Perluas Pangsa Pasar EBT, Menteri Arifin: Saatnya Indonesia Ikuti Tren Dunia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai sumber energi yang ramah lingkungan akan dipercepat dengan menciptakan pasar baru EBT. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, pasar baru EBT tersebut dilakukan melalui program renewable energy base industry development (Rebid) dan renewable energy base on economic development (Rebed).
Program ini dirancang untuk mempercepat pemanfaatan energi baru terbarukan di kawasan industri , Kawasan Ekonomi Khusus dan mendukung Kawasan ekonomi lokal di kawasan terpencil, terluar dan terdepan (3T).
"Menciptakan pasar baru EBT melalui program renewable energy base industry development dan renewable energy base on economic development yang bertujuan untuk mempercepat pemanfaatan EBT di kawasan industri dan Kawasan ekonomi Khusus dan mendukung Kawasan ekonomi lokal di kawasan 3T Indonesia, yaitu terpencil, terluar dan terdepan," ujar Arifin Tasrif dalam siaran pers yang diterima, Sabtu (10/10).
(Baca Juga: EBT Jadi Strategi Dorong Pemulihan Ekonomi Pascapandemi )
Indonesia, lanjut Arifin, sudah saatnya mengikuti tren masyarakat dunia yang mulai mengoptimalkan pemanfaatan EBT untuk mengurangi dampak perubahan iklim, sesuai kesepakatan Protokol Kyoto Tahun 1997 dimana komunitas internasional bertekad akan mengurangi emisi gas karbondioksida dan gas rumah kaca.
"Di tingkat global, negara-negara dunia telah berkomitmen untuk mengurangi dampak perubahan iklim dengan disepakatinya Kyoto Protokol di tahun 1997. Komunitas internasional bertekad untuk mengurangi emisi karbondioksida dan gas rumah kaca lainnya, termasuk pengurangan emisi dari sektor energi sehingga terjadi transformasi energi untuk mengurangi energi fosil pada seluruh sektor, termasuk diantaranya sektor transportasi ke energi baru terbarukan," lanjut Arifin.
Di samping membuka pasar untuk pemanfaatan EBT yang lebih besar, Pemerintah juga akan memaksimalkan implementasi bioenergi, seperti percepatan pembangunan listrik berbasis sampah di dua belas kota, pemanfaatan biomasa dan sampah sebagai bahan baku pada cofiring Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) eksisting.
Lalu pelaksanaan mandatori B30, serta program pengembangan green refinery dan mendorong pengembangan panas bumi berbasis kewilayahan melalui program Flores Geothermal Island yang targetnya adalah pemenuhan beban dasar listrik di Pulau Flores.
"Optimalisasi pemanfaatan tidak langsung energi panas bumi. Untuk mengurangi resiko eksplorasi oleh para pengembang, Pemerintah juga telah membuat pengembangan panas bumi melalui government drilling, kegiatan eksplorasi dilakukan oleh pemerintah," jelas Arifin.
(Baca Juga: Perpres EBT Dorong Target Pemenuhan Bauran Energi Nasional )
Pada kesempatan yang sama Direktur Aneka Energi Kementerian ESDM Harris mengatakan, transisi dari energi berbasis fosil ke EBT diperlukan karena ramah lingkungan. Kunci untuk pemanfaatan EBT yang optimal adalah harga yang lebih kompetitif.
"Saat ini, Pemerintah telah berupaya menyelesaikan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pembelian energi listrik energi terbarukan. Dalam Perpres ini akan mengatur harga EBT yang didasarkan kepada aspek keekonomian dari teknologi EBT itu dan juga berdasarkan lokasi energi terbarukan itu akan dibangun, harganya akan berbeda dan harga yang sudah dimasukan dalam rancangan Perpres ini lebih menarik untuk memberikan daya tarik kepada pelaku bisnis untuk datang berinvestasi ke Indonesia," imbuh Harris.
