Terpukul Pandemi Corona, Pemandu Wisata Bertahan dengan Berbagai Cara

Senin, 26 Oktober 2020 - 06:35 WIB
loading...
Terpukul Pandemi Corona, Pemandu Wisata Bertahan dengan Berbagai Cara
Setelah didera pandemi selama tujuh bulan lebih, pelaku usaha dan pekerja pariwisata pun kian beradaptasi. Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Setelah didera pandemi selama tujuh bulan lebih, pelaku usaha dan pekerja pariwisata pun kian beradaptasi. Dalam kunjungan ke Pulau Dewata pada pekan lalu, SINDO Media sempat berbincang dengan sejumlah masyarakat yang selama ini hidupnya bergantung pada aktivitas pariwisata.

Menurut salah satu warga di Uluwatu, Bali yang juga pemilik Malini Agro Park Uluwatu, I Wayan Tana, sejak masa pandemi ini mereka tidak lagi menanam banyak sayuran karena minim permintaan sehingga untuk bertahan hidup mereka menanam singkong untuk dikonsumsi sendiri. (Baca: Inilah Penyebab Hati Tidak Merasakan Manisnya Iman)

“Selama pandemi ini kami tidak ada pemasukan, permintaan suplai sayur juga hampir tidak ada. Pegawai di sini sudah setengahnya lebih dikurangi dan kami menanam singkong untuk bertahan hidup dan dikonsumsi sendiri,” ujar I Wayan.

Prawira, seorang pemandu wisata, mengaku sejak pandemi kunjungan turis menurun drastis sehingga berdampak juga pada pendapatannya sehingga dia pun harus putar otak agar dapur tetap ngebul. Selain memandu turis ke destinasi wisata, pada kondisi normal Prawira juga kerap mengantar turis menonton pentas Tari Kecak. Namun, sejak pandemi, nyaris tak ada lagi pertunjukan tari kolosal tersebut. (Baca jugaL Kemenag bekali Guru RA keterampilan Psikososial di Masa Pandemi)

Menurut Prawira, pertunjukan Tari Kecak biasanya melibatkan sekitar 60-100 orang penari. Sejak pandemi, potensi pemasukan dari pentas Tari Kecak yang dalam sebulan bisa menghasilkan hingga Rp6 miliar pun hilang.

“Tari Kecak biasa dihadiri 1.200-an tamu dengan harga tiket Rp100.000 per orang dan pertunjukan dua kali sehari. Itu bisa menghasilkan Rp240 juta sehari atau kisaran Rp6 miliar dalam sebulan. Pelaku seni di Bali yang menjadikan profesi penari freelance akhirnya tidak ada sumber pemasukan,” ungkapnya.

Sedangkan Lalu yang berprofesi sebagai pedagang jagung bakar di Jimbaran Bali mengaku harus pulang kampung dan menjadi petani tembakau saat awal masa pandemi. Namun, saat ini seiring berangsur pulihnya wisata di Bali, akhirnya dia kembali ke Jimbaran.

“Saya sempat pulang kampung ke Lombok karena pandemi tempat wisata ditutup. Tapi, sekarang kembali jualan lagi meski lebih sering sepi. Malam ini kebetulan sedang agak banyak tamunya,” ungkap Lalu.

Direktur Eksekutif Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Ida Bagus Purwa Sideman mengatakan, pariwisata Bali merana dihantam corona. Pelaku usaha pariwisata pun otomatis merasakan dampak luar biasa. (Baca juga: Ratusan Ribu Bayi Meninggal Akibat Polusi Udara)

“Ibarat di arena tinju, ini pukulan telak. Tapi, kita harus bangun dan lanjutkan pertandingan ini,” ujar Ida Bagus dalam webinar beberapa waktu lalu.

Dia menyebut, kunjungan turis menurun drastis pada April dan terus merosot hingga hampir 100% penurunannya dibanding tahun lalu. Tingkat hunian hotel pada Agustus 2020 juga tercatat hanya 3,68%, menurun jauh dari periode yang sama 2019 sebesar 67%.

“Pergerakan ekonomi yang mengandalkan pariwisata di Bali betul-betul terjun bebas. Hotel-hotel anggota kami, termasuk homestay dan pondok wisata, sungguh dalam kondisi kosong saat ini. Perekonomian mandek,” katanya. (Lihat videonya: Skateboard Dapat Melatih Keberanian Anak-anak Sejak Dini)

Dengan kondisi tersebut, lanjut dia, semua pemangku kepentingan pariwisata di Bali harus berjuang bersama untuk tetap bertahan. Tak hanya pengusaha pemilik hotel atau pengelola destinasi, para karyawan dan semua pihak yang terkait rantai pasok industri pariwisata juga harus putar otak dan banting setir menghadapi kondisi yang penuh ketidakpastian. (Dyah Ayu Pamela)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.8136 seconds (0.1#10.140)