Surplus Neraca Dagang Belum Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Selasa, 17 November 2020 - 09:08 WIB
loading...
Surplus Neraca Dagang...
Pelabuhan petikemas Tanjungpriok, Jakarta Utara. Foto/SINDOnews/Hasiholan Siahaan
A A A
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2020 mengalami surplus sebesar USD3,61 miliar. Angka ini mengalami kenaikan jika dibandingkan surplus bulan lalu karena hanya USD2,39 miliar. Ini merupakan surplus enam kali neraca dagang Indonesia pada tahun ini. Ini memperpanjang rentetan surplus setelah pada September sudah mencatatkan lima kali.



Menurut ekonom Bank Permata Josua Pardede, surplus neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2020 diperkirakan belum mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi. Dengan kondisi tersebut, Indonesia masih akan mengalami pertumbuhan ekonomi negatif di kuartal IV/2020. (Baca: Nasihat yang Paling Baik adalah Kematian)

"Dengan beberapa high frequency data pada awal kuartal IV/2020 ini, termasuk data neraca perdagangan yang mengalami surplus besar, terdapat indikasi awal bahwa pertumbuhan ekonomi masih mengalami laju tahunan yang negatif," kata Josua, saat dihubungi, kemarin.

Sementara Peneliti Indef Nailul Huda menuturkan, surplus neraca dagang yang terjadi saat ini lebih banyak disebabkan oleh merosotnya impor yang terlalu tajam. "Ekspor kita naik secara month to month (mtm). Namun, secara yoy, kita masih minus. Secara yoy dan mtm, impor kita menurun secara drastis," kata Huda.

Menurut dia, dilihat dari sisi impor secara tahunan mengalami penurunan hingga 26,93%. Sementara secara mtm impor Indonesia turun hingga 6,79%. Bahkan, impor untuk barang modal merosot hingga 284,5% (yoy) dan -13,33% (mtm). "Artinya, keadaan ini menunjukkan kegiatan ekonomi di Indonesia masih jauh dari kata baik. Banyak pabrik yang belum produksi secara optimal. Masih banyak pabrik yang tutup," kata Huda.

Dihubungi terpisah, Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdulah mengatakan surplus perdagangan Oktober terjadi bukan dikarenakan pertumbuhan ekspor yang sangat besar, melainkan lebih disebabkan impor yang masih turun drastis dibandingkan tahun lalu. (Baca juga: Banyak Klaster Baru, Siswa Masuk Sekolah Diusulkan Setelah Vaksinasi)

Dia memperkirakan surplus masih akan berlanjut selama industri Indonesia belum beroperasi normal sehingga impor masih terus terkontraksi. "Surplus ini Akan mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah, memunculkan market confident," katanya.

Pengamat Ekonomi Bhima Yudhistira menuturkan, anjloknya impor masih akan terus terjadi selama konsumen kelas menengah dan atas menahan belanja. Pasalnya, kondisi ini akan membuat industri tidak berani menambah stok pasokan bahan baku termasuk bahan baku impor. "Padahal, pelaku usaha kan biasanya stok impor barang konsumsi untuk mempersiapkan Harbolnas 11.11 pada bulan berikutnya," ungkap dia.

Sementara dari kinerja ekspor nonmigas ada kenaikan 3,54% secara bulanan. Kenaikan ekspor terjadi akibat perbaikan permintaan di China yang naik 8,9% dibandingkan bulan sebelumnya. Porsi ekspor ke China juga merangkak menjadi 18,6% dari total ekspor. Sementara di ASEAN terjadi pembalikan arah dengan pertumbuhan kinerja ekspor yang positif 8,45%. (Baca juga: Tips Mudah Mengelola Hipertensi)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1839 seconds (0.1#10.140)