RKAB Babel Harus Selaras Aturan Turunan UU Minerba

Senin, 16 November 2020 - 21:02 WIB
loading...
RKAB Babel Harus Selaras Aturan Turunan UU Minerba
Kegiatan pertambangan mineral dan batu bara harus sesuai dengan UU No 3/2020 tentang Minerba. Foto/Ilustrasi/Dok. SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Pemprov Babel) belum lama ini telah menerbitan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) bagi 3 perusahaan tambang dan ekspor timah. Penerbitan RKAB tersebut kemudian menjadi sorotan sejumlah pihak karena dinilai terburu-buru dan bisa berdampak pada produksi timah Babel.

Terbitnya RKAB itu dikhawatirkan dapat mengacaukan jumlah produksi timah Babel yang sesuai dengan RKAB 2020 dari perusahaan masih layak dan aktif berproduksi. Alasan Gubernur Babel Erzaldi Rosman menerbitkan RKAB untuk segera menghidupkan sektor ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19 diharap tidak sampai melangkahi mekanisme dan aturan yang berlaku.

Dalam kesempatan berbeda, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktur Jendral Mineral dan Batubara (Minerba) Ridwan Djamaludin mengatakan, terkait hal itu pihaknya terus berupaya agar Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi aturan turunan dari Undang-Undang No 3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba) bisa segera rampung.

(Baca Juga: Tuntut Cabut Izin Tambang, Nelayan Goreng Ikan Asin di Depan Kantor PT Timah)

"Saat ini sedang disusun tiga Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) baru yang sedang dikebut, supaya badan usaha dapat melanjutkan kegiatannya tanpa kendala," ungkapnya melalui keterangan tertulis, Senin (16/11/2020).

Dia mengakui, meski UU Minerba sudah diundangkan 10 Juni 2020 lalu, namun sampai saat ini masih terjadi pro-kontra. Meski demikian, tegas dia, ketika aturan sudah dibuat, maka harus dipatuhi sampai ada solusi yang lebih baik di masa mendatang. UU Minerba ditegaskan menjadi landasan hukum yang kuat bagi industri dan pengolaan mineral dan batu bara.

"Buat saya bagus-bagus saja (jika masih ada kontra), namun kita antisipasi jangan sampai kondisi ini malah membuat kita tidak dalam posisi produktif," tandasnya.

Ridwan pun berharap proses penyusunan PP ini tidak dipersulit, karena jika aturan turunan ini tidak selesai pada waktunya, maka hal ini bisa berdampak negatif bagi industri pertambangan.

Dia menjelaskan, ada beberapa urgensi dalam rancangan undang undang undang (RUU) Minerba sebagai aturan main. Pertama, ada ketentuan yang tak dapat dilaksanakan dalam UU No 4/2009, antara lain masalah lintas sektor yang belum selesai seperti tumpang tindih perizinan dengan kehutanan, kelautan dan perindustrian.

(Baca Juga: Dua Pasal Revisi UU Minerba Jadi Sorotan Pengusaha)

Kedua, penyesuaian dengan UU No 23/2014 terkait penyerahan kewenangan pengelolaan pertambangan dari kota/kabupaten ke provinsi dan pusat. Selain itu, terkait penghapusan luas minimum wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) eksplorasi dan penetapan wilayah pertambangan oleh menteri setelah ditentukan gubernur.

Ketiga, perbaikan kebijakan dan tata kelola pertambangan minerba berupa peningkatan kegiatan eksplorasi untuk mendorong peningkatan penemuan deposit minerba, penguatan peran BUMN, juga penyempurnaan tata kelola dan sanksi pidana bagi perusahaan yang tidak melaksanakan reklamasi pasca-tambang.

Mengenai kegiatan pengolahan dan pemurnian, RUU ini menghapus kewenangan menteri atau gubernur untuk menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi khusus pengolahan dan pemurnian. Kegiatan ini, katanya, selain terintegrasi dalam IUP juga boleh dengan pihak lain yang tak terintegrasi dengan kegiatan pertambangan. Terkait kasus itu, pemerintah pusat berwenang melakukan penyelidikan dan penelitian pada seluruh wilayah hukum pertambangan untuk memperkuat kebijakan peningkatan nilai tambah.
(fai)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0982 seconds (0.1#10.140)