UKM Outlook 2021
loading...
A
A
A
Yuswohady
Managing Partner Inventure
Dalam krisis-krisis sebelumnya usaha kecil menengah (UKM) terbukti menjadi penyelamat ekonomi nasional karena ketahanannya di tengah hempasan krisis. Alasannya gampang ditebak, karena UKM memiliki agilitas lebih tinggi dibanding bisnis besar. Memang UKM paling cepat terjerembab oleh krisis. Namun sektor ini juga paling cepat bangkit dan menemukan peluang-peluang baru di tengah krisis.
Pertanyaannya, apakah di krisis covid-19 saat ini pun UKM akan sekali lagi menjadi penyelamat keterpurukan ekonomi akibat pandemi? Kami di Inventure melakukan tinjauan terhadap sektor ini untuk mengetahui peta bisnis UKM di tahun 2021. Lanskap bisnis UKM ini secara simple kami rumuskan ke dalam aspek yang terwakili oleh tiga lingkaran konsentris seperti terlihat pada bagan. (Baca: Inilah Dosa yang Lebih Besar daripada Zina)
Lingkaran paling luar (outer-circle) mengandung unsur-unsur perubahan lingkungan makro (Changes), lingkaran tengah (mid-circle) mengandung unsur-unsur perubahan perilaku konsumen (Customer) dan lingkaran dalam (inner-circle) mengandung unsur-unsur peta persaingan (Competition) yang ditandai strategi-strategi yang dijalankan oleh para pemain.
Apa saja unsur-unsur penggerak perubahan di sektor UKM tersebut? Berikut ini ringkasannya.
I. Outer Circle: CHANGES
Global + National Recession
Pandemi covid-19 telah memukul perekonomian seluruh negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Perekonomian Indonesia pun ikut terpuruk, seluruh struktur penopang PDB Indonesia mengalami kontraksi. Mulai dari konsumen rumah tangga sebesar -5,5% hingga konsumsi pemerintah sebesar -6,90%. Kondisi ini, semakin nyata setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan statement di media bahwa Indonesia resmi mengalami resesi. (Baca juga: Daftar Aplokasi dan Situs untuk Bantuan Kuota Data Ditambah)
Intermitten Social Distancing Policy
Pembatasan sosial skala global maupun nasional telah memberikan tantangan yang berat bagi para pelaku industri UKM. Kebijakan ini membuat para pemain bisnis UKM khususnya yang memiliki toko offline terdampak cukup berat karena konsumen mengurangi aktivitas di luar rumah. Kebijakan PSBB dikatakan membuat masyarakat lebih banyak beraktivitas di rumah dan tingkat kunjungan toko offline akan mengalami penurunan yang ekstrem sebagai imbas dari adanya kebijakan tersebut.
The Fall & The Rise Industry
Di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi dan kebijakan penerapan PSBB selama masa pandemi berakibat pada keterpurukan dan keterjatuhan beberapa industri terutama industri-industri yang sarat akan mobilitas dan kerumunan orang. Alhasil para pelaku UKM dalam industri ini perlu cepat beradaptasi dan membuat inovasi baru. Di lain sisi, penetrasi digital yang tinggi berakibat pada tumbuh dan lahirnya industri-industri baru ke arah pemanfaatan teknologi digital, seperti pertumbuhan e-commerce, layanan delivery, dan lainnya.
II. Mid-Circle: CUSTOMER
Empathic Society
Sisi baiknya, krisis pandemi covid-19 telah menciptakan solidaritas dan kesetiakawanan sosial yang tinggi. Rasa senasib dan sepenanggungan melahirkan tujuan bersama (common goal) untuk melawannya. Tak heran jika rasa empati dan kepedulian berbagai pihak terhadap senasib-sesama tumbuh luas di Tanah Air dan seluruh dunia. Terlebih di tengah ketikpastian ekonomi dan banyaknya orang yang terkena PHK. Masyarakat berbondong-bondong secara genuine untuk saling membantu sesama salah-satunya dengan mendukungdan mengonsumsi produk UKM. (Baca juga: 5 Cara Menjaga Kesehatan Tulang)
More Local Preference
Pandemi adalah antitesis globalisasi. Perdagangan internasional tersekat sekat kembali. Terlebih di saat pemberlakuan lockdown di berbagai negara mulai diterapkan. Dampaknya rantai pasokan ekonomi dalam skala global mengalami kemandegan. Di satu sisi konsumen pun enggan untuk membeli produk dari luar negeri. Alasannya sederhana pertama keamanan, kedua distribusi produk akan membutuhkan waktu yang lama. Sehingga dengan demikian, konsumen akan cenderung memilih dan mengonsumsi produk lokal. Dengan alasan lebih terjangkau, aman dan saling membantu. Pandemi mampu menggeser preferensi konsumen ke arah lokal.
