internal, setiap kenaikan 1% investasi mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi 0,3%. "Kenaikan ekonomi 0,3% maka penciptaan lapangan kerja 0,16% jika ditransaksikan itu 75.000 tenaga kerja," papar Adityo.
Positifnya lagi, menurut Adityo, kehadiran SWF bisa menekan ketergantungan utang. Apalagi, pembangunan infrastruktur yang masih membutuhkan dana yang tidak sedikit sehingga saat ini rasio utang terhadap PDB terus naik. (Lihat videonya: Gelar Habib, Asal Muasal dan Sejarahnya di Indonesia)
Untuk merealisasikan pembentukan SWF ini, Adityo mengaku sudah melakukan benchmark atau perbandingan sedikitnya terhadap 10 negara yang dijadikan contoh untuk pembentukan lembaga tersebut. Adapun di beberapa negara tujuan pembentukan SWF berbeda-beda. Ada yang untuk mengumpulkan dana investasi dan ada juga yang bertujuan mengembangkan hasil kekayaan negaranya.
Meski SWF dimiliki oleh negara, dalam operasionalnya Adityo mengaku lembaga tersebut tetap independen. Hanya yang akan menjadi dewan pengawas adalah Menteri Keuangan sebagai ketua dan beranggotakan Menteri BUMN serta tiga orang profesional. (Hafid Fuad/Rina Anggraeni/Rakhmat Baihaqi)
(ysw)