Dibayang-bayangi Pandemi, Mendung Masih Gelayuti Ekonomi RI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kinerja pertumbuhan ekonomi triwulan III/2020 masih negatif sebesar -3,49% (yoy) setelah sebelumnya di triwulan II/2020 ekonomi tumbuh -5,32% (yoy). Ekonom Indef Tauhid Ahmad memperkirakan, awan mendung masih membayangi pemulihan ekonomi nasional .
Proyeksi itu, kata dia, dengan asumsi situasi perbaikan ekonomi yang mulai terjadi pada triwulan III/2020, pandemi yang masih relatif tinggi dan penyerapan anggaran program pemulihan ekonomi di kuartal IV yang diperkirakan hanya sebesar maksimal 70%.
(Baca Juga: Resesi Datang, Istana: Pemulihan Ekonomi Indonesia Berada di Trek yang Tepat)
"Maka kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV sebesar -2% (yoy). Karena itu, ancaman terbesar sesungguhnya bukan pada ekonomi, namun pandemi itu sendiri mengingat data harian seluruh dunia menunjukkan pandemi masih fluktuatif, bahkan di sebagian negara Eropa menghadapi gelombang kedua," kata Tauhid di Jakarta, Senin (9/11/2020).
Saat ini, lanjut dia, ekonomi Indonesia akan menghadapi gejala serupa dengan pelonggaran cuti panjang beberapa waktu lalu. Hal ini menurutnya akan tetap menjadi awan mendung bagi pemulihan ekonomi ke depan.
"Pelambatan pemulihan ekonomi selain disebabkan masih tingginya kasus Covid-19 dengan kasus harian di atas 3.000 kasus/hari selama triwulan III, juga tidak bergeraknya investasi masyarakat, lambatnya penanganan Covid, penyerapan anggaran pemulihan ekonomi yang rendah hingga konsumsi masyarakat yang masih stagnan," tandasnya.
(Baca Juga: Beda Sendiri, KSP Sebut Pertumbuhan -3,49% Sinyal Pemulihan Ekonomi)
Dia menilai bantuan sosial tidak efektif menopang konsumsi masyarakat. Ini artinya, untuk kebutuhan pokok saja, masyarakat tidak mampu menyediakan kebutuhannya dengan baik walaupun lebih dari Rp176,38 triliun telah digelontorkan pemerintah hingga 2 November 2020.
"Ketidakefekektifan program ini banyak disebabkan ketidaktepatan sasaran, administrasi untuk verifikasi sasaran yang tidak mendukung, besaran bantuan yang tidak memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat," bebernya.
Proyeksi itu, kata dia, dengan asumsi situasi perbaikan ekonomi yang mulai terjadi pada triwulan III/2020, pandemi yang masih relatif tinggi dan penyerapan anggaran program pemulihan ekonomi di kuartal IV yang diperkirakan hanya sebesar maksimal 70%.
(Baca Juga: Resesi Datang, Istana: Pemulihan Ekonomi Indonesia Berada di Trek yang Tepat)
"Maka kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV sebesar -2% (yoy). Karena itu, ancaman terbesar sesungguhnya bukan pada ekonomi, namun pandemi itu sendiri mengingat data harian seluruh dunia menunjukkan pandemi masih fluktuatif, bahkan di sebagian negara Eropa menghadapi gelombang kedua," kata Tauhid di Jakarta, Senin (9/11/2020).
Saat ini, lanjut dia, ekonomi Indonesia akan menghadapi gejala serupa dengan pelonggaran cuti panjang beberapa waktu lalu. Hal ini menurutnya akan tetap menjadi awan mendung bagi pemulihan ekonomi ke depan.
"Pelambatan pemulihan ekonomi selain disebabkan masih tingginya kasus Covid-19 dengan kasus harian di atas 3.000 kasus/hari selama triwulan III, juga tidak bergeraknya investasi masyarakat, lambatnya penanganan Covid, penyerapan anggaran pemulihan ekonomi yang rendah hingga konsumsi masyarakat yang masih stagnan," tandasnya.
(Baca Juga: Beda Sendiri, KSP Sebut Pertumbuhan -3,49% Sinyal Pemulihan Ekonomi)
Dia menilai bantuan sosial tidak efektif menopang konsumsi masyarakat. Ini artinya, untuk kebutuhan pokok saja, masyarakat tidak mampu menyediakan kebutuhannya dengan baik walaupun lebih dari Rp176,38 triliun telah digelontorkan pemerintah hingga 2 November 2020.
"Ketidakefekektifan program ini banyak disebabkan ketidaktepatan sasaran, administrasi untuk verifikasi sasaran yang tidak mendukung, besaran bantuan yang tidak memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat," bebernya.
(fai)