Digital Maturity
Pandemi covid-19 mendorong konsumen segera beradaptasi dengan digital. Sebagai contoh, jika dahulu memesan makan melalui platform hanya dilakukan oleh generasi muda yang lebih digital savvy, kini penetrasi memesan makanan secara online pun juga dilakukan oleh orang tua bahkan kakek-nenek. Artinya konsumen semakin mature dalam menyikapi perkembangan digital. Penerapan teknologi digital mampu memberikan kemudahan tersendiri. Konsumen dapat mencari dan membeli produk hanya dengan berselancar di internet, di berbagai e-commerce maupun marketplace yang tersedia tanpa perlu keluar rumah.
III. Inner-Circle: COMPETITION
Light & Agile Business Model
Ke depan para pelaku bisnis UKM akan lebih handal dalam menghadapi krisis di masa mendatang. Sebab, pandemi covid-19 telah mendorong para pelaku bisnis untuk terus berfikir kreatif melalui efisiensi operasional melalui bantuan teknologi digital. Di masa resesi pelaku UKM akan kian memotong lemak-lemak overhead dengan sejauh mungkin melakukan outsource atau membuatnya menjadi variable cost. Alhasil pandemi akan mendorong mereka menjadi light & agile agar mampu bertahan di masa krisis. (Baca juga: Angka KDRT Turun karena Tak Terdeteksi Selama Pandemi)
Health & Security Branding
Di masa pandemi, prioritas konsumen adalah keamanan dan kesehatan (health & security). Untuk itu, para pelaku bisnis UKM harus dapat menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan menerapkan konsep H&S. Marketer harus mampu memberikan jaminan keamanan dan kesehatan kepada konsumen melalui penerapan protokol kesehatan. Kembalinya bisnis akan ditentukan kemampuan pelaku UKM dalam meyakinkan konsumen bahwa produk/layanannya aman tidak berisiko covid-19. Karena itu H&S branding menjadi yang utama dan pertama harus dilakukan pelaku UKM agar bisa bangkit. (Lihat videonya: Diterjang Angin Puting Beliung, 109 Rumah Rusak di Bekasi Utara)
Own Retail Branding
Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan bahwa 31% responden mengaku mengalami peningkatan aktivitas belanja online dengan peningkatan mencapai 42% selama masa pandemi. Rupanya fenomena ini mendorong banyak brand lokal UKM untuk menciptakan website sendiri. Website itu tak hanya menjadi display produk dan sebatas penyampaian informasi melainkan juga berfungsi sebagai e-commerce yang sudah dilengkapi dengan layanan payment. Tentunya fenomena tersebut didasarkan pada tingginya pasar belanja online selama pandemi, sehingga para pelaku bisnis UKM memiliki urgensi untuk segera membangun “retail brand” nya sendiri dan tidak tergantung pada portal e-commerce besar.
Managing Partner Inventure
Dalam krisis-krisis sebelumnya usaha kecil menengah (UKM) terbukti menjadi penyelamat ekonomi nasional karena ketahanannya di tengah hempasan krisis. Alasannya gampang ditebak, karena UKM memiliki agilitas lebih tinggi dibanding bisnis besar. Memang UKM paling cepat terjerembab oleh krisis. Namun sektor ini juga paling cepat bangkit dan menemukan peluang-peluang baru di tengah krisis.
Pertanyaannya, apakah di krisis covid-19 saat ini pun UKM akan sekali lagi menjadi penyelamat keterpurukan ekonomi akibat pandemi? Kami di Inventure melakukan tinjauan terhadap sektor ini untuk mengetahui peta bisnis UKM di tahun 2021. Lanskap bisnis UKM ini secara simple kami rumuskan ke dalam aspek yang terwakili oleh tiga lingkaran konsentris seperti terlihat pada bagan. (Baca: Inilah Dosa yang Lebih Besar daripada Zina)
Lingkaran paling luar (outer-circle) mengandung unsur-unsur perubahan lingkungan makro (Changes), lingkaran tengah (mid-circle) mengandung unsur-unsur perubahan perilaku konsumen (Customer) dan lingkaran dalam (inner-circle) mengandung unsur-unsur peta persaingan (Competition) yang ditandai strategi-strategi yang dijalankan oleh para pemain.
Apa saja unsur-unsur penggerak perubahan di sektor UKM tersebut? Berikut ini ringkasannya.
I. Outer Circle: CHANGES
Global + National Recession
Pandemi covid-19 telah memukul perekonomian seluruh negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Perekonomian Indonesia pun ikut terpuruk, seluruh struktur penopang PDB Indonesia mengalami kontraksi. Mulai dari konsumen rumah tangga sebesar -5,5% hingga konsumsi pemerintah sebesar -6,90%. Kondisi ini, semakin nyata setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan statement di media bahwa Indonesia resmi mengalami resesi. (Baca juga: Daftar Aplokasi dan Situs untuk Bantuan Kuota Data Ditambah)
Intermitten Social Distancing Policy
Pembatasan sosial skala global maupun nasional telah memberikan tantangan yang berat bagi para pelaku industri UKM. Kebijakan ini membuat para pemain bisnis UKM khususnya yang memiliki toko offline terdampak cukup berat karena konsumen mengurangi aktivitas di luar rumah. Kebijakan PSBB dikatakan membuat masyarakat lebih banyak beraktivitas di rumah dan tingkat kunjungan toko offline akan mengalami penurunan yang ekstrem sebagai imbas dari adanya kebijakan tersebut.
