Pasar Domestik Jadi Penguat Ketahanan Pangan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berupaya mendorong daya saing pangan di perdagangan domestik lewat korporatisasi petani. Namun, upaya itu diharapkan tidak mengabaikan perlindungan terhadap kepentingan petani dan usaha mikro kecil.
Hal ini ditunjukkan oleh kontraksi pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020 sebesar minus 3,49% dan membuat Indonesia resmi masuk ke dalam jurang resesi, yang pada kuartal sebelumnya pertumbuhan ekonomi nasional telah meningkat hingga 5,2%?. (Baca: Mewaspadai Cita Rasa Dunia: Indah tapi Beracun)
Namun, di tengah pertumbuhan ekonomi yang negatif, sektor pertanian masih mampu menghasilkan pertumbuhan yang positif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) produk domestik bruto (PDB) di sektor pertanian pada kuartal III tumbuh hingga 1,01%. Sedangkan untuk sektor lainnya seperti industri pengolahan turun sebesar 4,31%?, konstruksi minus 4,52%, perdagangan minus 5,03%, serta pertambangan minus 4,28%.
Untuk meningkatkan sektor pangan perlu adanya langkah dan kebijakan untuk memaksimalkan kekuatan pasar domestik menjadi strategi yang tepat, baik dari sisi permintaan maupun suplai. Sebab, jika dilihat dari sisi permintaan daya beli masyarakat masih perlu didorong.
"Melihat dari data yang ada, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia melihat sektor pertanian dan pangan bisa menjadi kunci pendorong pemulihan ekonomi nasional. Tetapi, itu semua harus juga didukung dengan upaya memulihkan tingkat konsumsi domestik yang tertekan oleh pandemi Covid-19," jelas Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan Kadin, Franciscus Welirang.
Agar lebih mengembangkan sektor pangan diperlukan langkah dan kebijakan untuk memaksimalkan kekuatan pasar domestik menjadi strategi, baik dari sisi permintaan maupun suplai. Sebab, bila dilihat dari segi permintaan, minat daya beli masyarakat harus terus didorong. (Baca juga: Januari 2021, Sekolah Boleh Gelar Tatap Muka)
Bila dilihat dari sisi suplai pangan, Franciscus melihat harus ada terobosan untuk mensubtitusi komoditas pangan impor melalui peningkatan produksi dalam negeri, seperti daging sapi, sayuran dan buah-buahan. Faktor ini harus dikelola agar tercipta keberlangsungan produksi di sektor pertanian sehingga harga komoditas tetap stabil dan kesejahteraan petani pun meningkat.
"Kalau dilihat masa corona ini konsumen tentu perlu pangan, tetapi harganya harus terjangkau. Di sisi lain, naik turunnya harga tergantung kepada supply dan demand, jadi peran petani sangat penting di sini," jelasnya.
Pemerintah pun berencana memberikan insentif kepada petani berupa bantuan tunai sebesar Rp300.000 dan sarana prasarana produksi pertanian (saprotan) sebesar Rp300.000. Untuk saat ini jumlah petani yang mendapatkan bantuan sebesar 2,44 juta orang.
"Petani yang masuk dalam kategori ini terdiri dari petani serabutan, petani penggarap, dan buruh Tani. Nantinya Kementerian Desa, Transmigrasi, dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes) yang berwenang dalam penyaluran bantuan tunai terebut,"? tambahnya. (Baca juga: Jangan Kendor, Olahraga Harus Tetap Dilakukan Pada Masa Pandemi)
Di dalam bantuan tersebut, menurut Franciscus sudah termasuk biaya pupuk, bibit, dan obat-obatan. Tentu saja program ini adalah program yang mudah dilakukan, realistis bisa diambil, dan cepat menghasilkan karena untuk membantu masyarakat.
Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomoi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bayu Krisnuarti mengatakan, program bantuan yang sudah diberikan pemerintah nantinya bisa membantu mendorong produktivitas para petani dan tentunya hal tersebut bisa membatu meningkatkan pasar domestik Indonesia.
"Yang turun selama pandemi ini adalah permintaan konsumen, seperti makanan di hotel menurun, restoran, katering pun juga menurun. Warung dan toko makanan juga sangat minim," jelas Bayu.
Di sisi lain, beberapa produk agribisnis mengalami peningkatan permintaan selama Covid-19 seperti buah-buahan, sayuran, dan apotik hidup (jamu dan obat-obatan herbal) seiring dengan meningkatnya kesadaran untuk menjalankan gaya hidup bersih dan sehat. Permintaan tersebut berasal dari konsumsi rumahan dan pemesanan secara daring (online). (Baca juga: Jelang Coblosan Pilkada, Pemerintah dan Penyelenggara Diminta Awasi ASN)
"Kalau pun ada yang menyebutnya krisis pangan saya bertanya-tanya dari mana datanya. Yang jelas, ini krisis perdagangan, logistik, dan transportasi. Produksi masih ada, tetapi perdagangan dan logistik ini belum efektif. Kalau krisis terjadi, mungkin krisis pangan impor," kata mantan Wakil Menteri Perdagangan Periode 2011-2014 tersebut.
