Ramalan Pengusaha, Jumlah Pengangguran Bakal Membengkak Tembus 5 Juta Orang
loading...
A
A
A
JAKA - Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menilai Pemerintah harus serius dalam menghadapi gejolak ekonomi yang semakin dalam. Apalagi, resesi Indonesia diprediksi tinggal menunggu waktu ketika ketidakpastian Covid-19 terus menghantui. Ketua Umum KADIN Rosan P Roeslani mengatakan, resesi akan membuat jumlah pengangguran di Indonesia meningkat signifikan hingga 5 juta orang.
"Pertumbuhan ekonomi di minus 1,7% dan 0,6% akan meningkatkan kemiskinan dan pengangguran secara signifikan. Sekarang jumlah pengangguran kurang lebih 7 juta orang, dan akan bertambah lebih dari 5 juta," ujar Rosan dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Jumat (25/9/2020).
(Baca Juga: Sri Mulyani Akui Kemiskinan dan Pengangguran Meningkat Tajam )
Dia mengatakan, pandemi telah menekan berbagai sektor yang akhirnya menyebabkan peningkatan kemiskinan dan pengangguran. Bahkan jika diluar pandemi menurutnya sudah ada 7 juta pengangguran di setiap tahunnya.
Sementara itu setiap tahunnya sekitar 2 hingga 2,5 juta orang merupakan angkatan kerja baru yang membutuhkan lapangan kerja. Dimana saat ini ada 8,14 juta orang yang setengah menganggur dan 28,41 juta orang pekerja paruh waktu.
Dengan demikian, setidaknya ada 46,3 juta orang yang tidak bekerja secara penuh di tahun ini. "Ini angka tinggi ditambah tadi berdasarkan angka Kemenkeu kurang lebih 4-5 juta pengangguran terbuka disebabkan pandemi”, tuturnya.
Dia merinci sektor-sektor industri yang memiliki tenaga kerja besar dan turut terimbas pandemi dengan pertumbuhan yang minus, yakni sektor pertanian dengan kontribusi terhadap total tenaga kerja sebesar 29,04% ketika pertumbuhan pada kuartal I sebesar 0,02% dan kuartal II menjadi 2,19%.
(Baca Juga: Dulu Nganggur, Kini 36% Peserta Kartu Prakerja Jadi Wirausaha )
Kemudian sektor perdagangan memiliki andil terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 18,63% dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I sebesar 1,60%, namun mulai mencatatkan minus pada kuartal II -7,57%.
Selanjutnya ada industri pengolahan memiliki andil penyerapan tenaga kerja sebanyak 14,09% dengan kinerja pada kuartal I 2,06% kemudian pada kuartal II merosot jadi -6,19%. Sektor akomodasi dan makanan minuman akan mengalami kontraksi 22,02% serta industri transportasi hingga minus 30,84%.
"Makanan dan minuman mengalami kontraksi besar, tekanan terhadap tenaga kerja sangat besar, oleh karena itu langkah-langkah ke depan dalam penciptaan lapangan kerja menjadi penting ke depannya," tandasnya.
"Pertumbuhan ekonomi di minus 1,7% dan 0,6% akan meningkatkan kemiskinan dan pengangguran secara signifikan. Sekarang jumlah pengangguran kurang lebih 7 juta orang, dan akan bertambah lebih dari 5 juta," ujar Rosan dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Jumat (25/9/2020).
(Baca Juga: Sri Mulyani Akui Kemiskinan dan Pengangguran Meningkat Tajam )
Dia mengatakan, pandemi telah menekan berbagai sektor yang akhirnya menyebabkan peningkatan kemiskinan dan pengangguran. Bahkan jika diluar pandemi menurutnya sudah ada 7 juta pengangguran di setiap tahunnya.
Sementara itu setiap tahunnya sekitar 2 hingga 2,5 juta orang merupakan angkatan kerja baru yang membutuhkan lapangan kerja. Dimana saat ini ada 8,14 juta orang yang setengah menganggur dan 28,41 juta orang pekerja paruh waktu.
Dengan demikian, setidaknya ada 46,3 juta orang yang tidak bekerja secara penuh di tahun ini. "Ini angka tinggi ditambah tadi berdasarkan angka Kemenkeu kurang lebih 4-5 juta pengangguran terbuka disebabkan pandemi”, tuturnya.
Dia merinci sektor-sektor industri yang memiliki tenaga kerja besar dan turut terimbas pandemi dengan pertumbuhan yang minus, yakni sektor pertanian dengan kontribusi terhadap total tenaga kerja sebesar 29,04% ketika pertumbuhan pada kuartal I sebesar 0,02% dan kuartal II menjadi 2,19%.
(Baca Juga: Dulu Nganggur, Kini 36% Peserta Kartu Prakerja Jadi Wirausaha )
Kemudian sektor perdagangan memiliki andil terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 18,63% dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I sebesar 1,60%, namun mulai mencatatkan minus pada kuartal II -7,57%.
Selanjutnya ada industri pengolahan memiliki andil penyerapan tenaga kerja sebanyak 14,09% dengan kinerja pada kuartal I 2,06% kemudian pada kuartal II merosot jadi -6,19%. Sektor akomodasi dan makanan minuman akan mengalami kontraksi 22,02% serta industri transportasi hingga minus 30,84%.
"Makanan dan minuman mengalami kontraksi besar, tekanan terhadap tenaga kerja sangat besar, oleh karena itu langkah-langkah ke depan dalam penciptaan lapangan kerja menjadi penting ke depannya," tandasnya.
(akr)