Utang Luar Negeri Membengkak, Awas Tekanan Hebat ke Nilai Tukar Rupiah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Indef Bhima Yudistira mengatakan, Pemerintah dan Bank Indonesua (BI) sepertinya harus lebih mencermati risiko utang luar negeri . Hal ini dikarenakan beban utang valas harus dibayar dengan stok valas yang cukup.
"Jika tidak akan menimbulkan tekanan hebat pada stabilitas nilai tukar rupiah ," kata Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Kamis (15/10/2020).
(Baca Juga: Utang Luar Negeri RI Tembus Rp5.940 T, Stafsus Sri Mulyani: Negara Akan Mampu Membayar )
Dia melanjutkan kinerja utang juga disebut buruk karena debt to service atau DSR terus meningkat menjadi 29.5%. "Kenaikan DSR cerminkan penambahan utang tidak di imbangi dengan kinerja penerimaan di sektor valas seperti rendahnya kinerja ekspor sepanjang tahun," katanya.
Sebagai infornasi, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia meningkat. Posisi ULN Indonesia pada akhir Agustus 2020 tercatat sebesar USD413,4 miliar dolar AS, terdiri dari ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) sebesar USD203,0 miliar dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar USD210,4 miliar.
Direktur Eksekutif Komunikasi BI Onny Widjarnako mengatakan pertumbuhan ULN Indonesia pada Agustus 2020 tercatat 5,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 4,2% (yoy), disebabkan oleh transaksi penarikan neto ULN, baik ULN Pemerintah maupun swasta.
"Selain itu, penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS juga berkontribusi pada peningkatan nilai ULN berdenominasi Rupia," kata Onny di Jakarta.
(Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani: Indonesia Mundur Beberapa Tahun Akibat Pandemi )
Saat ini, ULN Pemerintah pada Agustus 2020 tumbuh meningkat. Posisi ULN Pemerintah pada akhir Agustus 2020 tercatat sebesar USD200,1 miliar atau tumbuh 3,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan Juli 2020 sebesar 2,3% (yoy).
"Perkembangan ini terutama didorong oleh penarikan sebagian komitmen pinjaman dari lembaga multilateral yang memberikan dukungan kepada Indonesia untuk menangani pandemi COVID-19 dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)," katanya.
"Jika tidak akan menimbulkan tekanan hebat pada stabilitas nilai tukar rupiah ," kata Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Kamis (15/10/2020).
(Baca Juga: Utang Luar Negeri RI Tembus Rp5.940 T, Stafsus Sri Mulyani: Negara Akan Mampu Membayar )
Dia melanjutkan kinerja utang juga disebut buruk karena debt to service atau DSR terus meningkat menjadi 29.5%. "Kenaikan DSR cerminkan penambahan utang tidak di imbangi dengan kinerja penerimaan di sektor valas seperti rendahnya kinerja ekspor sepanjang tahun," katanya.
Sebagai infornasi, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia meningkat. Posisi ULN Indonesia pada akhir Agustus 2020 tercatat sebesar USD413,4 miliar dolar AS, terdiri dari ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) sebesar USD203,0 miliar dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar USD210,4 miliar.
Direktur Eksekutif Komunikasi BI Onny Widjarnako mengatakan pertumbuhan ULN Indonesia pada Agustus 2020 tercatat 5,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 4,2% (yoy), disebabkan oleh transaksi penarikan neto ULN, baik ULN Pemerintah maupun swasta.
"Selain itu, penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS juga berkontribusi pada peningkatan nilai ULN berdenominasi Rupia," kata Onny di Jakarta.
(Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani: Indonesia Mundur Beberapa Tahun Akibat Pandemi )
Saat ini, ULN Pemerintah pada Agustus 2020 tumbuh meningkat. Posisi ULN Pemerintah pada akhir Agustus 2020 tercatat sebesar USD200,1 miliar atau tumbuh 3,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan Juli 2020 sebesar 2,3% (yoy).
"Perkembangan ini terutama didorong oleh penarikan sebagian komitmen pinjaman dari lembaga multilateral yang memberikan dukungan kepada Indonesia untuk menangani pandemi COVID-19 dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)," katanya.
(akr)