Tingginya Harga Hunian di Perumahan

Rabu, 28 Oktober 2020 - 14:15 WIB
loading...
Tingginya Harga Hunian...
Foto/dok
A A A
Agus Kriswandi Basyari
Pitaloka Land

Dalam tulisan pekan ini akan diurai tentang perbandingan harga rumah di perumahan dengan di luar perumahan atau dalam konteks ini disebut rumah kampung. Tulisan pekan ini akan diulas penyebab harga rumah di perumahan lebih tinggi daripada rumah kampung.

Pada kenyataannya akan dijumpai fenomena harga rumah di sebuah perumahan jauh lebih tinggi dengan harga rumah kampung walaupun hanya dibatasi pagar perumahan. Padahal kalau dilihat dari sudut wilayah berada dalam satu lokasi yang sama. Artinya, kalau ditarik dari sisi nilai jual objek pajak (NJOP) harusnya berada dalam tataran nilai NJOP yang sama. (Baca: Berdoa Keburukan untuk Orang yang Menzalimi)

Sebagai gambaran kita akan urai dalam beberapa poin berikut ini. Pertama, developer dalam membangun kawasan rumah diharuskan membentuk fasilitas umum dan fasilitas sosial (fasum/fasos) yang dihitung dari luas lahan yang dikembangkan sebanyak 40%. Sebagai contoh, bilamana developer membangun kawasan rumah dengan luas 1 hektare (ha) atau 10.000 m2, maka developer memiliki kewajiban 4.000 m2 sebagai lahan fasum/fasos. Sebagai tambahan info fasum/fasos itu antara lain, sarana jalan, saluran air, tempat ibadah, sarana olahraga, atau bisa saja taman untuk penghijauan.

Kedua, penyebab terjadinya harga rumah di perumahan lebih tinggi daripada rumah kampung adalah jasa pembangunan. Dalam hal ini, developer akan memperhitungkan jasa pembangunan rumah mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan fasilitas purnajual. Pihak developer juga akan berhitung biaya-biaya yang timbul baik dari sisi waktu, upah sumber daya manusia, maupun nilai borongan, baik yang dikerjakan secara mandiri maupun menggunakan subkontraktor. (Baca juga: DPR Dorong Pengembangan Pendidikan Indonesia Timur)

Penyebab ketiga, kenapa harga rumah di perumahan lebih tinggi disebabkan oleh biaya-biaya lain yang timbul karena bersifat keharusan. Biaya ini antara lain, biaya pemecahan sertifikat oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), biaya perizinan atau IMB, biaya notaris, serta biaya koordinasi dengan lingkungan atau aparatur setempat.

Keempat, perbedaan harga disebabkan oleh biaya promosi dan marketing. Dalam kegiatan penjualan, developer diharuskan mengeluarkan budgeting untuk material promosi seperti, brosur, umbul-umbul, spanduk, biaya iklan, atau untuk developer tertentu dilakukan kegiatan pameran. Selain itu, developer juga harus posting dana untuk kebutuhan tenaga-tenaga penjual baik yang bersifat operasional ataupun untuk membayar komisi marketing.

Poin berikutnya, beban biaya yang harus dipikul oleh developer adalah biaya operasional perusahaan. Dalam konteks ini, developer memerlukan dana operasional untuk menunjang berjalannya usaha yang dilakukan. Sebagai contoh, biaya operasional yang harus dikeluarkan seperti biaya gaji karyawan, biaya transportasi, biaya komunikasi, biaya listrik dan air, dan biaya ATK.

Selain biaya-biaya tersebut, yang menyebabkan tingginya harga rumah di perumahan adalah developer diharuskan menghitung keuntungan yang ingin diperoleh dari proyek yang dikelolanya. Keuntungan ini biasanya dihitung dengan hitungan persentase dari harga pokok penjualan. Sebagai contoh, bilamana harga pokok penjualan terhitung Rp400 juta/unit dan developer memiliki target keuntungan 30%, maka harga rumah yang dijual menjadi Rp520 juta/unit. (Lihat videonya: Tolak Omnibus Law, ribuan Buruh Kembali Turun ke Jalan)

Demikian uraian poin-poin penting dalam bentuk anggaran biaya yang menyebabkan harga rumah di perumahan lebih tinggi dibandingkan harga rumah kampung, walaupun dalam kawasan hamparan yang sama hanya terpisah oleh dinding pagar perumahan.
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1489 seconds (0.1#10.140)