Nantinya, ada sebelas kementerian dan lembaga yang terlibat dan memberikan peran dalam mendorong pengembangan EBT ini, mulai dari Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), BUMN, Kementerian Perindustrian dan banyak lagi.
Program ini dirancang untuk mempercepat pemanfaatan energi baru terbarukan di kawasan industri , Kawasan Ekonomi Khusus dan mendukung Kawasan ekonomi lokal di kawasan terpencil, terluar dan terdepan (3T).
"Menciptakan pasar baru EBT melalui program renewable energy base industry development dan renewable energy base on economic development yang bertujuan untuk mempercepat pemanfaatan EBT di kawasan industri dan Kawasan ekonomi Khusus dan mendukung Kawasan ekonomi lokal di kawasan 3T Indonesia, yaitu terpencil, terluar dan terdepan," ujar Arifin Tasrif dalam siaran pers yang diterima, Sabtu (10/10).
(Baca Juga: EBT Jadi Strategi Dorong Pemulihan Ekonomi Pascapandemi )
Indonesia, lanjut Arifin, sudah saatnya mengikuti tren masyarakat dunia yang mulai mengoptimalkan pemanfaatan EBT untuk mengurangi dampak perubahan iklim, sesuai kesepakatan Protokol Kyoto Tahun 1997 dimana komunitas internasional bertekad akan mengurangi emisi gas karbondioksida dan gas rumah kaca.
"Di tingkat global, negara-negara dunia telah berkomitmen untuk mengurangi dampak perubahan iklim dengan disepakatinya Kyoto Protokol di tahun 1997. Komunitas internasional bertekad untuk mengurangi emisi karbondioksida dan gas rumah kaca lainnya, termasuk pengurangan emisi dari sektor energi sehingga terjadi transformasi energi untuk mengurangi energi fosil pada seluruh sektor, termasuk diantaranya sektor transportasi ke energi baru terbarukan," lanjut Arifin.
Di samping membuka pasar untuk pemanfaatan EBT yang lebih besar, Pemerintah juga akan memaksimalkan implementasi bioenergi, seperti percepatan pembangunan listrik berbasis sampah di dua belas kota, pemanfaatan biomasa dan sampah sebagai bahan baku pada cofiring Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) eksisting.
Lalu pelaksanaan mandatori B30, serta program pengembangan green refinery dan mendorong pengembangan panas bumi berbasis kewilayahan melalui program Flores Geothermal Island yang targetnya adalah pemenuhan beban dasar listrik di Pulau Flores.
"Optimalisasi pemanfaatan tidak langsung energi panas bumi. Untuk mengurangi resiko eksplorasi oleh para pengembang, Pemerintah juga telah membuat pengembangan panas bumi melalui government drilling, kegiatan eksplorasi dilakukan oleh pemerintah," jelas Arifin.
(Baca Juga: Perpres EBT Dorong Target Pemenuhan Bauran Energi Nasional )
Pada kesempatan yang sama Direktur Aneka Energi Kementerian ESDM Harris mengatakan, transisi dari energi berbasis fosil ke EBT diperlukan karena ramah lingkungan. Kunci untuk pemanfaatan EBT yang optimal adalah harga yang lebih kompetitif.
"Saat ini, Pemerintah telah berupaya menyelesaikan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pembelian energi listrik energi terbarukan. Dalam Perpres ini akan mengatur harga EBT yang didasarkan kepada aspek keekonomian dari teknologi EBT itu dan juga berdasarkan lokasi energi terbarukan itu akan dibangun, harganya akan berbeda dan harga yang sudah dimasukan dalam rancangan Perpres ini lebih menarik untuk memberikan daya tarik kepada pelaku bisnis untuk datang berinvestasi ke Indonesia," imbuh Harris.
Nantinya, ada sebelas kementerian dan lembaga yang terlibat dan memberikan peran dalam mendorong pengembangan EBT ini, mulai dari Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), BUMN, Kementerian Perindustrian dan banyak lagi.
(akr)