Persaingan Pusat Belanja Saat Pandemi Akan Kian Sengit
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mal masih belum pulih seperti sedia kala meskipun memasuki akhir tahun yang biasanya menjadi puncak dari aktivitas belanja . Data Indonesia Industry Outlook 2020 yang dibuat Inventure menunjukkan bahwa mayoritas responden sebanyak 61,6% dari 629 responden masih mengaku khawatir pergi ke mal meskipun mal dikatakan besar dan lapang.
Managing Partner Inventure, Yuswohady mengatakan, hingga akhir tahun ini masih berat bagi mal karena kini preferensi dan prioritas konsumen berbeda. Dari awal melihat harga, model, kenyamanan kini pengunjung memiliki kepercayaan diri menyangkut cleanliness, healthiness, safety, dan environment (CHSE). (Baca: Inilah Perkara-perkara yang Membinasakan Manusia)
"Butuh waktu untuk mereka beradaptasi. Paling cepat awal tahun depan tergantung level kepercayaan diri dari masyarakat itu. Walaupun sekarang sudah banyak juga yang sudah percaya diri dan berani untuk ke mal bahkan liburan. Namun belum banyak juga.
Kepercayaan diri itu akan semakin banyak terjadi pada masyarakat saat mereka menganggap Covid-19 ini mudah disembuhkan karena sudah banyak contoh di sekitar mereka.
Senen, kini trennya mengarah pada pasien Covid-19 yang hanya memerlukan isolasi mandiri selama 14 hari baik di rumah ataupun di hotel. Mereka dengan usia produktif dan tidak memiliki riwayat penyakit serius cenderung mereka akan berpikir lebih optimistis.
"Orang semakin percaya diri karena melihat bukti banyak sembuh. Pasien sembuh secara mandiri ini juga kerap membagikan treatment pengobatan sendiri. Sehingga nanti masyarakat lain akan berpikiran jika positif Covid-19 bisa melakukan treatment seperti mereka yang sembuh," jelas Yuswo. (Baca: Kemenag Minta Guru Fokus pada Pembentukan Karakter Siswa)
Ketika kepercayaan diri konsumen sudah hadir, yang dibutuhkan pusat perbelanjaan ialah CHSE branding. Mereka harus meyakinkan pengunjung bahwa mereka akan aman jika berkunjung ke mal karena sudah terjamin kebersihan, kesehatan, keamanan, juga lingkungan yang terjaga.
Semua mempengaruhi, lingkungan pun harus mendukung seperti udara. Udara harus selalu bersih jangan sampai menjadi media penularan virus begitu juga air di sekitar mal.
Ke depannya, mal akan berinvestasi teknologi untuk mendukung CHSE terwujud. Nantinya teknologi akan membuat contact-less, bahkan artificial intelegence hingga robotic. Bukan hanya mal, bioskop nantinya akan berlomba-lomba untuk memiliki teknologi seperti itu.
"Persaingan bukan lagi pada produk tenant, dahulu mal yang banyak kulinernya yang ramai. Nanti mal saling berkejaran untuk mengadopsi teknologi yang paling lengkap," ungkapnya. (Baca juga: 5 Hal yang Wajib Dilakukan Jika Terinfeksi Flu)
Investasi tentu tidak murah, mereka yang paling beda dan meyakinkan untuk menjamin adanya CHSE akan dibanggakan, menjadi nilai plus untuk pengunjung datang. Sebut saja teknologi penyaring udara dan air, pembayaran melalui ponsel, dan inovasi lainnya.
Kini yang sudah dilakukan yakni tracking dengan scan barcode. Aplikasi tersebut dapat mengetahui sudah kemana saja kita akan terlihat bila datang dari wilayah zona merah. Sistem tersebut masih harus disempurnakan, nyatanya masih membuat banyak orang tidak nyaman sebab harus mencantumkan email bahkan nomor telepon. Ke depannya platform akan dibuat lebih nyaman bagi semua pihak tanpa harus membagi data pribadi di setiap mal.
Alphonsus, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengatakan, mayoritas pengelola mal belum dapat memastikan program akhir tahun karena sangat tergantung dengan kondisi Covid-19 dan juga peraturan pemerintah nanti.
Saat ini APPBI masih fokus pada dua program utama untuk meningkatkan tingkat kunjungan. Pertama, selalu menunjukkan keseriusan dan komitmen dalam pemberlakuan dan penerapan protokol kesehatan. "Protokol harus secara ketat, disiplin dan konsisten. Guna meningkatkan rasa percaya dan keyakinan dari masyarakat bahwa pusat perbelanjaan tempat yang aman dan sehat untuk dikunjungi dan berbelanja," jelasnya.
Kedua ialah program promo belanja sehingga harga produk-produk menjadi lebih terjangkau oleh masyarakat yang daya belinya sedang terpuruk. (Lihat videonya: Viral Pengendara Motor Diduga Bonceng Mayat di Boyolali)
Dia masih berharap, mal bukan hanya untuk berbelanja namun sebagai tempat aktivitas masyarakat. Seperti pameran, nonton konser hingga berkumpul keluarga. Beberapa mal di desain layaknya taman juga ruang nyaman untuk bersantai.