Ia pun memprediksi, belanja daring dan digitalisasi akan menjadi penunjang peran pasar domestik yang mempengaruhi sektor pertanian. Oleh sebab itu, penguasaan internet menjadi kunci bagi petani, peternak, nelayan, dan pelaku agribisnis untuk bertahan hidup.
Para pelaku agribisnis pun mengakui adanya variasi harga pangan di pasaran dengan margin yang besar antara hulu dan hilir. Namun, semuanya bisa diminimalisir dengan pemanfaatan teknologi. Rantai distribusi panjang menjadi salah satu faktor penyebab selisih harga yang diterima petani dan yang harus dibayar konsumen masih cukup besar. (Baca juga: Respons Kekebalan Terhadap Virus Corona Bertahan Lebih dari 6 Bulan)
"Harga yang dibayar pembeli hanya sekian persen saja yang dinikmati petani dan nelayan. Ketimpangan ini terjadi karena biaya mahal yang dibayar pembeli hilang di tengkulak yang tidak efisien di rantai pasok sktor pangan, padahal dengan teknologi bisa relatif lebih murah dan bahkan gratis," kata William Tanuwijaya, CEO & Co Fonder Tokopedia.
Adopsi teknologi yang masif selama pandemi bisa menjadi momentum dan kesempatan tersendiri bagi petani dan nelayan. Dengan demikian, petani dan nelayan bisa memperoleh pendapatan yang lebih baik dan konsumen bisa memperoleh harga yang lebih terjangkau.
"Pandemi ini menghadirkan kesempatan besar. Dengan adopsi teknologi, jika sisi hulu bisa berkolaborasi untuk pemerataan akses ke hilir maka lingkaran setan (rantai pasok panjang makanan) bisa kita putus," kata William. (Lihat videonya: Siswi SD di Gowa Buta Usai Belajar Daring 4 Jam)
Sektor pangan pun disebutnya bakal menjadi bisnis yang menjanjikan pada masa mendatang karena banyak negara tengah dihadapi oleh risiko krisis pangan seiring bertambahnya populasi. Dengan keadaan geografis yang mendukung aktivitas pertanian dan melimpahnya sumber daya alam, William menilai Indonesia bisa terus memanfaatkan sektor ini sebagai penggerak ekonomi. (Aprilia S Andyna)
Hal ini ditunjukkan oleh kontraksi pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020 sebesar minus 3,49% dan membuat Indonesia resmi masuk ke dalam jurang resesi, yang pada kuartal sebelumnya pertumbuhan ekonomi nasional telah meningkat hingga 5,2%?. (Baca: Mewaspadai Cita Rasa Dunia: Indah tapi Beracun)
Namun, di tengah pertumbuhan ekonomi yang negatif, sektor pertanian masih mampu menghasilkan pertumbuhan yang positif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) produk domestik bruto (PDB) di sektor pertanian pada kuartal III tumbuh hingga 1,01%. Sedangkan untuk sektor lainnya seperti industri pengolahan turun sebesar 4,31%?, konstruksi minus 4,52%, perdagangan minus 5,03%, serta pertambangan minus 4,28%.
Untuk meningkatkan sektor pangan perlu adanya langkah dan kebijakan untuk memaksimalkan kekuatan pasar domestik menjadi strategi yang tepat, baik dari sisi permintaan maupun suplai. Sebab, jika dilihat dari sisi permintaan daya beli masyarakat masih perlu didorong.
"Melihat dari data yang ada, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia melihat sektor pertanian dan pangan bisa menjadi kunci pendorong pemulihan ekonomi nasional. Tetapi, itu semua harus juga didukung dengan upaya memulihkan tingkat konsumsi domestik yang tertekan oleh pandemi Covid-19," jelas Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan Kadin, Franciscus Welirang.
Agar lebih mengembangkan sektor pangan diperlukan langkah dan kebijakan untuk memaksimalkan kekuatan pasar domestik menjadi strategi, baik dari sisi permintaan maupun suplai. Sebab, bila dilihat dari segi permintaan, minat daya beli masyarakat harus terus didorong. (Baca juga: Januari 2021, Sekolah Boleh Gelar Tatap Muka)
Bila dilihat dari sisi suplai pangan, Franciscus melihat harus ada terobosan untuk mensubtitusi komoditas pangan impor melalui peningkatan produksi dalam negeri, seperti daging sapi, sayuran dan buah-buahan. Faktor ini harus dikelola agar tercipta keberlangsungan produksi di sektor pertanian sehingga harga komoditas tetap stabil dan kesejahteraan petani pun meningkat.
