Bos BI: Suntikan Likuiditas Perbankan Rp666 T per Awal Oktober
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) terus memberikan relakasi pada perbankan di tengah pandemi Covid-19. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan telah melakukan quantitative easing (QE) dengan suntikan dana sebesar Rp666 triliun sejak awal tahun hingga awal Oktober 2020.
Angka ini tercatat naik Rp4 triliun dibandingkan dengan total suntikan pada akhir September 2020 yang sebesar Rp662,1 triliun. "Likuiditas mencapai Rp666 triliun. Sehingga untuk perbankan likuidiasi lebih dari cukup," ujar Perry dalam acara Webinar, Jumat (9/10/2020). (Baca juga: Bikin UU Cipta Kerja, Luhut: RI Dapat Ucapan Selamat dari Bank Dunia )
Dia melanjutkan, likuiditas perbankan kini sudah lebih dari cukup. Maka itu, dengan suntikan ini dia berharap penyaluran kredit bisa dipercepat ke depannya. (Baca juga: BUMN Mau Dapat Kredit dari Luar Negeri, Nih Simak Bocoran dari Kemenkeu )
Sebagai informasi, suntikan likuiditas itu dilakukan melalui pembelian surat berharga nasional (SBN) dari pasar sekunder, penyediaan likuiditas ke perbankan dengan mekanisme term-repurchase agreement (repo), dan penurunan giro wajib minimum (GWM). "Restrukrisasi kredit ekonomi akan baik. mematching ketersediaan menyalurkan kredit dan permintaan dunia usaha," tandasnya.
Angka ini tercatat naik Rp4 triliun dibandingkan dengan total suntikan pada akhir September 2020 yang sebesar Rp662,1 triliun. "Likuiditas mencapai Rp666 triliun. Sehingga untuk perbankan likuidiasi lebih dari cukup," ujar Perry dalam acara Webinar, Jumat (9/10/2020). (Baca juga: Bikin UU Cipta Kerja, Luhut: RI Dapat Ucapan Selamat dari Bank Dunia )
Dia melanjutkan, likuiditas perbankan kini sudah lebih dari cukup. Maka itu, dengan suntikan ini dia berharap penyaluran kredit bisa dipercepat ke depannya. (Baca juga: BUMN Mau Dapat Kredit dari Luar Negeri, Nih Simak Bocoran dari Kemenkeu )
Sebagai informasi, suntikan likuiditas itu dilakukan melalui pembelian surat berharga nasional (SBN) dari pasar sekunder, penyediaan likuiditas ke perbankan dengan mekanisme term-repurchase agreement (repo), dan penurunan giro wajib minimum (GWM). "Restrukrisasi kredit ekonomi akan baik. mematching ketersediaan menyalurkan kredit dan permintaan dunia usaha," tandasnya.
(ind)