Ada Merger, Pemegang Saham Minoritas BRIS Bisa Untung Bisa juga Buntung

Jum'at, 23 Oktober 2020 - 09:19 WIB
loading...
Ada Merger, Pemegang...
Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Merger bank syariah milik BUMN bakal menimbulkan pekerjaan baru soal penetapan harga saham PT BRI Syariah Tbk (BRIS) . Pasalnya, setelah merger akan terjadi perubahan pemegang saham pengendali dari BRI ke Bank Mandiri.

Setelah merger Bank Mandiri akan menggambil alih kepemilikan saham mayoritas di BRIS dengan komposisi diproyeksikan sebesar 51,2%. Memang, seperti kata beberapa analis, aksi merger yang menyebabkan terjadi perubahan pemegang saham pengendali itu tak perlu melewati proses penawaran tender wajib (tender offer). ( Baca juga:Prospek Cerah Bank Syariah BUMN Hasil Penggabungan )

Namun dalam dokumen penggabungan tiga bank syariah BUMN itu tercantum skema untuk melindungi hak-hak pemegang saham minoritas yang tidak setuju terhadap penggabungan. Para pemegang saham minoritas diberikan kesempatan untuk meminta sahamnya dibeli dengan harga wajar yang dinilai oleh penilai independen yang ditunjuk BRIS.

Nah sekarang pertanyaannya berapa harga wajar saham BRIS?Jika mengacu pada bursa saham, harga BRIS pada Kamis (22/10) berada di level Rp1.300. Harga saham BRIS malah sempat nangkring di angka Rp1.405, satu hari setelah Erick Thohir mengumumkan merger bank syariah.

Padahal sebelum pengumuman atau pelaksanaan penandatanganan conditional merger agreement (CMA) tiga bank syariah BUMN, harga BRIS masih di bawah level seceng. Bahkan, pada rentang April harganya masih di bawah dua ratus perak.

Hans Kwee, Direktur PT Anugerah Mega Investama, mengatakan kenaikan saham BRIS dimulai dari kabar adanya merger bank syariah BUMN pada medio Agustus lalu dari kisaran Rp500-600 lalu meningkat pesat ke Rp800 pada bulan SeptembeR. Saat berada ada di level Rp1.300-Rp1.400.

Namun, karena pergerakan saham BRIS masih cukup fluktuatif saat ini, Hans menyebut bahwa ada peluang saham BRIS turun ke level 700-800 seiring dengan keluarnya struktur baru merger bank syariah BUMN.

"Dia kan tampaknya sudah keluar strukturnya. Kemudian kita lihat katanya yang engga setuju kan tender offer ya. Jadi sepertinya ditawarin di Rp700. Kalau kita lihat kan sekarang harga sahamnya 1.400. Ya jadi dia turun mungkin akan menuju level 700-800, tapi memang semua masih spekulasi ya. Masih proses dari otoritas," ujar Hans saat dihubungi, Kamis (22/10/2020).

Terkait harga wajar saham BRIS, Hans menyebut angkanya akan diketahui ketika struktur penawaran saham terbaru selesai dilakukan. Karena ada kemungkinan BRIS akan melakukan share swap saham atau penerbitan new equity seiring dengan proses berjalannya merger bank syariah BUMN.

"Karena struktur penawarannya kan harus jelas, share swap tampaknya. Tapi nampaknya new equity, karena kalau dia share swap doang pasti investor ritel tergerus turun," ucapnya.

Menurut Hans, setelah ada BRIS menerbitkan saham baru, kemudian bisa dilakukan penjumlahan asetnya dan ekuitas lalu dibagi dengan outsanding share baru. Setelah itu bisa dilihat kira-kira berapa harga sahamnya.

Pada penutupan perdagangan kemarin (22/10) saham BRIS ditutup turun Rp95 atau 6,81% ke Rp1.300 dengan harga pembukaan pada angka Rp1.395. Adapun PER (price earning ratio) BRIS di angka 53,89 dengan market cap Rp12,63 triliun.

Tidak hanya BRIS, saham bank syariah lainnya juga ada yang mengalami dampak positif dari kenaikan BRIS. Salah satunya adalah PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS). ( Baca juga:DPR: Rencana Pembelian Jet Tempur F-35 Masih Jauh Prosesnya )

Pada penutupan perdagangan, saham BTPS ditutup naik Rp220 atau 5,74% ke Rp4.050 dengan harga pembukaan pada angka Rp3.850. Adapun PER (price earning ratio) BTPS di angka 46,20 dengan market cap Rp31,20 triliun.

Tidak seperti BTPS yang sahamnya ikut tergerak dampak dari BRIS, saham PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk (PNBS) justru tidak mengalami pergerakan apa pun. Pada penutupan perdagangan hari ini, saham PNBS ditutup tidak bergerak atau tetap di angka Rp50 dengan harga pembukaan pada angka Rp50. Adapun PER (price earning ratio) PNBS di angka 380,89 dengan market cap Rp1,20 triliun.

Sekarang kita tunggu berapa harga yang akan dikeluarkan oleh penilai independen. Jika harganya oke maka akan membuat untung pemegang saham minoritas, apalagi buat mereka yang masuk belakangan. Sebaliknya, jika harga itu tak sesuai harapan, investor minoritas bisa menjadi buntung.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2119 seconds (0.1#10.140)