The Fall & The Rise Industry
Di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi dan kebijakan penerapan PSBB selama masa pandemi berakibat pada keterpurukan dan keterjatuhan beberapa industri terutama industri-industri yang sarat akan mobilitas dan kerumunan orang. Alhasil para pelaku UKM dalam industri ini perlu cepat beradaptasi dan membuat inovasi baru. Di lain sisi, penetrasi digital yang tinggi berakibat pada tumbuh dan lahirnya industri-industri baru ke arah pemanfaatan teknologi digital, seperti pertumbuhan e-commerce, layanan delivery, dan lainnya.
II. Mid-Circle: CUSTOMER
Empathic Society
Sisi baiknya, krisis pandemi covid-19 telah menciptakan solidaritas dan kesetiakawanan sosial yang tinggi. Rasa senasib dan sepenanggungan melahirkan tujuan bersama (common goal) untuk melawannya. Tak heran jika rasa empati dan kepedulian berbagai pihak terhadap senasib-sesama tumbuh luas di Tanah Air dan seluruh dunia. Terlebih di tengah ketikpastian ekonomi dan banyaknya orang yang terkena PHK. Masyarakat berbondong-bondong secara genuine untuk saling membantu sesama salah-satunya dengan mendukungdan mengonsumsi produk UKM. (Baca juga: 5 Cara Menjaga Kesehatan Tulang)
More Local Preference
Pandemi adalah antitesis globalisasi. Perdagangan internasional tersekat sekat kembali. Terlebih di saat pemberlakuan lockdown di berbagai negara mulai diterapkan. Dampaknya rantai pasokan ekonomi dalam skala global mengalami kemandegan. Di satu sisi konsumen pun enggan untuk membeli produk dari luar negeri. Alasannya sederhana pertama keamanan, kedua distribusi produk akan membutuhkan waktu yang lama. Sehingga dengan demikian, konsumen akan cenderung memilih dan mengonsumsi produk lokal. Dengan alasan lebih terjangkau, aman dan saling membantu. Pandemi mampu menggeser preferensi konsumen ke arah lokal.
Digital Maturity
Pandemi covid-19 mendorong konsumen segera beradaptasi dengan digital. Sebagai contoh, jika dahulu memesan makan melalui platform hanya dilakukan oleh generasi muda yang lebih digital savvy, kini penetrasi memesan makanan secara online pun juga dilakukan oleh orang tua bahkan kakek-nenek. Artinya konsumen semakin mature dalam menyikapi perkembangan digital. Penerapan teknologi digital mampu memberikan kemudahan tersendiri. Konsumen dapat mencari dan membeli produk hanya dengan berselancar di internet, di berbagai e-commerce maupun marketplace yang tersedia tanpa perlu keluar rumah.
III. Inner-Circle: COMPETITION
Light & Agile Business Model
Ke depan para pelaku bisnis UKM akan lebih handal dalam menghadapi krisis di masa mendatang. Sebab, pandemi covid-19 telah mendorong para pelaku bisnis untuk terus berfikir kreatif melalui efisiensi operasional melalui bantuan teknologi digital. Di masa resesi pelaku UKM akan kian memotong lemak-lemak overhead dengan sejauh mungkin melakukan outsource atau membuatnya menjadi variable cost. Alhasil pandemi akan mendorong mereka menjadi light & agile agar mampu bertahan di masa krisis. (Baca juga: Angka KDRT Turun karena Tak Terdeteksi Selama Pandemi)
Health & Security Branding
Di masa pandemi, prioritas konsumen adalah keamanan dan kesehatan (health & security). Untuk itu, para pelaku bisnis UKM harus dapat menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan menerapkan konsep H&S. Marketer harus mampu memberikan jaminan keamanan dan kesehatan kepada konsumen melalui penerapan protokol kesehatan. Kembalinya bisnis akan ditentukan kemampuan pelaku UKM dalam meyakinkan konsumen bahwa produk/layanannya aman tidak berisiko covid-19. Karena itu H&S branding menjadi yang utama dan pertama harus dilakukan pelaku UKM agar bisa bangkit. (Lihat videonya: Diterjang Angin Puting Beliung, 109 Rumah Rusak di Bekasi Utara)
Own Retail Branding
Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan bahwa 31% responden mengaku mengalami peningkatan aktivitas belanja online dengan peningkatan mencapai 42% selama masa pandemi. Rupanya fenomena ini mendorong banyak brand lokal UKM untuk menciptakan website sendiri. Website itu tak hanya menjadi display produk dan sebatas penyampaian informasi melainkan juga berfungsi sebagai e-commerce yang sudah dilengkapi dengan layanan payment. Tentunya fenomena tersebut didasarkan pada tingginya pasar belanja online selama pandemi, sehingga para pelaku bisnis UKM memiliki urgensi untuk segera membangun “retail brand” nya sendiri dan tidak tergantung pada portal e-commerce besar.
(ysw)