"Kalau dilihat masa corona ini konsumen tentu perlu pangan, tetapi harganya harus terjangkau. Di sisi lain, naik turunnya harga tergantung kepada supply dan demand, jadi peran petani sangat penting di sini," jelasnya.
Pemerintah pun berencana memberikan insentif kepada petani berupa bantuan tunai sebesar Rp300.000 dan sarana prasarana produksi pertanian (saprotan) sebesar Rp300.000. Untuk saat ini jumlah petani yang mendapatkan bantuan sebesar 2,44 juta orang.
"Petani yang masuk dalam kategori ini terdiri dari petani serabutan, petani penggarap, dan buruh Tani. Nantinya Kementerian Desa, Transmigrasi, dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes) yang berwenang dalam penyaluran bantuan tunai terebut,"? tambahnya. (Baca juga: Jangan Kendor, Olahraga Harus Tetap Dilakukan Pada Masa Pandemi)
Di dalam bantuan tersebut, menurut Franciscus sudah termasuk biaya pupuk, bibit, dan obat-obatan. Tentu saja program ini adalah program yang mudah dilakukan, realistis bisa diambil, dan cepat menghasilkan karena untuk membantu masyarakat.
Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomoi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bayu Krisnuarti mengatakan, program bantuan yang sudah diberikan pemerintah nantinya bisa membantu mendorong produktivitas para petani dan tentunya hal tersebut bisa membatu meningkatkan pasar domestik Indonesia.
"Yang turun selama pandemi ini adalah permintaan konsumen, seperti makanan di hotel menurun, restoran, katering pun juga menurun. Warung dan toko makanan juga sangat minim," jelas Bayu.
Di sisi lain, beberapa produk agribisnis mengalami peningkatan permintaan selama Covid-19 seperti buah-buahan, sayuran, dan apotik hidup (jamu dan obat-obatan herbal) seiring dengan meningkatnya kesadaran untuk menjalankan gaya hidup bersih dan sehat. Permintaan tersebut berasal dari konsumsi rumahan dan pemesanan secara daring (online). (Baca juga: Jelang Coblosan Pilkada, Pemerintah dan Penyelenggara Diminta Awasi ASN)
"Kalau pun ada yang menyebutnya krisis pangan saya bertanya-tanya dari mana datanya. Yang jelas, ini krisis perdagangan, logistik, dan transportasi. Produksi masih ada, tetapi perdagangan dan logistik ini belum efektif. Kalau krisis terjadi, mungkin krisis pangan impor," kata mantan Wakil Menteri Perdagangan Periode 2011-2014 tersebut.
Ia pun memprediksi, belanja daring dan digitalisasi akan menjadi penunjang peran pasar domestik yang mempengaruhi sektor pertanian. Oleh sebab itu, penguasaan internet menjadi kunci bagi petani, peternak, nelayan, dan pelaku agribisnis untuk bertahan hidup.
Para pelaku agribisnis pun mengakui adanya variasi harga pangan di pasaran dengan margin yang besar antara hulu dan hilir. Namun, semuanya bisa diminimalisir dengan pemanfaatan teknologi. Rantai distribusi panjang menjadi salah satu faktor penyebab selisih harga yang diterima petani dan yang harus dibayar konsumen masih cukup besar. (Baca juga: Respons Kekebalan Terhadap Virus Corona Bertahan Lebih dari 6 Bulan)
"Harga yang dibayar pembeli hanya sekian persen saja yang dinikmati petani dan nelayan. Ketimpangan ini terjadi karena biaya mahal yang dibayar pembeli hilang di tengkulak yang tidak efisien di rantai pasok sktor pangan, padahal dengan teknologi bisa relatif lebih murah dan bahkan gratis," kata William Tanuwijaya, CEO & Co Fonder Tokopedia.
Adopsi teknologi yang masif selama pandemi bisa menjadi momentum dan kesempatan tersendiri bagi petani dan nelayan. Dengan demikian, petani dan nelayan bisa memperoleh pendapatan yang lebih baik dan konsumen bisa memperoleh harga yang lebih terjangkau.
"Pandemi ini menghadirkan kesempatan besar. Dengan adopsi teknologi, jika sisi hulu bisa berkolaborasi untuk pemerataan akses ke hilir maka lingkaran setan (rantai pasok panjang makanan) bisa kita putus," kata William. (Lihat videonya: Siswi SD di Gowa Buta Usai Belajar Daring 4 Jam)
Sektor pangan pun disebutnya bakal menjadi bisnis yang menjanjikan pada masa mendatang karena banyak negara tengah dihadapi oleh risiko krisis pangan seiring bertambahnya populasi. Dengan keadaan geografis yang mendukung aktivitas pertanian dan melimpahnya sumber daya alam, William menilai Indonesia bisa terus memanfaatkan sektor ini sebagai penggerak ekonomi. (Aprilia S Andyna)
(ysw)