Paceklik Penerbangan Masih Panjang, Bos Garuda Ngarep Peluang Emas di Akhir Tahun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan industri penerbangan masih menghadapai situasi yang sulit akibat pandemi Covid-19. Bahkan, bukan hal yang mengagetkan kalau ada perusahaan maskapai yang menyatakan pailit di tengah pandemi ini.
"Kalau situasi belum membaik tentu saja kita enggak perlu kaget mendengar maskapai yang menyatakan kepailitan," ujar Irfan dalam diskusi virtual, Selasa (6/10/2020).
Irfan mengatakan kepailitan maskapai bisa berdampak panjang. Mengingat, ukuran bisnis penerbangan biasanya sangat besar. "Karena itu, beberapa perusahaan melakukan upaya, misalnya menurunkan biaya operasi, untuk bisa bertahan sembari menunggu situasi membaik," katanya.
Menyitir pernyataan sejumlah analis, Irfan menyebut situasi industri penerbangan baru akan pulih atau kembali ke kondisi sebelum Covid-19 setidaknya membutuhkan waktu 24-48 bulan. Artinya, situasi itu diharapkan bisa pulih secepatnya pada 2022, meskipun mayoritas yakin situasi baru benar-benar pulih di 2024.
"Ini menjadi tantangan bagi industri penerbangan, mampukah kita bertahan dua sampai empat tahun ke depan. Dan bagaimana mencari peluang di tengah kesulitan," ujar Irfan.
Garuda sendiri, ujar Irfan, telah mengalami kondisi paling buruk dalam sejarah industri dan sejarah perusahaan pada Mei 2020. Kala itu, jumlah penumpang turun drastis hingga ke level satu digit.
Kala itu pun perusahaan tidak bisa mendapatkan momen-momen puncak alias peak season seperti tahun-tahun sebelumnya, antara lain momen umrah, haji, hingga mudik lebaran. (Lihat video: Mulai November, Arab Saudi Izinkan Kembali Jemaah Luar Negeri Untuk Beribadah Umroh )
"Ini situasi sangat buruk untuk perusahaan seperti Garuda. Apalagi kemudian kita mengalami kejadian di mana kita tidak bisa lagi menikmati masa emas tiap tahun atau peak time penerbangan. Misalnya umrah dan haji, begitu pemerintah menutup kunjungan umrah dan pemerintah Indonesia memutuskan tidak mengirim haji tahun ini. Ini pukulan sangat berarti dan berat untuk Garuda," kata dia.
Sehingga, saat ini, tinggal tersisa satu kesempatan emas di tahun ini yaitu pada libur natal dan tahun baru yang biasanya menjadi waktu sibuk bagi maskapai. Keterpurukan itu pun, menurut dia, ditambah lagi dengan adanya pembatasan penerbangan antar negara untuk mencegah penularan Covid-19. (Baca juga: Ethiopia Larang Penerbangan di Atas Bendungan Demi Keamanan )
"Termasuk Indonesia yang melarang WNA masuk kecuali dalam kondisi tertentu. Demikian juga banyak negara yang kalau dibolehkan masuk perlu karantina 14 hari. Ini yang memberatkan kita sehingga penerbangan internasional ke negara yang biasa diterbangkan pada hari ini hanya dipenuhi penumpang repatriasi," tandasnya.
"Kalau situasi belum membaik tentu saja kita enggak perlu kaget mendengar maskapai yang menyatakan kepailitan," ujar Irfan dalam diskusi virtual, Selasa (6/10/2020).
Irfan mengatakan kepailitan maskapai bisa berdampak panjang. Mengingat, ukuran bisnis penerbangan biasanya sangat besar. "Karena itu, beberapa perusahaan melakukan upaya, misalnya menurunkan biaya operasi, untuk bisa bertahan sembari menunggu situasi membaik," katanya.
Menyitir pernyataan sejumlah analis, Irfan menyebut situasi industri penerbangan baru akan pulih atau kembali ke kondisi sebelum Covid-19 setidaknya membutuhkan waktu 24-48 bulan. Artinya, situasi itu diharapkan bisa pulih secepatnya pada 2022, meskipun mayoritas yakin situasi baru benar-benar pulih di 2024.
"Ini menjadi tantangan bagi industri penerbangan, mampukah kita bertahan dua sampai empat tahun ke depan. Dan bagaimana mencari peluang di tengah kesulitan," ujar Irfan.
Garuda sendiri, ujar Irfan, telah mengalami kondisi paling buruk dalam sejarah industri dan sejarah perusahaan pada Mei 2020. Kala itu, jumlah penumpang turun drastis hingga ke level satu digit.
Kala itu pun perusahaan tidak bisa mendapatkan momen-momen puncak alias peak season seperti tahun-tahun sebelumnya, antara lain momen umrah, haji, hingga mudik lebaran. (Lihat video: Mulai November, Arab Saudi Izinkan Kembali Jemaah Luar Negeri Untuk Beribadah Umroh )
"Ini situasi sangat buruk untuk perusahaan seperti Garuda. Apalagi kemudian kita mengalami kejadian di mana kita tidak bisa lagi menikmati masa emas tiap tahun atau peak time penerbangan. Misalnya umrah dan haji, begitu pemerintah menutup kunjungan umrah dan pemerintah Indonesia memutuskan tidak mengirim haji tahun ini. Ini pukulan sangat berarti dan berat untuk Garuda," kata dia.
Sehingga, saat ini, tinggal tersisa satu kesempatan emas di tahun ini yaitu pada libur natal dan tahun baru yang biasanya menjadi waktu sibuk bagi maskapai. Keterpurukan itu pun, menurut dia, ditambah lagi dengan adanya pembatasan penerbangan antar negara untuk mencegah penularan Covid-19. (Baca juga: Ethiopia Larang Penerbangan di Atas Bendungan Demi Keamanan )
"Termasuk Indonesia yang melarang WNA masuk kecuali dalam kondisi tertentu. Demikian juga banyak negara yang kalau dibolehkan masuk perlu karantina 14 hari. Ini yang memberatkan kita sehingga penerbangan internasional ke negara yang biasa diterbangkan pada hari ini hanya dipenuhi penumpang repatriasi," tandasnya.
(ind)