Jangan Salahkan Teknologi, 90% Kebocoran Data Akibat Ulah Manusia

Jum'at, 25 September 2020 - 08:28 WIB
loading...
Jangan Salahkan Teknologi, 90% Kebocoran Data Akibat Ulah Manusia
Webinar Tantangan Perlindungan Data dan Keamanan Teknologi Dalam Industri Pembayaran Digital yang digelar Xendit di Jakarta, Kamis (24/9/2020). Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Perkembangan teknologi digital yang sangat pesat perlu diimbangi dengan kewaspadaan akan potensi pencurian atau kebocoran data pribadi konsumen. Termasuk di industri pembayaran digital yang kini ngetren, perlindungan data dan keamanan teknologi harus dikedepankan.

Masyarakat khususnya para pedagang dan konsumen perlu untuk memperhatikan aspek ini agar semua transaksi aman dan terlindungi, serta memberikan kepercayaan publik untuk bertransaksi secara digital.

Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Semuel Abrijani Pangerapan menekankan pentingnya untuk mengelola dan memanfaatkan data pribadi sesuai peruntukannya.

“Dalam RUU Perlindungan Data Pribadi yang saat ini dibahas di DPR, data saya di tempat Anda bukan berarti dapat digunakan seenaknya tapi sesuai peruntukannya," ujarnya dalam webinar "Tantangan Perlindungan Data dan Keamanan Teknologi Dalam Industri Pembayaran Digital" yang digelar Xendit di Jakarta, Kamis (24/9/2020). (Baca juga: Banyak Regulasi Pelindungan Data Pribadi, Kominfo: Harus Disatukan di RUU PDP )

Pria yang akrab disapa Semmy itu menyontohkan, di marketplace, data yang diberikan konsumen bisa ada di tangan empat pihak hanya dalam satu transaksi mulai dari aplikasi, merchant, pengiriman, sampai sistem pembayaran.

"Sehingga, apabila Anda dari pihak logistik, penggunaannya hanya terbatas untuk mengantar barang hingga tujuan dan tidak boleh dipakai untuk kepentingan yang lain, karena saya kasih izin data saya hanya untuk pengantaran barang,” tuturnya.

Semmy mengingatkan, data yang dikumpulkan oleh pihak platform, aplikasi atau pelaku industri bukanlah milik mereka, karena itu dibutuhkan rambu-rambu dan pengendalian.

“Untuk pengendalian kita kerja sama dengan berbagai pihak. Kalau untuk fintech dengan OJK, payment dengan BI. Kita tidak kerja sendiri mengendalikan ruang digital,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, pakar Cybersecurity Ardi Studeja Ardi Studeja menyebut pentingnya membangun budaya perlindungan data pribadi dengan melibatkan semua pihak secara bersama-sama.

Bagi penyelenggara aplikasi dan platform, kata dia, penting menyadari perlindungan data pribadi akan berimbas pada kepercayaan publik dan juga berdampak keuangan. Di sisi lain, masyarakat juga jangan begitu mudah untuk memberikan data.

“Data memiliki nilai. Kenapa peretasan marak sekali karena yang diretas itu punya nilai ekonomi bisa diperjual belikan. Hampir semua platform digital menghimpun data pribadi, dan dari pengalaman semua kebocoran data justru 90 persen ada pada orang, dan 10 persen dari teknologi,” beber Co-Founder Indonesia Cyber Security Forum (ISCF) itu.

Nantinya, dengan UU Perlindungan Data Pribadi, mereka tidak bisa lagi bersembunyi dengan aturan privasi. Masyarakat juga diminta tidak mudah membongkar data pribadinya. (Baca juga: Ditagih Data Real Time COVID-19, Satgas: Harap Bersabar Kami sedang Berusaha )

"Ini harus kita bangun kesadaran masyarakat karena terkadang tanpa sadar kita pun memberikan data pribadi secara sukarela, bahkan KTP banyak bertebaran di Google, termasuk data kesehatan, lokasi. Yang memanfaatkannya justru pihak lain. Hampir semua aplikasi ada yang menghimpun data, di HP kita ada semua diaktifkan," tuturnya.

Ardi lantas menyebut enam tantangan yang harus dihadapi saat ini. Pertama, menyadari perubahan yang disebabkan teknologi dan perlu perubahan perilaku dan kebiasaan.

Kedua, fokus pada manusia karena keamanan siber itu 90 persen tergantung pada manusia. Ketiga, pembangunan budaya digital. Keempat, manajemen krisis jika terjadi kebocoran data.

Kelima, handphone adalah bank data karena itu harus dilindungi. Keenam, SDM Indonesia perlu didorong bukan hanya pengguna teknologi tapi pencipta teknologi.

Sementara itu, Engineering Manager Infrastructure and Security Xendit Theo Mitsutama membenarkan bahwa para pedagang saat ini memiliki concern paling tinggi pada keamanan payment gateway. Namun, mereka selalu bingung untuk memilih mana payment gateway yang benar benar aman. (Baca juga: Sejumlah Tantangan dalam Penerapan Jurnalisme Data )

“Hal pertama, silakan dicek apakah payment gateway tersebut sesuai dengan peraturan internasional dan lokal, seperti terdaftar di Kemenkominfo sebagai penyelenggara sistem elektronik (PSE), memiliki izin, terdaftar dan diotorisasi oleh Bank Indonesia sebagai Penyelenggara Payment Gateway, lalu mencapai PCI DSS Level 1 atau level tertinggi,” urainya.

Menurut dia, standar keamanan dari regulator ini harus dipatuhi, bahkan di Xendit melampaui standar keamanan dasar regulator. Dia menyebut, sistem, proses, dan lokasi payment gateway seperti Xendit diaudit secara berkala oleh auditor eksternal untuk memastikan perusahaan teknologi keuangan itu terus mematuhi bidang-bidang seperti membangun koneksi jaringan yang aman.

“Xendit mengamankan koneksi jaringan untuk semua layanan menggunakan TLS (SSL), termasuk situs web publik kami dan dasbor. Kemudian melindungi data rahasia, melakukan enkripsi terhadap data sensitif,” ucapnya.

Dia menambahkan, Xendit menerapkan kebijakan keamanan yang kuat yang mempengaruhi seluruh organisasi perusahaan. Selain itu, Xendit memiliki sistem deteksi penipuan yang dapat digunakan untuk mencegah kasus penipuan transaksi kartu. Hal ini mencakup alamat IP daftar hitam, alamat email daftar hitam, kartu daftar hitam.

“Kami juga dapat melakukan Daftar Hitam IP dari negara berisiko tinggi, pemeriksaan sesi berdasarkan kriteria tertentu, dan penyalahgunaan promosi," ungkapnya.

Lebih lanjut, Theo mengajak semua orang untuk menjadikan masalah keamanan menjadi sederhana dan menyenangkan melalui beberapa cara. Diantaranya menggunakan gamifikasi untuk menarik lebih banyak partisipasi dalam pelatihan keamanan, membangun otomatisasi seputar pengujian keamanan, mengatakan tidak pada daftar periksa manual, serta menggunakan SSO dan pengelola kata sandi (password manager) untuk mengelola banyak kata sandi.
(ind)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2640 seconds (0.1#10.140)