UU Cipta Kerja Harus Jamin Pacu Ekonomi

Selasa, 06 Oktober 2020 - 06:08 WIB
loading...
UU Cipta Kerja Harus...
Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Setelah dikebut lewat 64 kaIi rapat dalam lima bulan, Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (RUU Ciptaker) kemarin disahkan. Kehadiran undang-undang (UU) baru dengan konsep lintas sektor (omnibus law) ini harus mampu menjawab tantangan bangsa, utamanya bidang ekonomi.

Masyarakat banyak menaruh harapan lahirnya UU Ciptaker ini akan benar-benar mampu mengoptimalkan 11 kluster yang menjadi target utama. 11 kluster itu adalah penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan berusaha, pemberdayaan perlindungan UMKM dan perkoperasian. Selanjutnya, kluster dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, kemudahan investasi dan proyek strategis nasional, serta kawasan ekonomi khusus. (Baca: HIdayah adalah Mengetahui Kebenaran)

Harapan besar itu tak berlebihan. Apalagi, dalam perjalanannya, RUU sapu jagat ini juga memicu polemik yang kencang dari berbagai kalangan. Bahkan hingga detik akhir saat disahkan dalam Rapat Paripurna di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, sore kemarin, sikap dua fraksi yang selama ini kencang melakukan penolakan, yakni Fraksi Partai Demokrat (FPD) dan PKS tetap kukuh. Rapat paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Bidang Korpolkam dari Fraksi Golkar Azis Syamsudin pun diwarnai aksi walk out (WO) anggota FPD.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis, pengesahan RUU Cipta Kerja ini akan katalisator pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dalam pandangan pemerintah, menurut Airlangga, Indonesia memiliki potensi untuk bisa keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah dengan adanya bonus demografi. Namun di balik itu ada tantangan terbesar yakni bagaimana kesiapan Indonesia dalam menyediakan lapangan kerja dengan banyaknya aturan dan regulasi atau hiper regulasi. "Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi dan pemangkasan regulasi," katanya.

Karena itu, diperlukan perubahan atau revisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja. Undang-undang tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi. (Baca juga: Masa Pendaftaran Beasiswa Unggulan Ditutup Hari Ini)

Airlangga mengatakan, pemerintah telah melakukan kajian yang diperlukan untuk penciptaan lapangan kerja, kebutuhan terhadap regulasi termasuk mengevaluasi undang-undang berdasarkan kajian tersebut diidentifikasikan apa yang diperlukan dalam cipta kerja. "Dan ini mendapatkan dukungan dari fraksi-fraksi yang ada di DPR," katanya.

UU Ciptaker terbagi menjadi 11 klaster. Pengelompokan persoalan dan inventarisasi tersebut dipandang cukup untuk mendorong agar memberikan perlindungan dan kemudahan bagi UMKM dan koperasi. Selain itu bisa menciptakan lapangan kerja dan juga meningkatkan perlindungan kepada pekerja dan buruh.

Pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno mengatakan, pihaknyajuga berharap UU Cipta Kerja mampu menampung semua persoalan kemudahan dalam berinvestasi.

Menurut dia, permasalahan mendasar yang banyak menjadi hambatan berinvestasi di sektor ini adalah masih adanya kewajiban analisis dampak lalu lintas. “Ini yang banyak dimanfaatkan sebagai pungli di daerah. Bagi saya, aturan itu hanya perlu pada kawasan-kawasan perumahan yang besar. Kalau yang kecil-kecil, misalnya untuk bangun rumah kluster ya tidak perlu,” ungkapnya kemarin. (Baca juga: Fadli Zon Ajak Presiden Jokowi Merenung)

Dalam UU baru ini, antara lain mengatur bidang transportasi, seperti pembentukan badan hukum, trayek dan hal-hal yang terkait kegiatan sektor transportasi, baik udara, darat, laut serta perkeretaapian.

Tangisan hingga WO

Pengesahan RUU Cipta Kerja kemarin banyak diwarnai drama politik, mulai hujan interupsi, mematikan mikrofon dari meja pimpinan DPR, tangisan saat pembacaan sikap fraksi hingga WO. Ketua DPR Azis Syamsuddin yang memimpin rapat pun sempat bersitegang dengan anggota FPD Benny K Harman. Pemicunya, Azis menawarkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto membacakan pandangan akhir pemerintah lebih dahulu, baru dilanjutkan pandangan fraksi.

Benny mengatakan, sesuai dengan mekanisme, UU dan sesuai konvensi di DPR, fraksi-fraksi biasanya menyampaikan pandangan dulu. Namun Azis menegaskan bahwa pandangan dari fraksi-fraksi telah disampaikan Baleg secara terperinci. (Baca juga: Penemu Virus Hepatitis C Raih Hadiah Nobel)

Pelaksana Harian (Plh) Ketua Fraksi PAN Saleh Daulay pun ikut menginterupsi. Dia menegaskan bahwa dalam rapat Bamus sudah ada diskusi serupa dan sudah disepakati. Jika ada satu fraksi saja yang membacakan pandangan mini fraksinya, maka seluruh fraksi harus membacakan pandangannya. Untuk itu, dia mengusulkan setiap fraksi membacakan sikapnya dan dibatasi 5 menit per fraksi sehingga hanya memakan waktu 45 menit saja.

Azis pun mempersilakan setiap fraksi menyampaikan pandangannya terkait RUU Ciptakerja di masing-masing kursi. Tetapi, karena ada gangguang mikrofon, setiap jubir fraksi dipersilakan membacakan sikap di atas podium. “Karena ada problem kami minta masing-masing fraksi maju ke depan, 5 menit aja ya,” kata Azis. Lalu, Benny menawar untuk diberikan 10 menit, dan Azis tidak menyetujuinya.

Azis kemudian mempersilakan dari Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB yang semuanya menyetujui secara bulat. Disambung Demokrat dan PKS yang secara tegas menolak. Hanya Fraksi PAN menyetujui dengan syarat. Anggota Fraksi PAN Ali Taher Parasong membacakan sikap PAN dengan isak dan air mata. Dan terakhir, PPP yang menyetujui secara bulat.

Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, RUU ini telah dapat diselesaikan oleh pemerintah dan DPR melalui pembahasan yang intensif terbuka, cermat, dan mengutamakan kepentingan nasional, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. "Melalui UU Cipta Kerja, diharapkan dapat membangun ekosistem berusaha di Indonesia yang lebih baik dan dapat mempercepat terwujudnya kemajuan Indonesia," ujar Puan. (Lihat videonya: 5 Negara dengan Angkatan Udara Paling Digdaya di Dunia)

Menurut Ketua DPP PDIP ini, apabila UU ini masih dirasakan oleh sebagian masyarakat belum sempurna maka sebagai negara hukum terbuka ruang untuk dapat menyempurnakan UU tersebut melalui mekanisme yang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yakni Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"DPR melalui fungsi pengawasan akan terus mengevaluasi saat UU tersebut dilaksanakan dan akan memastikan bahwa Undang Undang tersebut dilaksanakan untuk kepentingan nasional dan kepentingan rakyat Indonesia," katanya. (Kiswondari/Abdul Rochim/Ichsan Amin)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2359 seconds (0.1#10.140)