Mengenai teknologi, tidak dapat dipungkiri, setiap mal harus siap untuk mengadopsi teknologi untuk promosi, publikasi, loyalty program, redeem rewards hingga parkir. "Namun untuk belanja tentu masih offline, online hanya untuk katalog atau hal lain. Penjualan tetap langsung bertemu tatap muka antara pembeli dan penjual," ujarnya. (Ananda Nararya)
Managing Partner Inventure, Yuswohady mengatakan, hingga akhir tahun ini masih berat bagi mal karena kini preferensi dan prioritas konsumen berbeda. Dari awal melihat harga, model, kenyamanan kini pengunjung memiliki kepercayaan diri menyangkut cleanliness, healthiness, safety, dan environment (CHSE). (Baca: Inilah Perkara-perkara yang Membinasakan Manusia)
"Butuh waktu untuk mereka beradaptasi. Paling cepat awal tahun depan tergantung level kepercayaan diri dari masyarakat itu. Walaupun sekarang sudah banyak juga yang sudah percaya diri dan berani untuk ke mal bahkan liburan. Namun belum banyak juga.
Kepercayaan diri itu akan semakin banyak terjadi pada masyarakat saat mereka menganggap Covid-19 ini mudah disembuhkan karena sudah banyak contoh di sekitar mereka.
Senen, kini trennya mengarah pada pasien Covid-19 yang hanya memerlukan isolasi mandiri selama 14 hari baik di rumah ataupun di hotel. Mereka dengan usia produktif dan tidak memiliki riwayat penyakit serius cenderung mereka akan berpikir lebih optimistis.
"Orang semakin percaya diri karena melihat bukti banyak sembuh. Pasien sembuh secara mandiri ini juga kerap membagikan treatment pengobatan sendiri. Sehingga nanti masyarakat lain akan berpikiran jika positif Covid-19 bisa melakukan treatment seperti mereka yang sembuh," jelas Yuswo. (Baca: Kemenag Minta Guru Fokus pada Pembentukan Karakter Siswa)
Ketika kepercayaan diri konsumen sudah hadir, yang dibutuhkan pusat perbelanjaan ialah CHSE branding. Mereka harus meyakinkan pengunjung bahwa mereka akan aman jika berkunjung ke mal karena sudah terjamin kebersihan, kesehatan, keamanan, juga lingkungan yang terjaga.
Semua mempengaruhi, lingkungan pun harus mendukung seperti udara. Udara harus selalu bersih jangan sampai menjadi media penularan virus begitu juga air di sekitar mal.
Ke depannya, mal akan berinvestasi teknologi untuk mendukung CHSE terwujud. Nantinya teknologi akan membuat contact-less, bahkan artificial intelegence hingga robotic. Bukan hanya mal, bioskop nantinya akan berlomba-lomba untuk memiliki teknologi seperti itu.
"Persaingan bukan lagi pada produk tenant, dahulu mal yang banyak kulinernya yang ramai. Nanti mal saling berkejaran untuk mengadopsi teknologi yang paling lengkap," ungkapnya. (Baca juga: 5 Hal yang Wajib Dilakukan Jika Terinfeksi Flu)
Investasi tentu tidak murah, mereka yang paling beda dan meyakinkan untuk menjamin adanya CHSE akan dibanggakan, menjadi nilai plus untuk pengunjung datang. Sebut saja teknologi penyaring udara dan air, pembayaran melalui ponsel, dan inovasi lainnya.
Kini yang sudah dilakukan yakni tracking dengan scan barcode. Aplikasi tersebut dapat mengetahui sudah kemana saja kita akan terlihat bila datang dari wilayah zona merah. Sistem tersebut masih harus disempurnakan, nyatanya masih membuat banyak orang tidak nyaman sebab harus mencantumkan email bahkan nomor telepon. Ke depannya platform akan dibuat lebih nyaman bagi semua pihak tanpa harus membagi data pribadi di setiap mal.
Alphonsus, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengatakan, mayoritas pengelola mal belum dapat memastikan program akhir tahun karena sangat tergantung dengan kondisi Covid-19 dan juga peraturan pemerintah nanti.
Saat ini APPBI masih fokus pada dua program utama untuk meningkatkan tingkat kunjungan. Pertama, selalu menunjukkan keseriusan dan komitmen dalam pemberlakuan dan penerapan protokol kesehatan. "Protokol harus secara ketat, disiplin dan konsisten. Guna meningkatkan rasa percaya dan keyakinan dari masyarakat bahwa pusat perbelanjaan tempat yang aman dan sehat untuk dikunjungi dan berbelanja," jelasnya.
Kedua ialah program promo belanja sehingga harga produk-produk menjadi lebih terjangkau oleh masyarakat yang daya belinya sedang terpuruk. (Lihat videonya: Viral Pengendara Motor Diduga Bonceng Mayat di Boyolali)
Dia masih berharap, mal bukan hanya untuk berbelanja namun sebagai tempat aktivitas masyarakat. Seperti pameran, nonton konser hingga berkumpul keluarga. Beberapa mal di desain layaknya taman juga ruang nyaman untuk bersantai.
Mengenai teknologi, tidak dapat dipungkiri, setiap mal harus siap untuk mengadopsi teknologi untuk promosi, publikasi, loyalty program, redeem rewards hingga parkir. "Namun untuk belanja tentu masih offline, online hanya untuk katalog atau hal lain. Penjualan tetap langsung bertemu tatap muka antara pembeli dan penjual," ujarnya. (Ananda Nararya)
(ysw)