Menunggu Peran Swasta Dalam Pemulihan Ekonomi

Kamis, 05 November 2020 - 09:05 WIB
loading...
Menunggu Peran Swasta...
Swasta diminta lebih berperan dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional. Foto/dok
A A A
JAKARTA - Swasta diminta lebih berperan dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional pasalnya kontribusi swasta mencapai 70% atau Rp1.000 triliun dari struktur ekonomi Indonesia.



Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal III/2020 pada hari ini. Sejumlah pihak termasuk Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sudah memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali terkontraksi di kuartal ketiga ini, alias resesi. (Baca: Waspada dengan Virus Kejahilan)

Ketua Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional (Satgas PEN) Budi Gunadi Sadikin mencermati ancar-ancar yang diberikan Presiden Jokowi. Karena itu, dia meminta bantuan kepada pihak swasta untuk bergerak guna memulihkan perekonomian jika Indonesia benar-benar jatuh ke lubang resesi.

“Di mata kami memang setelah kita lihat struktur ekonomi Indonesia paling besar tetap kontribusinya ada di swasta. 70% lebih dari ekonomi Indonesia yang Rp1.000 triliun ini merupakan kontribusi swasta. Sisanya 16% BUMN, sisanya lagi baru pemerintah,” jelas Budi Sadikin dalam video virtual, Jakarta, kemarin.

Saat ini, menurutnya, pemerintah telah mengeluarkan banyak effort melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) . Namun, itu kontribusinya hanya sekitar 16-17% dari kementerian/lembaga, ditambah 5-6% untuk PEN. “Sebagian besar tetap sangat bergantung ke teman-teman di swasta,” bebernya.

Budi Gunadi menambahkan, pemerintah memfokuskan beberapa program yang bisa membantu memberi stimulus kepada pihak swasta agar mereka mulai kembali berputar roda ekonominya. “Tadi Pak Mensos (Juliari Batubara) ngomong sedikit ke saya misalnya subsidi sembako itu transportasinya melibatkan pihak swasta. Tidak hanya BUMN supaya ada perputaran ekonominya di sana,” terangnya. (Baca juga: Banyak Persoalan, MPR Minta Kemendikbud Evaluasi Pelaksanaan PJJ)

Pemerintah pun, diutarakannya, tengah coba mendorong akses pinjaman jaminan kredit, baik di tingkat pusat maupun di pelosok daerah. “Supaya daya ungkitnya bukan hanya dari pemerintah karena kita tahu kemampuan maksimal kita seperti apa, tapi juga bisa membantu teman-teman di swasta untuk mulai bisa bergerak,” pungkasnya.

Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan swasta jelas memang paling besar kontribusinya dalam struktur ekonomi Indonesia. Namun, selama pandemi masih berlangsung sulit untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dia menuturkan, tujuan program PEN bukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi, melainkan untuk meningkatkan ketahanan perekonomian, ketahanan masyarakat, dan dunia usaha.

“Saya melihat alokasi program PEN adalah untuk tujuan tersebut. Dalam jangka pendek selama pandemi ini masih berlangsung ukuran efektivitas program PEN bukan dalam bentuk kenaikan pertumbuhan ekonomi, tetapi dari ketahanan pelaku ekonomi sehingga bisa bangkit ketika pandemi berakhir,” katanya di Jakarta kemarin. (Baca juga: Kabar Baik, Pasien Sembuh Covid-19 Terus Meningkat)

Dihubungi terpisah, peneliti Indef Nailul Huda menuturkan, yang paling penting di sini adalah pelibatan swasta dalam pembangunan infrastruktur, SDM, hingga kesehatan nasional. “Kita ambil contoh proyek infrastruktur itu selalu dipegang oleh BUMN, swasta tidak kebagian. Proyek tol, jembatan itu banyak dikerjakan oleh BUMN seperti Adhi Karya, Hutama Karya. Kuenya bagi BUMN doang jadinya,” cetus Huda.

Namun, menurutnya, keterlibatan swasta terutama UMKM dalam pengadaan di instansi pemerintahan terbentur oleh berbagai aturan pengadaan seperti pengalaman usaha, harga, dan sebagainya. Maka itu, pemerintah setidaknya jangan mempersulit proses pengadaan. “Karena spesifikasinya kadang dibuat untuk menguntungkan pihak tertentu,” ujarnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, saat ini Indonesia telah memasuki masa pemulihan ekonomi. Pemerintah meyakini momentum pemulihan ini akan terus berlangsung hingga 2021.

Keyakinan tersebut muncul dari berbagai indikator kinerja ekonomi nasional yang mulai membaik. “Di tahun 2020 Indonesia akan mencapai pertumbuhan berkisar -1,6% hingga 0,6% sehingga Indonesia akan berada di range pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dari negara lain,” ungkapnya pada Indonesia Industry Outlook #IIO2021 secara virtual, Jakarta, kemarin. (Baca juga: Typo di UU Ciptaker, Mensesneg Diharapkan Bisa Lebih Hati-hati)

Airlangga melanjutkan, utilisasi sektor industri juga telah membaik rata-rata di angka 55%. Di samping itu juga terjadi penurunan risiko investasi di mana nilai indeks saham membaik dan kapitalisasi pasar mulai pulih kembali.

Sementara peningkatan aktivitas ekonomi terlihat dari mulai menggeliatnya industri manufaktur yang tercermin dari indeks Purchasing Managers' Index (PMI) pada Oktober sebesar 47,8. PMI manufaktur diharapkan berada di jalur di atas 50 (ekspansif). Sektor industri dasar dan aneka industri juga mengalami pemulihan di mana sektor-sektor tersebut naik 50% dibanding Maret 2020.

“Sejalan dengan hal tersebut, industri pengolahan sebagai kontributor terbesar di mana aktivitas industri yang mulai pulih ini tercermin dari peningkatan impor bahan baku dan barang modal dan neraca perdagangan di kuartal ketiga surplus menjadi USD8 miliar. Sehingga di kuartal keempat diharapkan semuanya akan positif terutama daya beli masyarakat dan peningkatan investasi,” jelasnya.

Airlangga menuturkan, perbaikan ekonomi tidak hanya terjadi di sektor riil, tetapi juga di pasar modal dan sektor keuangan. Indeks harga saham Indonesia sudah mencapai 5.159 dan kurs rupiah sudah mencapai Rp14.585 per 3 November. (Lihat videonya: Warga Lebak Panggul Motor Menerobos Banjir)

“Kinerja emiten juga 63% masih membukukan profit, dan sejalan dengan kondisi yang membaik, investment grade Indonesia berada di posisi BBB pada Agustus 2020,” paparnya.

Dia menambahkan, pemulihan ekonomi Indonesia akibat krisis pandemi tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah. Untuk bangkit dari keterpurukan duo krisis kesehatan dan ekonomi dibutuhkan kerja sama semua elemen bangsa untuk mengatasinya, termasuk kalangan wirausaha dan pelaku usaha.

“Saya percaya dengan kerja sama yang kuat, kita dapat menghadapi pandemi ini secara bersama-sama,” tutupnya. (Rina Anggraeni/Oktiani Endarwati/Kunthi Fahmar Sandy)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1942 seconds (0.1#10.140)